Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mendagri Tak Bisa Langsung Copot Kepala Daerah Hanya karena Melanggar Protokol Kesehatan Covid-19

Instruksi Mendagri soal pencopotan kepala daerah pelanggar protokol kesehatan Covid-19 dinilai gegabah dan berlebihan.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Mendagri Tak Bisa Langsung Copot Kepala Daerah Hanya karena Melanggar Protokol Kesehatan Covid-19
KompasTV
Yusril Ihza Mahendra. (KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA) 

"Makanya terdapat kata 'dapat' diberhentikan. Kata dapat dalam peraturan bermakna bisa iya dan bisa tidak. Tanpa ada instruksi itu peraturan pemberhentian memang sudah ada dan prosesnya panjang di DPRD dan MA," jelasnya.

Beda cerita, lanjutnya, jika ada kepala daerah yang terbukti melanggar UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Akan tetapi hal itu pun rumit dari segi pembuktian. Bahkan Mendagri pun disebut Feri bisa terkena pasal yang berada dalam UU tersebut.

"Kalau pakai Pasal 93 UU Kekarantinaan Kesehatan itu kan tidak hanya untuk kepala daerah saja, tapi unsurnya setiap orang. Mendagri bisa juga kena pasal itu," kata dia.

"Tapi membuktikan unsur pasal itu kan tidak mudah, karena harus ada akibatnya yaitu timbulnya darurat kesehatan dalam arti menyebarluasnya penyakit. Pertanyaannya, apakah dari kerumunan kemarin timbul darurat kesehatan, buktinya apa?" ujar Feri.

Sementara pakar otonomi daerah, Djohermansyah Djohan mengatakan, kepala daerah bisa saja diberhentikan jika tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah.

"Tidak bisa langsung dicopot, kalau langsung dicopot bahaya sekali karena kepala daerah itu dipilih oleh masyarakat," kata Djohermansyah.

Berita Rekomendasi

Pencopotan kepala daerah langsung, kata Djohermansyah hanya merugikan masyarakat. Kata dia, pemilihan kepala daerah menggelontorkan biaya yang tidak sedikit.

"Jadi kalau dicopot sayang sekali, rugi sekali negara ini membayar pesta demokrasi selama ini," beber dia.

Djohermansyah menuturkan bahwa pencopotan kepala daerah hanya dapat dilakukan ketika ia melakukan pidana.

Hal ini tertuang dalam Undang Undang nomor 23 tahun 2014 yakni seorang kepala daerah yang melakukan pidana akan diberhentikan sementara.

"Misalnya ia melakukan korupsi, dengan statusnya itu dia akan diberhentikan sementara sampai dengan kasus hukum inkrah," jelas Djohermansyah.

Selanjutnya, jika kepala daerah sudah menyelesaikan kasus hukumnya, ia masih harus dikembalikan ke pemerintah pusat untuk dibina. Di sana kepala daerah akan diberi wawasan pasca kasus hukum yang dihadapi.

"Istilah disekolahkan lagi ditarik sama pemerintah pusat untuk dilakukan pembinaan. Karena itu tanggung jawab pemerintah pusat untuk menjaga marwah pemimpin daerah," beber Djohermansyah.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas