Imigrasi dan Kejagung Pernah Diingatkan Kedatangan Djoko Tjandra pada 2015
Karena sifat NCB Interpol hanya mengingatkan, adanya prediksi DPO akan masuk ke Indonesia.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kadiv Humas Polri, Komjen (Purn) Setyo Wasisto, diselisik mengenai red notice Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra. Setyo pernah menjabat sebagai Sekretaris NCB Interpol pada 2013-2015.
Setyo mengaku pernah mengingatkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM maupun Kejaksaan Agung terkait kedatangan Djoko Tjandra ke Indonesia.
Karena, pada 2015 ada kabar orang tua Djoko Tjandra meninggal dunia.
"Saya menyurat ke Ditjen Imigrasi tanggal 12 Februari 2015. Alasan saya membuat surat karena mendapat laporan dari anggota, orang tua dari Djoko Tjandra meninggal dan disemayamkan di rumah duka di Jakarta. Kami mebyurat berdasar referensi red notice," kata Setyo saat bersaksi untuk terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/11/2020).
"Kami menjelaskan bahwa Djoko Tjandra adalah buronan DPO Kejagung. Kami juga mencantumkan ada dua identitas, karena kami mendapat ada adendum dari red notice, adanya identitas baru dari, nomor paspor dari negara Papua Nugini," imbuhnya.
Baca juga: Terima Dokumen Skandal Djoko Tjandra, KPK Kaji Kemungkinan Jerat Pihak Lain
Setyo mengaku tidak mendapat surat balasan dari Imigrasi saat itu.
Kendati demikian, saat itu ada tim yang berjaga di tempat prediksi Djoko Tjandra akan datang.
"Tidak ada surat balasan, tetapi kami langsung bergerak. Ada tim Interpol, Bareskrim, Jejagung dan Imigrasi. Kami ingat betul mendapat laporan pelaksanaan tugas kegiatan tersebut, baik di rumah duka, pemakaman, maupun di Bandara Halim. Ternyata nihil tidak diketemukan," ujar Setyo.
Purnawirawan polisi jenderal bintang tiga ini tidak mengetahui apakah nama Djoko Tjandra masuk ke dalam sistem pencekalan Imigrasi atau tidak.
Karena sifat NCB Interpol hanya mengingatkan, adanya prediksi DPO akan masuk ke Indonesia.
"Tetapi harapan kami mengingatkan, karena ada potensi Djoko Tjandra masuk ke Indonesia. Karena orang tuanya meninggal," kata dia.
Dalam perkara ini, mantan Kepala Biro Koordinator Pengawas Penyidik PNS Polri, Brigjen Prasetijo Utomo, didakwa menerima suap sebesar USD 150 ribu atau setara Rp2 miliar.
Penerimaan suap tersebut dilakukan untuk menghapus nama terpidana kasus hak tagih Bank Bali Djoko Tjandra dalam red notice Interpol Polri.
Prasetijo didakwa melanggar Pasal 5 ayat 2 juncto Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan/atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.