MK Telah Terima 82 Permohonan Sengketa Hasil Pilkada 2020
Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 82 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada 2020, Senin (21/12/2020).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerima 82 permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilkada 2020, Senin (21/12/2020).
Jumlah tersebut melonjak hampir dua kali lipat dibanding, Jumat (18/12/2020) sore.
MK sebelumnya baru menerima sekitar 40 permohonan PHPU.
Baca juga: HASIL Pilkada Jawa Timur 2020 Data KPU Minggu Malam: Suara Masuk di Seluruh Daerah Sudah 100%
"Sudah 82 (permohonan) sekarang," ujar Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri MK Fajar Laksono saat dikonfirmasi, Senin (21/12/2020).
Fajar menerangkan, dari jumlah permohonan itu paling banyak terkait pemilihan bupati yakni sebanyak 74 permohonan PHPU, sementara pemilihan wali kota terdapat delapan permohonan.
Sejauh ini, dari sembilan pemilihan gubernur (pilgub) yang digelar pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, belum ada satu pun yang mengajukan permohonan PHPU ke MK.
Syarat Mengajukan Gugatan Sengketa Pilkada ke MK
Sebanyak 270 daerah yang terdiri dari 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota, menggelar pemungutan suara Pilkada Serentak 2020, Rabu (9/12/2020).
Meski sempat menuai penolakan publik karena Pilkada Serentak tersebut digelar di tengah pandemi Covid-19, namun pemerintah, DPR, dan KPU tetap sepakat melanjutkan proses Pilkada Serentak tersebut.
Dari data KPU ada sekitar 100,3 juta orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2020.
Dari jumlah tersebut, KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen.
Baca juga: Ungkapan PDI Perjuangan Atas Kemenangan di Pilkada Surabaya, Banyuwangi, Solo, Semarang hingga Medan
Setelah pemungutan suara hari ini, proses Pilkada akan melalui beberapa tahapan lagi sebelum nantinya para kepala daerah terpilih dilantik.
Salah satu proses yang akan dilalui adalah pengajuan gugatan sengketa ke Mahkamah Konsitusi (MK) bagi kontestan yang tidak puas dengan hasil penghitungan suara yang dilakukan KPU.
Namun demikian, tidak semua gugatan yang akan diproses MK.
Berdasarkan Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 tentang Tata Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi jika gugatan sengketa Pilkada yang diajukan ingin diproses MK.
Baca juga: Pilkada Tangsel, Data Masuk 99,67 Persen, Benyamin-Pilar Unggul versi Hitung Cepat Charta Politika
Di antaranya adalah syarat selisih suara.
Dalam Lampiran V Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 itu dijelaskan mengenai persyaratan selisih suara yang bisa digugat ke MK.
Syarat gugatan pemilihan gubernur:
- Untuk provinsi dengan penduduk kurang dari 2 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk 2 juta-6 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk 6 juta-12 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
- Untuk provinsi dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.
Syarat gugatan pemilihan bupati/wali kota:
- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk kurang dari 250 ribu jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 2 persen dari total suara sah.
- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 250 ribu jiwa-500 ribu jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1,5 persen dari total suara sah.
- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah penduduk 500 ribu jiwa- 1 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 1 persen dari total suara sah.
- Untuk kabupaten/kota dengan jumlah lebih dari 1 juta jiwa, gugatan bisa diajukan bila selisih perolehan suara paling banyak sebesar 0,5 persen dari total suara sah.
Baca juga: Tingkat Kepatuhan Protokol Covid-19 Saat Pilkada 89 Persen Lebih, Doni Monardo: Jangan Kita Puas
Bila selisih suara di luar rentang perhitungan di atas, MK dipastikan tidak akan menerima permohonan gugatan yang diajukan oleh kontestan manapun.
MK sendiri hanya akan mengadili gugatan terkait perselisihan suara.
Hal itu sesuai dengan tugas dan wewenang MK yang diatur dalam UU Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang kemudian diubah dengan UU Nomor 8 tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 7 Tahun 2020 Tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pengajuan permohonan gugatan sengketa selisih suara Pilkada 2020 bisa dilakukan mulai 13 Desember 2020 hingga 5 Januari 2021 untuk pemilihan bupati/wali kota, dan mulai 16 Desember 2020 hingga 6 Januari 2021 untuk pemilihan gubernur.
Di luar gugatan terkait perselisihan suara, misalnya gugatan kecurangan pemilu, bisa diajukan lewat jalur non-MK, seperti Bawaslu, DKPP, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau pidana, yakni lewat Kepolisian.