Pro Kontra Hukuman Kebiri, Ahli: Akan Efektif Jika Dilakukan Tepat Sasaran dan Komprehensif
Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel memberikan pandangannya soal hukuman kebiri di Indonesia.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Whiesa Daniswara
Dalam PP Kebiri Kimia, pelaku kekerasan seksual terhadap anak terdiri dari pelaku persetubuhan dan pelaku perbuatan cabul.
Tindakan kebiri kimia yang disertai rehabilitasi hanya dikenakan kepada pelaku persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: Pakar Angkat Bicara Soal Hukuman Kebiri Kimia untuk Pelaku Pelecehan Seksual Anak, Efektifkah?
Baca juga: KPAI: PP Kebiri Kimia Alat untuk Tegakkan Hukum Bagi Pelanggar Hak Anak
Sementara itu, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan pengumuman identitas pelaku diberikan baik kepada pelaku persetubuhan maupun pelaku perbuatan cabul.
Tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik dikenakan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan setelah terpidana menjalani pidana pokok.
Pelaku baru dapat diberikan tindakan kebiri kimia apabila kesimpulan penilaian klinis menyatakan bahwa pelaku persetubuhan layak dikenakan tindakan kebiri kimia.
Selain itu, pelaku tidak semata-mata disuntikkan kebiri kimia, namun harus disertai rehabilitasi untuk menekan hasrat seksual berlebih pelaku dan agar perilaku penyimpangan seksual pelaku dapat dihilangkan.
"Rehabilitasi yang diberikan kepada pelaku yang dikenakan tindakan kebiri kimia berupa rehabilitasi psikiatrik, rehabilitasi sosial, dan rehabilitasi medik,” ujar Nahar.
Lebih lanjut Nahar menjelaskan, tindakan kebiri kimia merupakan pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain, yang dilakukan kepada pelaku persetubuhan yang pernah dipidana karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
Tindakan kebiri kimia dikenakan apabila pelaku melakukan kekerasan seksual terhadap lebih dari 1 (satu) orang korban, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia.
Nahar juga menambahkan, pelaksanaan tindakan kebiri kimia, tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah Jaksa.
Baca juga: FAKTA Pernikahan Syekh Puji dengan Bocah 7 Tahun, Dilaporkan ke Polda Jateng hingga Terancam Kebiri
Baca juga: Komnas Perlindungan Anak: Pelaku Pedofilia di Gereja Depok Layak Dikebiri!
Terhadap pelaku akan dikenakan pemasangan alat pendeteksi elektronik agar tidak melarikan diri dan pengumuman identitas selama 1 (satu) bulan kalender melalui papan pengumuman, laman resmi kejaksaan, media cetak, media elektronik dan/atau media sosial yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kemen PPPA.
Adapun PP Nomor 70 tahun 2020 ini juga mengamanahkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM serta Kementerian Sosial untuk menyusun Peraturan Menteri yang berisi tata cara dan prosedur teknis pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku.
Kasus kekerasan seksual merupakan kejahatan serius yang mengingkari hak asasi anak, menimbulkan trauma bagi korban dan keluarga, menghancurkan masa depan anak serta mengganggu ketentraman dan ketertiban masyarakat.
Berdasarkan Laporan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada periode 1 Januari 2020 hingga 11 Desember 2020, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 5.640 kasus
(Tribunnews.com/Endra Kurnaiwan/:Rina Ayu Panca Rini)