KPK Pegang Banyak Data untuk Bantu Lembaga Antirasuah Inggris Usut Suap Pesawat Bombardier-Garuda
KPK memegang banyak data dan informasi mengenai kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memegang banyak data dan informasi mengenai kasus suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam kasus tersebut mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) sekaligus Beneficial Owner Connaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo sudah divonis bersalah.
Data dan informasi seperti bukti-bukti transaksi keuangan yang dimiliki KPK diyakini dapat membantu lembaga antirasuah Inggris atau Serious Fraud Office (SFO) yang sedang menginvestigasi dugaan suap terkait kontrak penjualan pesawat antara produsen pesawat asal Kanada, Bombardier dengan PT Garuda Indonesia.
Baca juga: 38 Pegawai KPK Tercatat Mengundurkan Diri Hingga November 2020
"KPK bersedia siap membantu data yang diperlukan terkait dengan kasus tersebut karena KPK tentu memiliki banyak data dan informasi terkait perkara yang pernah ditangani dalam perkara Emirsyah dan kawan-kawan misalnya bukti transaksi keuangan dugaan suap dan dokumen-dokumen lainnya," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Minggu (15/11/2020).
Ali mengatakan, dalam membantu SFO, KPK tidak hanya berdasarkan permintaan, tetapi juga akan proaktif.
Baca juga: Dewas KPK: Tidak Ditemukan Pelanggaran Etik yang Dilakukan Firli Bahuri dan Karyoto Terkait OTT UNJ
Hal ini lantaran kerja sama antara kedua lembaga penegak hukum lintas negara itu dilakukan berdasarkan asas resiprositas atau hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.
"Prinsip kerja sama internasional adalah berdasarkan asas resiprositas di mana KPK akan membantu SFO baik dalam skema proaktif ataupun berdasarkan request," katanya.
Dikatakan Ali, dalam menangani kasus korupsi lintas negara, KPK sudah lama menjalin kerja sama dengan otoritas sejumlah negara baik secara agent to agent atau antarlembaga maupun melalui perjanjian bantuan timbal balik dalam masalah pidana atau Mutual Legal Assistance (MLA) antarnegara.
Baca juga: 300 Hari Harun Masiku Buron, Saor Siagian Soroti Lemahnya Wibawa Pimpinan KPK
Sejumlah perkara korupsi lintas negara yang diusut KPK mendapat bantuan dari otoritas luar negeri, seperti kasus proyek pengadaan bahan bakar Tetra Ethyl Lead (TEL) di PT Pertamina pada 2004-2005 atau yang dikenal dengan kasus Innospec yang dibantu oleh otoritas Inggris dan Singapura dan perkara korupsi e-KTP.
Demikian pula dengan perkara suap di Garuda Indonesia yang menjerat Emirsyah dan Soetikno.
"Beberapa perkara yang ditangani KPK misalnya dalam perkara Innospec juga dapat bantuan dari otoritas Inggris dan Singapura, termasuk dalam penanganan perkara e-KTP dan juga terakhir dalam perkara Garuda di mana KPK mendapatkan dokumen DPA deferred procution aggreement dari SFO sehingha memperkuat pembuktian di persidangan perkara tersebut," katanya.
Data dan informasi dari SFO sangat penting bagi KPK dalam menuntaskan kasus Garuda.
Hal ini lantaran SFO saat itu sudah rampung menginvestigasi kasus suap yang dilakukan Rolls-Royce terhadap pejabat di sejumlah negara termasuk Indonesia.
Investigasi ini membuat perusahaan manufaktur terutama mobil dan mesin pesawat asal Inggris itu membayar denda sebesar 497,25 juta poundsterling atas perilaku korup yang mencakup tiga dekade, tujuh yurisdiksi dan tiga bisnis.
Tak hanya Rolls-Royce, SFO juga sudah menuntaskan investigasi dugaan pemberian suap yang dilakukan oleh Airbus kepada pejabat-pejabat yang ada di lima yurisdiksi, yakni Undonesia, Sri Lanka, Malaysia, Taiwan, dan Ghana pada kurun waktu 2011-2015.
Investigasi itu membuat Airbus menyepakati Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau penundanaan proses penuntutan dengan syarat Airbus bersedia bekerja sama penuh dengan penegak hukum dengan mengakui perbuatan, membayar denda, dan melakukan program reformasi dan tata kelola perusahaan.
Dalam DPA disebutkan Airbus bersedia membayar denda sejumlah 991 juta euro kepada Pemerintah Inggris sebagai bagian dari kesepakatan global sebesar 3,6 miliar euro yang akan dibayarkan Airbus kepada Pemerintah Inggris, Perancis, dan Amerika Serikat.
Informasi dan data dari SFO memperkuat penyidikan yang dilakukan KPK dalam menangani kasus Garuda hingga Emirsyah Satar dan Soetikno divonis bersalah atas perkara suap dan pencucian uang.
"Penanganan perkara dugaan suap terkait pengadaan mesin pesawat PT Garuda Indonesia oleh Komisi Pemberantasan Korupsi semakin kuat karena adanya dukungan baru dari dunia internasional. Dukungan itu berupa kesepakatan Deferred Prosecution Agreement (DPA) antara Serious Fraud Office (SFO) dengan Airbus," kata Ali.