6 Hakimnya Terima Bintang Mahaputera, MK Jamin Tetap Independen Menangani Uji Materi UU Cipta Kerja
Moeldoko memastikan pemberian tanda kehormatan kepada enam hakim MK tidak akan mengurangi independensi hakim MK dalam menangani perkara.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Staf Presiden Moeldoko memastikan pemberian tanda kehormatan kepada enam hakim Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan mengurangi independensi hakim MK dalam menangani perkara.
"Apakah pemberian tanda kehormatan kepada para hakim MK itu tidak mengurangi independensi? Tidak," kata Moeldoko di kantor KSP, Jakarta, Kamis (12/11/2020).
Untuk diketahui enam hakim MK mendapatkan tanda jasa dan tanda kehormatan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Keenam hakim MK tersebut yakni Arief Hidayat, Anwar Usman dan Aswanto yang mendapatkan Bintang Mahaputera Adipradana.
Lalu Wahiduddin Adams, Suhartoyo, dan Manahan MP Sitompul yang mendapatkan Bintang Mahaputera Utama.
Moeldoko mengatakan bahwa penghargaan tersebut untuk memberikan penghormatan istimewa kepada para hakim.
Mereka dinilai berjasa untuk kelangsungan bangsa Indonesia.
Baca juga: Cerita Anne Avantie Tentang Kebaya Susi Pudjiastuti saat Terima Penghargaan Bintang Mahaputera
Lagipula menurut Mantan Panglima TNI itu, pemberian penghargaan kepada hakim MK bukan untuk pertama kalinya.
Sebelumnya, pemerintah juga pernah menganugerahi Bintang Mahaputera pada Hakim MK yakni Jimly Asshiddiqie dan Hamdan Zoelva.
"Sekali lagi bahwa presiden selaku kepala negara memberikan itu karena menjalankan konstitusi. Ada konstitusinya, ada dasarnya," katanya.
Moeldoko kemudian menjelaskan dasar hukum pemberian tanda jasa dan tanda kehormatan tersebut.
Menurutnya hal itu diatur dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 15 dan Undang-undang Nomor 5 Darurat Tahun 1959 tentang Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia.
Mahkamah Konstitusi (MK) juga memberi garansi bahwa penganugerahan Bintang Mahaputera kepada enam hakim konstitusi oleh Presiden Joko Widodo tidak akan memengaruhi independensi dalam menjalankan kewenangan konstitusionalnya.
Juru Bicara MK Fajar Laksono menyatakan, kekhawatiran terhadap independensi hakim konstitusi merupakan satu bentuk perhatian dan kecintaan publik pada MK.
"Kekhawatiran muncul ya sah-sah saja sebagai pendapat. Malah, itu merupakan salah satu bentuk perhatian dan kecintaan publik pada MK. Kami memahami dan mengapresiasi hal itu," kata Fajar.
Fajar menerangkan, penganugerahan Bintang Mahaputera sudah ada aturan dan ukuran objektifnya.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 15 UUD 1945, Presiden mereprentasikan negara memiliki kewenangan untuk itu.
"Siapapun figur yang dipandang telah memenuhi ukuran-ukuran obyektif itu, Presiden dapat menganugerahkan tanda kehormatan tersebut dalam momentum dan waktu-waktu sebagaimana yang ditentukan," terangnya.
Terkait masifnya judicial review (JR) Omnibus Law Undang-Undang tentang Cipta Kerja ke MK, tambah Fajar, tidak akan mempengaruhi independensi MK dalam memutus setiap perkara.
Dia memastikan, enam hakim MK objektif dalam memutus perkara.
"Peristiwa apapun InshaAllah tidak akan memengaruhi kejernihan hati serta pikiran dan kemerdekaan Hakim Konstitusi dalam menjalankan kewenangan konstitusionalnya," kata Fajar.
Baca juga: 71 Tokoh Dianugerahi Tanda Kehormatan, Bintang Mahaputera dan Bintang Jasa, Berikut Daftarnya
Penghargaan tanda kehormatan Bintang Mahaputera, imbuh Fajar, justru membuktikan bahwa hakim konstitusi yang menerima penghargaan tersebut diakui secara obyektif oleh negara.
Berjasa dan menjalankan kewenangan dengan sebaik-baiknya dan selurus-lurusnya, termasuk dalam menjaga independensinya sebagai hakim.
"Ke depan, penghargaan demikian justru semakin menguatkan dan memantapkan prinsip independensi yang senantiasa dipegang erat-erat hakim konstitusi dalam menjalankan kewenangan konstitusionalnya," tegas Fajar.(Tribun Network/fik/ham/wly)