Mendagri Tak Bisa Langsung Copot Kepala Daerah Hanya karena Melanggar Protokol Kesehatan Covid-19
Instruksi Mendagri soal pencopotan kepala daerah pelanggar protokol kesehatan Covid-19 dinilai gegabah dan berlebihan.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
Jika DPRD berpendapat cukup alasan bagi Kepala Daerah untuk dimakzulkan, maka pendapat DPRD tersebut wajib disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai dan diputuskan apakah pendapat DPRD itu beralasan menurut hukum atau tidak.
Bahkan, kata Yusril, demi alasan keadilan, kepala daerah yang akan dimakzulkan itu diberi kesempatan oleh Mahkamah Agung untuk membela diri.
"Jadi, proses pemakzulan itu akan memakan waktu lama, mungkin setahun mungkin pula lebih. Apa yang jelas bagi kita adalah Presiden maupun Mendagri tidaklah berwenang memberhentikan atau "mencopot" Kepada Daerah karena Kepada Daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentiannya pun harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD," tegas Yusril.
Yusril juga menjelaskan, kewenangan Presiden dan Mendagri hanyalah sebatas melakukan pemberhentian sementara tanpa proses.
Hal ini bisa terjadi jika diusulkan oleh DPRD karena kepala daerah yang bersangkutan terkena ancaman pidana di atas lima tahun, didakwa melakukan korupsi, makar, terorisme, atau kejahatan terhadap keamanan negara.
"Kalau dakwaan tidak terbukti dan Kepala Daerah tadi dibebaskan, maka selama masa jabatannya masih tersisa, Presiden dan Mendagri wajib memulihkan jabatan dan kedudukannya," ujar dia.
Senada dengan Yusril, pakar hukum tata negara yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan, Mendagri tidak dapat memberhentikan kepala daerah jika terkait dengan urusan Covid-19.
"Mendagri hanya dapat memberhentikan kepala daerah jika kepala daerah mengabaikan program strategis nasional, yaitu program pembangunan demi kesejahteraan nasional dengan melakukan 2 kali pemberhentian sementara dan setelah itu pemberhentian tetap berdasarkan Pasal 68 UU Pemda," ujar Feri, Jumat (20/11/2020).
"Namun untuk urusan penanganan kesehatan bukan termasuk urusan Mendagri. Mendagri tidak dapat memberhentikan kepala daerah terkait urusan Covid-19," imbuhnya.
Baca juga: Instruksi Mendagri Soal Protokol Kesehatan Bukan Fasilitas Hukum Pemberhentian Kepala Daerah
Berdasarkan UU 23 tahun 2014 tentang Pemda, Feri menjelaskan bahwa DPRD dan Mahkamah Agung yang memiliki peran memberhentikan kepala daerah.
Pemberhentian kepala daerah itu pun, kata dia, harus melalui proses di DPRD yang dapat dimulai dari hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat.
Jika dalam paripurna menyatakan pendapat DPRD menghendaki kepala daerah diberhentikan Pasal 78 UU Pemda maka ketua DPRD mengajukan perkara pemberhentian itu kepada Mahkamah Agung (MA).
"Jika MA menyetujui pendapat DPRD maka kepala daerah berhenti," kata Feri.
Terkait instruksi penegakan prokes yang diungkap Tito, Feri mengatakan pada dasarnya instruksi tersebut tidak diperlukan karena isinya hanyalah pengulangan ketentuan dari UU Pemda saja.