Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Instruksi Mendagri soal Pencopotan Kepala Daerah Dinilai Bisa Memicu Kericuhan Politik Lokal

Para pengamat menanggapi instruksi Mendagri tentang penegakkan protokol kesehatan yang bisa memberhentikan kepala daerah yang lalai.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Instruksi Mendagri soal Pencopotan Kepala Daerah Dinilai Bisa Memicu Kericuhan Politik Lokal
Dok Kemendagri
Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian mengatakan dokter yang bertugas di Puskesmas merupakan garda terdepan dalam penanganan Covid-19. Berikut ulasan tentang para pengamat yang menanggapi Instruksi Mendagri tentang penegakkan protokol kesehatan yang bisa memberhentikan kepala daerah yang lalai. 

Misalnya, para politisi di daerah menggunakan instruksi tersebut untuk mempertanyakan kinerja kepala daerah dalam penanganan Covid-19.

Sehingga instruksi tersebut bisa memunculkan gerakan pemakzulan kepala daerah.

"Artinya, sekalipun surat ini bernada mengingatkan, tapi bisa berimplikasi jadi motivasi politisi daerah untuk melakukan gerakan politik dalam rangka memakzulkan kepala daerah," jelasnya.

Pengamat menilai Mendagri tak perlu terbitkan Instruksi

Sementara itu, Guru Besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Djohermansyah Djohan juga menanggapi polemik Instruksi tersebut.

Menurutnya, Mendagri tidak perlu menerbitkan Instruksi tentang Penegakan Protokol Kesehatan Covid-19.

Terlebih sampai memberikan peringatan sanksi pemberhentian kepada kepala daerah.

Berita Rekomendasi

Sebab, Djoherman menilai, jika ada kepala daerah yang lalai dalam penegakan protokol kesehatan bisa diberikan teguran oleh presiden.

Pengamat Otonomi Daerah (Otda) Djohermansyah Djohan, di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2018).
Pengamat Otonomi Daerah (Otda) Djohermansyah Djohan, di Kantor Wakil Presiden, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Kamis (15/11/2018). (Tribunnews.com/ Rina Ayu)

Baca juga: Refly Harun Mengaku Tidak Sreg dengan Instruksi Mendagri karena Dinilai Telah Langgar Otonomi Daerah

Baca juga: Yusril Ihza Mahendra : Presiden dan Mendagri Tidak Berwenang Copot Kepala Daerah

"Kalau saran saya sebetulnya enggak usah pakai inmen (Instruksi Mendagri) nomor 6 tahun 2020."

"Sebaiknya presiden saja arahannya adalah beri peringatan dan kalau perlu teguran lisan gitu," kata Djohermansyah dalam diskusi yang sama, masih dikutip dari Kompas.com.

Pengamat Otonomi Daerah ini mengatakan, ada persoalan komunikasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam penanganan Covid-19.

Oleh sebab itu, ia meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah melupakan kepentingan politik dan fokus pada pemutusan penularan Covid-19.

Polisi menghadang sekelompok mahasiswa di stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, Rabu(7/10/2020). Para mahasiswa yang hendak demo ke Gedung DPR ini di suruh pulang. Jakarta masih dalam masa PSBB ini tidak mengijikan kerumunan orang dalam demo yang bisa menjadi klaster Covid 19. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN
Polisi menghadang sekelompok mahasiswa di stasiun Palmerah, Jakarta Pusat, Rabu(7/10/2020). Para mahasiswa yang hendak demo ke Gedung DPR ini di suruh pulang. Jakarta masih dalam masa PSBB ini tidak mengijikan kerumunan orang dalam demo yang bisa menjadi klaster Covid 19. WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN (WARTA KOTA/WARTA KOTA/HENRY LOPULALAN)

Baca juga: Instruksi Mendagri Soal Protokol Kesehatan Bukan Fasilitas Hukum Pemberhentian Kepala Daerah

Baca juga: Keluarkan Instruksi Baru, Mendagri Ingatkan Kepala Daerah yang Ikut Kerumunan Bisa Diberhentikan

"Dari situ mari keluwesan kepemimpinan dan komunikasi, dilupakan lah Anies Baswedan 2024, dan juga Ridwan Kamil," katanya.

Djoherman juga mengingatkan, pandemi Covid-19 telah ditetapkan sebagai bencana nasional non alam.

Dimana pemerintah daerah melaksanakan tugas atas kewenangan pemerintah pusat.

Untuk itu, ia meminta kebijakan yang dibuat pemerintah pusat harus jelas dan tegas.

"Perbaiki kebijakan-kebijakan terutama tadi soal kerumunan itu tidak clear pengaturannya."

"Oleh karena itu harus diperjelas sehingga ke depan tidak terulang lagi," tuturnya.

(Tribunnews.com/Maliana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas