Diduga Terkait Gibran Rakabuming, KPK Bakal Proses Siapa Saja yang Terlibat Kasus Bansos
Nurul Ghufron memastikan bakal memproses hukum siapa pun yang terlibat dalam kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) Covid-19
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memastikan bakal memproses hukum siapa pun yang terlibat dalam kasus dugaan suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Termasuk soal dugaan keterlibatan putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang disebut merekomendasikan PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk atau PT Sritex dalam pengadaan goodie bag bansos di Kementerian Sosial.
"Bagi KPK sekali lagi, KPK akan tegas melakukan proses hukum secara profesional, siapapun itu KPK akan menegakkan," ucap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (21/12/2020).
Baca juga: Fakta di Balik Viralnya Video Paket Bansos Covid-19 Terbengkalai di Pulogadung, Ini Kata Polisi
Ia menuturkan, pada prinsipnya komisi antikorupsi bakal menerima informasi yang diberikan oleh siapapun terkait penegakan korupsi, khususnya perkara bansos ini.
Baca juga: Reaksi Gibran saat Dikabarkan Terlibat Kasus Korupsi Bansos: Ya, Tangkap Saja Kalau Salah
"Termasuk kepada siapapun, termasuk yang dipertanyakan keberadaan Saudara Gibran Rakabuming," tutur Ghufron.
Ia pun menyatakan, KPK bakal menelusuri informasi tersebut bahkan tak menutup kemungkinan melakukan proses penyelidikan.
"Sekali lagi semua itu informasi, dan KPK akan tetap melaksanakannya, melakukan proses hukum baik penelusuran keberadaan tersebut melalui proses penyelidikan," imbuhnya.
Meski begitu, Ghufron mengatakan, KPK bakal melakukan penyaringan terhadap informasi menyangkut perkara yang menyeret Menteri Sosial Juliari Peter Batubara tersebut.
"Nanti apakah kemudian informasi itu adalah informasi yang memerlukan pendalaman atau tidak, perlu didalami atau tidak, berkenan tersebut ada buktinya atau tidak, semua akan kami tindaklanjuti," katanya.
Sebelumnya, Gibran Rakabuming Raka membantah telah merekomendasikan PT Sritex untuk mendapat proyek pengadaan goodie bag bansos sembako Covid-19 di Kementerian Sosial.
“Enggak pernah seperti itu, itu berita yang tidak benar,” kata Gibran dalam keterangan video yang diterima Tribunnews.com, Senin (21/12/2020).
Gibran mempersilakan para pihak yang tidak mempercayai hal tersebut untuk menelusurinya ke KPK maupun PT Sritex.
“Ya nanti silakan aja dikroscek ke KPK, kroscek ke Sritex, kayaknya pihak Sritex juga sudah mengeluarkan statment,” katanya.
Diketahui, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos serta dua pihak swasta bernama Ardian Iskandar Maddanatja dan Harry Van Sidabukke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek.
Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemensos dalam pengadaan paket bansos Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.
Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan.
Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko Santoso.
Fee untuk setiap paket bansos disepakati oleh Matheus dan Adi Wahyono sebesar Rp10 ribu per paket sembako dari nilai Rp300 ribu per paket bansos.
Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian Iskandar Maddanatja, Harry Van Sidabukke, dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.
Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.
Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari P Batubara melalui Adi dengan nilai sekitar Rp8,2 miliar.
Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N, selaku orang kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang "fee" dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan Juliari P Batubara.
Atas dugaan tersebut, Juliari P Batubara disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Adapun Ardian IM dan Harry Sidabukke yang diduga pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.