Dukung Program Green Fuel, PTPN V Dorong Produktivitas TBS Petani
Sebelum PSR diluncurkan, anggota holding BUMN Perkebunan yang berlokasi di Provinsi Riau tersebut, telah membentuk Direktorat tangani petani plasma
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Program green fuel atau bahan bakar nabati (BBN) nasional yang dicanangkan pemerintah mendapat dukungan PT Perkebunan Nusantara V (PTPN V).
Melalui program tersebut, diharapkan dapat memacu produktivitas sawit rakyat.
Sebab, program BBN Nasional membutuhkan pasokan tandan buah segar (TBS) dalam jumlah massif dan kontinyu.
Untuk itu, PTPN V siap memperkuat dan mendukung peningkatan produksi TBS petani sawit, terutama yang menjadi mitra binaan perusahaan.
Hal itu disampaikan Chief Executive Officer PTPN V Jatmiko K Santosa saat menjadi pembicara pada diskusi yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Bogor.
“Produksi TBS sawit rakyat saat ini masih terpaut jauh dibanding dengan produksi kebun milik perusahaan BUMN maupun swasta. Hal itu disebabkan adanya sejumlah masalah yang dihadapi para petani sawit. Mulai dari usia sawit yang sudah tua serta kesulitan mendapatkan bibit sawit unggul tersertifikasi," kata Jatmiko.
Padahal, berdasarkan data 2019, dari 14,7 juta hektare areal perkebunan sawit nasional, 41 persen diantaranya merupakan milik petani. Sehingga, keberadaan petani sawit memainkan peranan penting dalam mendukung program pemerintah untuk mewujudkan green fuel di masa mendatang.
Baca juga: Program SMILE Berdayakan Petani Sawit Lewat Budidaya Kebun Berkelanjutan
Jatmiko menjelaskan bahwa sejak April 2019, PTPN V meluncurkan program BUMN Untuk Sawit Rakyat.
Melalui program itu, PTPN V sebagai perusahaan milik negara berupaya mengakselerasi peremajaan sawit rakyat (PSR) dengan melibatkan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), perbankan serta petani.
Sebelum PSR diluncurkan, anggota holding BUMN Perkebunan yang berlokasi di Provinsi Riau tersebut, telah membentuk Direktorat khusus yang menangani para petani plasma.
Selain itu, PTPN V yang telah mengantongi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), turut membantu penyediaan bibit unggul bersertifikat bagi para petani.
Saat ini, perusahan telah membangun tujuh sentra yang menampung 1,5 juta bibit unggul dan siap untuk membantu ke petani sawit non mitra.
PTPN V juga memberikan bantuan dengan penggunaan teknologi geospasial (pemetaan foto udara menggunakan drone) ke perkebunan sawit petani plasma.
Penggunaan teknologi tersebut bertujuan agar mendapatkan data yang presisi terhadap kondisi kebun sawit, sehingga dapat membantu dalam membuat keputusan.
"Kami juga menerapkan sistem single management dengan para petani. Kami melakukan hal tersebut agar praktek good agriculture diterapkan oleh petani, sehingga produktivitasnya meningkat.
Bahkan, kami berani berikan jaminan, jika produktivitasnya di bawah rata-rata nasional, akan kami ganti rugi," ujarnya.
Baca juga: Sopir Truk Diancam Pakai Senpi dan Tubuh Diikat, Muatan Sawit 8 Ton Dirampas, Kini Pelaku Ditangkap
Dia mengatakan PTPN V turut memperkuat para petani yang tergabung dalam koperasi unit desa (KUD) melalui bimbingan teknis. Langkah tersebut dilaksanakan agar para petani dapat dapat lebih kuat dari sisi organisasi.
PTPN V turut mendorong para petani mengantongi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) atau sertifikasi berkelanjutan standar internasional. Areal perkebunan dan pabrik kelapa sawit milik PTPN V sendiri saat ini telah mengantongi 75 persen sertifikasi RSPO yang berkontribusi pada insentif harga komoditas.
"Kami sangat concern dengan produktivitas petani. Kami juga menyadari bahwa PTPN V sebagai BUMN merupakan agen pembangunan. Harapannya dengan penguatan petani sawit Perusahaan dapat berpartisipasi dalam akselerasi program BBN Nasional," ujarnya.
Seperti diketahui, pemerintah saat ini terus mendorong peningkatan pemanfaatan BBN sebagai bahan bakar ramah lingkungan guna mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan energi fosil.
Selain menerapkan program mandatori B30 yakni campuran 30 persen biodiesel dalam bahan bakar solar yang berlaku efektif per 1 Januari 2020, pemerintah juga mendorong pengembangan green fuel berbasis sawit.
Pemerintah turut melakukan pengembangan green fuel yang nantinya diharapkan dapat menghasilkan Green Diesel (D100), Green Gasoline (G100) dan Bioavtur (J100) yang berbasis Crude Palm Oil (CPO).
Produk green fuel ini mempunyai karakterisitik yang mirip dengan bahan bakar yang berbasis fosil, bahkan untuk beberapa parameter kualitasnya jauh lebih baik dari bahan bakar berbasis fosil fuel.
Perkembangan bahan bakar nabati cair di Indonesia memang sangat pesat, terlebih Indonesia mempunyai potensi bahan baku yang cukup. Oleh karena itu, regulator perlu dibekali pengetahuan teknis terkait definisi, jenis-jenis dan proses produksi dari bahan baku sampai menghasilkan produk BBN Cair.