Ini Penjelasan Fahri Hamzah Nama Perusahaannya Disebut-sebut Terkait Ekspor Beni Lobster
Perusahaan Fahri atas nama PT Nusa Tenggara Budidaya mendapat izin ekspor benih lobster dan sempat melakukan kegiatan ekspor benih lobster.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama mantan Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah ikut menjadi perbincangan setelah KPK menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo terkait kasus dugaan korupsi benih lobster atau benur.
Sebab, perusahaan Fahri atas nama PT Nusa Tenggara Budidaya mendapat izin ekspor benih lobster dan sempat melakukan kegiatan ekspor benih lobster.
Saat dikonfirmasi, Fahri mengaku tidak pernah diminta membayar untuk lolos mendapatkan izin ekspor benih lobster.
"Tidak pernah diminta membayar," kata Fahri kepada Tribunnews, Kamis (26/11/2020).
Baca juga: Reaksi Fahri Hamzah setelah KPK Tangkap Menteri KKP Edhy Prabowo
Wakil Ketua Umum Partai Gelora itu mengatakan, bahwa perusahaannya mendapat izin ekspor secara transparan, dan verifikasi secara langsung.
"Ya secara transparan (mendapat izin ekspor benur)," ucapnya.
Dikabarkan sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penetapan ekspor benih lobster atau benur.
Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya.
Mereka yaitu Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta. (AM). Mereka bersama Edhy ditetapkan sebagai diduga penerima.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung Juang KPK, Jakarta, Rabu (25/11/2020) dini hari.
Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jangan sembarangan
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo telah diingatkan Komisi IV DPR tidak sembarangan membuat kebijakan terkait izin ekspor benih lobster atau benur.
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi IV DPR Fraksi PKS Johan Rosihan menanggapi penangkapan Edhy Prabowo oleh KPK, terkait dugaan korupsi ekspor baby lobster.
"Kami sudah mengingatkan pemerintah, agar tidak serampangan membuat keputusan membuka kembali izin ekspor benur lobster," ujar Johan.
Menurutnya, ekspor benur sebelumnya telah dilarang melalui Peraturan Menteri Kelautan Perikanan (KP) Nomor 1 Tahun 2015, dan adanya PermenKP Nomor 56 tahun 2016 yang berisi larangan penangkapan dan atau pengeluaran lobster, kepiting dan rajungan.
"Seharusnya KKP lebih berhati-hati terhadap izin ekspor benur lobster ini, karena sebelumnya telah beredar investigasi dari berbagai media terkait permainan ekspor benih lobster tersebut," paparnya.
"Dari informasi yang beredar, terdapat beberapa perusahaan yang sudah melakukan ekspor, meskipun baru mengantongi izin kurang dari dua bulan setelah izin diberikan," sambung Johan.
Johan menyebut, praktik penjualan atau ekspor benih lobster, kepiting dan rajungan memang berpotensi menimbulkan indikasi kerugian negara dan akan lebih menguntungkan negara lain, seperti Vietnam.
Di sisi lain, kata Johan, ekspor benur telah mengancam populasi lobster di Indonesia, sehingga kebijakan pembangunan berkelanjutan terhadap pengelolaan lobster harus menjadi prioritas pemerintah
"Atas kejadian ini (penangkapan Edhy), kami berharap bisa menjadi pembelajaran dan evaluasi total dalam pengelolaan lobster, supaya komoditas ini dikelola dengan tata niaga perikanan yang berorientasi pada pemberdayaan nelayan demi memperbaiki kesejahteraan nelayan kita," papar Johan.
Dicokok Usai Lawatan dari Honolulu
Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dicokok penyidik KPK usai lawatannya dari Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy ditangkap bersama istrinya serta rombongan sebanyak 12 orang terbang menggunakan pesawat Nippon Airways NH835 dan mendarat di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 23.15 WIB.
Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar menyampaikan saat ini masih menunggu informasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Kami masih menunggu informasi resmi dari pihak KPK mengenai kondisi yang sedang terjadi," ujar Sekjen Antam.
Antam menegaskan, KKP menghargai proses hukum yang sedang berjalan di lembaga anti-rasuah tersebut.
"Kami menghargai proses hukum yang sedang berjalan," tegasnya.
Mengenai pendampingan hukum atas kasus ini, KKP akan mengikuti prosedur dan ketentuan yang berlaku.
Baca juga: Sempat Terjaring OTT KPK, Iis Rosita Dewi Istri Menteri KKP Edhy Prabowo Akhirnya Dilepas
KKP mengimbau masyarakat untuk tidak berspekulasi terkait proses hukum yang sedang berjalan.
"Mari kita menunggu bersama informasi resminya seperti apa. Dan biar penegak hukum bekerja secara profesional," ujarnya.
Respon Jokowi
Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga angkat bicara terkait penangkapan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Menurut Presiden, pemerintah menghormati proses hukum terhadap pejabat negara yang saat ini tengah berjalan di KPK.
"Kita menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. Saya percaya KPK bekerja transparan, terbuka, dan profesional," ujar Presiden di Istana Merdeka, Jakarta.
Presiden menegaskan bahwa pemerintah terus dan selalu mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di tanah air.
"Pemerintah konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi," pungkasnya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Kedeputian Kantor Staf Presiden, Donny Gahral Adian mengatakan bahwa pihaknya menunggu perkembangan kasus yang menjerat Edhy di KPK tersebut.
"Kita di istana belum bisa berkomentar. Arahan pimpinan. Nunggu perkembangan di KPK seperti apa," katanya.
Menurut Donny, pemerintah menunggu kejelasan status Edhy dalam kasus tersebut sebelum mengambil keputusan.
Lagipula sampai saat ini menurutnya, status politikus Gerindra itu masih terperiksa.
"Maka itu, kita belum bisa komentar. Tunggu satu hari, setelah jelas status dari KPK seperti apa, baru kita berkomentar. Ini kan masih pemeriksaan toh," ujarnya.
Baca juga: Edhy Prabowo Jadi Tersangka KPK, Disebut Terima Rp 3,4 Miliar Melalui Staf Sang Istri
(Tribun Network/fik/ham/mam/sen/nas/wly)