Dalam Sidang Nurhadi, Kabiro Kepegawaian Ungkap Tugas dan Gaji Sekretaris MA
Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung (MA) Supatmi membeberkan tugas dan fungsi yang diemban seorang Sekretaris MA
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung (MA) Supatmi membeberkan tugas dan fungsi yang diemban seorang Sekretaris MA dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (27/11/2020).
Supatmi menjadi saksi untuk terdakwa eks Sekretaris MA Nurhadi dalam sidang lanjutan kasus suap dan gratifikasi terkait penanganan perkara di MA tahun 2011-2016.
"Kalau kewenangan jabatan Sekretaris MA memang membantu tugas-tugas, membantu Ketua MA tapi di dalam tugasnya menangani di bidang kesekretariatan," kata Supatmi.
Ditegaskan Supatmi bahwa Sekretaris MA juga tak memiliki wewenang melakukan mutasi hakim di pengadilan negeri.
Baca juga: OTT Wali Kota Cimahi, KPK Amankan 10 Orang dan Sita Dokumen Keuangan Rumah Sakit
"Kewenangan dalam mutasi hakim proses mutasi hakim apakah ada terlibat fungsi Sekretaris MA?" tanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wawan Yunarwanto.
"Tidak ada. Itu kewenangan penuh di dirjen, kalau hakim agama di Dirjen Peradilan Agama, kalau di PTUN di Dirjen Peradilan PTUN," jawab Supatmi.
Akan tetapi, Supati mengatakan, Sekretaris MA juga sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
Ia mencontohkan kasus hakim terkena hukuman lalu pemberhentiannya atas usulan Dirjen Peradilan di tandatangani Sekretaris MA.
"Salah satu contoh kalau sekretariatan di kepegawaian, kalau ada hakim kena hukuman usulan masing-masing Dirjen, cuma yang tanda tangan adalah PPK, PPK di sini Sekretaris MA," katanya.
Baca juga: Wali Kota Cimahi Diamankan KPK, Begini Cerita Warga Sekitar Kediaman Ajay M Priatna
Selain itu, Supatmi juga membeberkan besaran gaji Sekretaris MA sejak 2016 hingga saat ini.
Supatmi menyebut gaji Sekretaris MA sejak 2016 sebesar Rp 50 juta.
"Kalau yang diterima sekitar Rp 50 (juta)-an," bebernya.
Supatmi berujar, Rp 50 juta itu sudah termasuk tunjangan sebagai Eselon I, gaji pokok, dan remunerasi.
Total bersih diterima seorang Sekretaris MA adalah Rp 50 juta.
Menurutnya, besaran gaji itu sudah diterima Sekretaris MA sejak 2016.
Rp50 juta ini tidak jauh berbeda dengan gaji Sekretaris MA tahun 2016.
Baca juga: Kuasa Hukum Sebut Fakta Persidangan Tak Bisa Ungkap Aliran Suap Kepada Nurhadi
Diketahui Nurhadi terakhir menjabat sebagai Sekretaris MA pada 2016.
"Sejak tahun 2016, (gaji Rp 50 juta) yang untuk sekarang, tapi kan kenaikannya dikit untuk remunerasi saja. Di 2016 sudah berlaku segitu," ujar Supatmi.
"Terdakwa Nurhadi jabat Sekretaris MA berapa lama?" ujar Jaksa Wawan.
"Hampir 4 tahun, tapi kurang tahu persisnya sih tapi berakhir di 2016," jawab Supatmi.
Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp 83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.
Uang Rp 45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.
Awal mula gugatan, pada 27 Agustus 2010 Hiendra melalui kuasa hukumnya Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN.
Baca juga: KPK: Saudara Nurhadi Bantu Pelarian Sewaktu Buron
Hal itu sebagaimana register perkara nomor: 314/Pdt.G/2010/PN Jkt.Ut.
PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa depo container tetap sah dan mengikat.
Serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544.
Tak terima, PT KBN mengajukan banding.
Namun lagi-lagi upaya hukum mereka kandas di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun di tingkat kasasi, MA dalam putusannya nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan bahwa pemutusan perjanjian sewa-menyewa depo container adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6.805.741.317 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.
PT KBN lantas bermohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dilakukan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan aanmaning/teguran.
Mengetahui akan dieksekusi, Hiendra meminta bantuan kakaknya Hengky Soenjoto untuk dikenalkan dengan advokat Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi atau paman Rezky.
Dalam pertemuan di cafe Vin+ Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Hiendra meminta Rahmat menjadi kuasanya dalam permohonan PK perkara gugatan dengan PT KBN sekaligus mengurus penangguhan eksekusi.
Satu bulan usai pertemuan, tepatnya tanggal 20 Agustus 2014, Hiendra memberi surat kuasa kepada Rahmat sekaligus memberi uang Rp300 juta dan cek OCBC NISP atas nama PT MIT nomor NNP 218650 sejumlah Rp 5 miliar yang bisa dicairkan setelah permohonan PK didaftarkan ke MA.
Pada 25 Agustus 2014, Rahmat mendaftarkan permohonan PK dan permohonan penangguhan eksekusi.
Beberapa hari kemudian, tutur Jaksa, Hiendra mencabut kuasa yang telah diberikan dan melarang Rahmat mencairkan cek Rp 5 miliar.
"Namun pada kenyataannya Hiendra meminta terdakwa II (Rezky) yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan terdakwa I (Nurhadi) untuk pengurusan perkara tersebut, padahal diketahui pada saat itu, terdakwa II bukanlah advokat," ucap Jaksa sebagaimana surat dakwaan.
Lebih lanjut, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000.
Nurhadi disebut memerintahkan Rezky untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014-2017.
Penerimaan uang di antaranya dari Handoko Sutjitro (Rp2,4 miliar); Renny Susetyo Wardani (Rp2,7 miliar); Donny Gunawan (Rp7 miliar); Freddy Setiawan (Rp23,5 miliar); dan Riadi Waluyo (Rp1.687.000.000).