KPK Perpanjang Masa Penahanan Wali Kota Nonaktif Cimahi Ajay Muhammad
Keduanya akan ditahan lagi selama 40 hari kedepan, dimulai 18 Desember 2020 sampai dengan 26 Januari 2021.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan dua tersangka kasus dugaan suap terkait dengan perizinan proyek pembangunan Rumah Sakit Umum Kasih Bunda di Kota Cimahi Tahun Anggaran 2018-2020.
Mereka ialah Wali Kota nonaktif Cimahi Ajay Muhammad Priatna dan Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan.
Keduanya akan ditahan lagi selama 40 hari kedepan, dimulai 18 Desember 2020 sampai dengan 26 Januari 2021.
"AJM (Ajay Muhammad Priatna) ditahan di Rutan Polres Metro Jakarta Pusat sedangkan tersangka HY (Hutama Yonathan) ditahan di Rutan Polda Jakarta Raya," kata Plt Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Kamis (17/12/2020).
Ali mengatakan, saat ini penyidik KPK masih akan terus melengkapi berkas perkara Ajay dan Hutama.
Dalam kasus ini, Ajay Muhammad Priatna selaku Wali Kota Cimahi diduga telah menerima suap sebesar Rp1,66 miliar dari Komisaris RSU Kasih Bunda Hutama Yonathan dalam lima kali tahapan dari kesepakatan suap sebesar Rp3,2 miliar.
Suap itu diduga diberikan Hutama kepada Ajay untuk memuluskan perizinan proyek pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda dengan mengajukan revisi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) kepada Dinas Penanaman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi.
Baca juga: Korupsi Wali Kota Ajay Priatna, KPK Sita Dokumen dari 2 Pejabat Pemkot Cimahi
Suap sebesar Rp3,2 miliar yang disepakati Ajay dan Hutama merupakan 10% dari Rencana Anggaran Biaya (RAB) pembangunan gedung tambahan RSU Kasih Bunda.
Atas tindak pidana yang diduga dilakukannya, Ajay yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara Hutama Yonathan yang diduga menjadi pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.