PAN: Instruksi Mendagri soal Protokol Kesehatan Supaya Kepala Daerah Serius Tangani Covid-19
Tito Karnavian mengingatkan adanya sanksi pemberhentian yang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 78 bagi kepala daerah
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengingatkan adanya sanksi pemberhentian yang tertuang dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 78 bagi kepala daerah yang tidak menegakkan protokol kesehatan corona.
Sanksi itu tercantum dalam surat instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 yang diberikan kepada seluruh kepala daerah.
Baca juga: Anies Sindir soal Kerumunan Daerah Lain, Kemendagri: Tito Karnavian Sudah Tegur 82 Kepala Daerah
Menanggapi hal itu, anggota Komisi II DPR RI Guspadi Gaus mengatakan instruksi Tito tersebut terkait penegakan protokol kesehatan.
Sebab kepala daerah harus sejalan dan mendukung langkah-langkah pemerintah pusat dalam menangani pandemi Covid-19.
Guspardi mengatakan, instruksi yang dikeluarkan Mendagri tersebut merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada Mendagri saat rapat terbatas awal pekan ini.
Jokowi memang meminta Mendagri Tito untuk memberikan teguran kepada kepala daerah yang tidak patuh terhadap protokol kesehatan.
Baca juga: Tanggapi Instruksi Mendagri, Wakil Gubernur DKI: Pokoknya Kami Akan Patuh Aturan
"Jadi hal yang wajar jika Mendagri dalam kapasitasnya sebagai pembina kepala daerah, baik gubernur, bupati dan walikota memberikan instruksi untuk mengingatkan seluruh kepala daerah agar secara disiplin dan konsisten menegakkan kepatuhan protokol kesehatan demi mengutamakan kesehatan dan keselamatan rakyat", kata Guspardi kepada wartawan, Jumat (20/11/2020).
Politikus PAN ini menjelaskan, instruksi nomor 6 tahun 2020 yang dikeluarkan tanggal 18 November 2020 itu tidak bisa serta merta secara langsung dapat memberhentikan atau mencopot kepala daerah.
Apalagi kepala daerah bukan dipilih oleh Presiden atau Mendagri melainkan dipilih langsung oleh rakyat melalui Pilkada dan jabatannya adalah politis.
Urusan pemberhentian kepala daerah bukan perkara yang sederhana. Sebab sudah ada mekanisme dan undang-undang yang mengatur hal tersebut
"Pemberhentian kepala daerah tidak diatur oleh instruksi menteri. Proses pelaksanaan pemberhentian Kepala Daerah mengacu kepada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal ini sebagaimana termaktub dalam diktum keempat Instruksi Mendagri tersebut" ucap Guspardi.
"Substansi dari Instruksi Mendagri tersebut adalah meminta kepala daerah diwilayahnya masing-masing agar secara sungguh- sungguh menjalankan tugas mengawal penegakan protokoler kesehatan dan menjadikan penanganan dan pengendalian penyebaran covid -19 sebagai prioritas utama dengan mengedepankan kesehatan dan keselamatan rakyat," pungkas anggota Badan Legislasi DPR RI tersebut.
Sebelumya, Tito mengingatkan adanya sanksi dalam pasal 78 UU Nomor 23 Tahun 2014 bagi kepala daerah yang tak taat protokol kesehatan di daerah masing-masing yakni pemberhentian.
"Kalau (aturan) itu dilanggar, sanksinya sesuai Pasal 78 ini. Nah ini saya sampaikan kepada seluruh Gubernur, Bupati, Wali Kota, untuk mengindahkan instruksi ini karena ada risikonya menurut UU," kata Tito dalam rapat kerja komisi II DPR, Rabu (18/11).
Berikut enam poin instruksi Mendagri Tito.
1. Menegakkan secara konsisten protokol kesehatan Covid-19 guna mencegah penyebaran Covid-19 di dareah masing-masing berupa memakai masker, mencuci tangan dengan benar, menjaga jarak, dan mencegah terjadinya kerumunan yang berpotensi melanggar protokol tersebut.
2. Melakukan langkah-langkah proaktif untuk mencegah penularan Covid-19 dan tidak hanya bertindak responsif/reaktif. Mencegah lebih baik daripada menindak. Pencegahan dapat dilakukan dengan cara humanis dan penindakan termasuk pembubaran kerumunan dilakukan secara tegas dan terukur sebagai upaya terakhir.
3. Kepala daerah sebagai pemimpin tertinggi pemerintah di daerah masing-masing harus menjadi teladan bagi masyarakat dalam mematuhi protokol kesehatan Covid-19, termasuk tidak ikut dalam kerumunan yang berpotensi melanggar protokol kesehatan.
4. Bahwa sesuai UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, diingatkan kepada kepala daerah tentang kewajiban dan sanksi bagi kepala daerah sebagai berikut:
a. Pasal 67 huruf b yang berbunyi: "menaati seluruh ketentuan perundang-undangan"
b. Pasal 78:
(1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; atau
c. diberhentikan.
(2) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian.
5. Berdasarkan instruksi pada Diktum keempat, kepala daerah yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dikenakan sanksi pemberhentian.
6. Instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan.