Instruksi Mendagri soal Pencopotan Kepala Daerah Dinilai Bisa Memicu Kericuhan Politik Lokal
Para pengamat menanggapi instruksi Mendagri tentang penegakkan protokol kesehatan yang bisa memberhentikan kepala daerah yang lalai.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Instruksi baru yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ramai diperbincangkan.
Instruksi tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 itu menuai kritik dari berbagai kalangan.
Satu di antara kritikan itu datang dari adanya sanksi pencopotan kepala daerah bagi yang lalai menegakkan protokol kesehatan.
Sebab, Instruksi Nomor 6 Tahun 2020 itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pemda).
Baca juga: Mahfud MD: Pemerintah Akan Sanksi Aparat yang Tidak Tegas Pastikan Protokol Kesehatan Covid-19
Baca juga: Jokowi Minta Mendagri Beri Sanksi Gubernur yang Abai Terhadap Covid-19, Sindir Anies Baswedan?
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti menanggapi instruksi tersebut.
Ia mengatakan, sebenarnya sanksi pencopotan kepala daerah yang lalai dalam melaksanakan penegakan protokol kesehatan Covid-19 tidak salah.
Pasalnya, sanksi tersebut bisa menjadi pengingat bagi kepala daerah.
"Mendagri hanya mengingatkan bahwa kepada daerah bisa dicopot jika melakukan pelanggaran atas UU atau peraturan."
"Tidak ada yang salah secara teks," kata Ray dalam diskusi bertajuk "Bisakah Mendagri Berhentikan Kepala Daerah?" secara virtual, Sabtu (21/11/2020), dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Mendagri Tak Bisa Langsung Copot Kepala Daerah Hanya karena Melanggar Protokol Kesehatan Covid-19
Baca juga: Politikus PKS Kritik Instruksi Mendagri soal Pemberhentian Kepala Daerah
Kendati demikian, menurut Ray, sanksi tersebut tetap harus dikritik.
Sebab pemerintah pusat terkesan ingin mengembalikan kewenangan yang dimiliki daerah ke pemerintah pusat.
"Kalau kita baca dalam konteks yang lebih besar, ini sebetulnya ada tensi keinginan pusat mengembalikan lagi berbagai kewenangan yang di dalam reformasi didistribusikan ke Pemda," kata Ray.
"Kalau kita biarkan, ini boleh jadi, formulasi seperti ini akan diwujudkan bahwa kepala daerah dapat dimakzulkan oleh pemerintah pusat," tambahnya.
Ray juga mengatakan, sanksi pencopotan dalam instruksi Mendagri tersebut akan berpotensi menimbulkan kericuhan politik lokal.
Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara: Mendagri Tak Bisa Berhentikan Kepala Daerah terkait Urusan Covid-19
Baca juga: Instruksi Mendagri Soal Protokol Kesehatan Bukan Fasilitas Hukum Pemberhentian Kepala Daerah