KPK Perpanjang Masa Penahanan 2 Staf Khusus Edhy Prabowo
KPK memperpanjang masa penahanan dua staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan dua staf khusus Menteri Kelautan dan Perikanan nonaktif Edhy Prabowo, Amiril Mukminin (AM) dan Andreau Pribadi Misata (APM).
Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan perpanjangan masa tahanan Amiril dan Andreau dimulai sejak 16 Desember 2020 sampai 24 Januari 2021.
"Hari ini dilakukan perpanjangan penahanan terhadap 2 orang tersangka yaitu APM dan AM masing-masing selama 40 hari untuk kasus dugaan suap oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (15/12/2020).
Baca juga: Gerindra Dinilai Tak Etis Ajukan Pengganti Edhy Prabowo di Kabinet Jokowi
Sebagaimana diketahui, Amiril dan Andreau merupakan penghuni rumah tahanan (rutan) cabang KPK pada Rutan Gedung Merah Putih KPK.
"Perpanjangan penahanan dilakukan karena penyidik saat ini masih dalam proses melengkapi berkas perkara para tersangka tersebut," kata Ali.
Dalam perkara ini KPK menetapkan total tujuh orang sebagai tersangka.
Baca juga: Masa Penahanan Menteri Edhy Prabowo Diperpanjang
Enam orang sebagai penerima suap yakni Edhy Prabowo; stafsus Menteri KP, Safri, Andreau Pribadi Misata, dan Amiril Mukminin; Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadi; dan staf istri Menteri KP, Ainul Faqih.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak pemberi suap adalah Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito.
Baca juga: Ajudan dan 2 Sekretaris Pribadi Edhy Prabowo Mangkir dari Pemeriksaan KPK
Ia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasusnya, Edhy Prabowo diduga melalui staf khususnya mengarahkan para calon eksportir untuk menggunakan PT ACK bila ingin melakukan ekspor. Salah satunya adalah perusahaan yang dipimpin Suharjito.
Perusahaan PT ACK itu diduga merupakan satu-satunya forwarder ekspor benih lobster yang sudah disepakati dan dapat restu dari Edhy.
Para calon eksportir kemudian diduga menyetor sejumlah uang ke rekening perusahaan itu agar bisa ekspor.
Uang yang terkumpul diduga digunakan untuk kepentingan Edhy Prabowo.
Salah satunya ialah untuk keperluan saat ia berada di Hawaii, Amerika Serikat.
Edhy diduga menerima uang Rp3,4 miliar melalui kartu ATM yang dipegang staf istrinya.
Selain itu, ia juga diduga pernah menerima 100 ribu dolar AS yang diduga terkait suap.
Adapun total uang dalam rekening penampung suap Edhy Prabowo mencapai Rp9,8 miliar.