Banyak Kegaduhan, Organ Inti Jokowi Minta Presiden Selektif Terima Masukan dari Pembisik
meminta kepada Presiden Jokowi untuk mengevaluasi dan mengganti menteri, stafsus, dan perangkat lain yang kinerjanya sudah tidak lagi sesuai dengan
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS. COM, JAKARTA - Sejumlah Organisasi-organisasi Penggerak Joko Widodo (Jokowi) atas nama Forum Strategis Arah Bangsa (Fostrab) meminta Presiden segera mengambil langkah strategis dalam menghadapi situasi nasional.
Salah satunya yakni meminta kepada Presiden Jokowi untuk mengevaluasi dan mengganti menteri, stafsus, dan perangkat lain yang kinerjanya sudah tidak lagi sesuai dengan visi dan misi presiden.
Alasannya terdapat sejumlah menteri dan stafsus yang kerap membuat kegaduhan.
"Tidak bisa dipungkiri, kegaduhan-kegaduhan yang terjadi selama ini justru banyak dilakukan oleh para pembantu presiden," ujar Koordinator Fostrab Jamaluddin Malik di kawasan, Jakarta Selatan, dalam siaran pers yang diterima Rabu, (18/11/2020).
Jamal yang pernah bekerja di lingkungan Istana meminta Presiden lebih selektif dalam menerima informasi dari pembisiknya. Presiden lebih cermat menerima masukan untuk meminimaslir kegaduhan.
Baca juga: Staf Khusus Keluarkan Surat Perintah, Wakil Ketua MPR: Harus Dibina dan Dibimbing
Selain itu, Jamal yang merupakan tim inti presiden saat Pemilu 2014 dan 2019 lalu tersebut mengatakan bahwa selama masa pandemi para pembantu bekerja lambat dan lemah dalam mengkonsolidasikan satuan kerjanya masing-masing.
"Padahal presiden telah memerintahkan menterinya untuk bekerja extraordinary sehingga masyarakat di tengah pandemi memiliki rasa aman, nyaman dan ketenangan," kata dia.
Belum lagi menurutnya mengenai kebijakan finalisasi Omnibuslaw atau Undang-Undang Cipta Kerja yang digagas pemerintah demi tujuan menggerakan roda perekonomian Bangsa Indonesia.
Karena minimnya sosialiasai dan komunikasi dari para pembantu presiden, kebijakan tersebut ditunggangi kabar palsu alias hoax.
Tidak hanya itu pembantu presiden melakukan kesalahan fatal karena tidak cermat dengan adanya kesalahan tulis dalam draf Cipta Kerja yang diteken Presiden.
Belum lagi adanya blunder staf khusus Presiden yang menerbitkan 'Surat Perintah' kepada elemen mahasiswa untuk membendung aksi unjuk rasa.
"Selain itu peran tim jubir kepresidenan 'salah kaprah' dalam mengkomunikasikan banyak hal, termasuk kebijakan Omnibuslaw," katanya.
Padahal menurut Jamal UU Omnibuslaw bertujuan baik karena pada prinsip dasarnya tidak ada satupun negara di dunia ini yang bisa survive tanpa investasi.
"Tanpa kita sadari, dalam ekonomi global kita bersaing dengan negara-negara lain untuk mendapati investasi guna menggerakan ekonomi nasionalnya masing-masing," tuturnya.