Jaksa Kasus Suap Pinangki Belikan Adik Mobil Mercy, Ajak Jalan-jalan ke Singapura dan Amerika
Dalam kesaksiannya, Pungki mengaku sering diberi uang oleh sang kakak dan bahkan pernah dibelikan mobil mewah bermerk Mercedes-Benz pada 2017 silam.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa kasus suap Pinangki Sirna Malasari memiliki adik bernama Pungki Primarini. Pungki ikut bersaksi dalam sidang Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra terkait kasus pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA).
Dalam kesaksiannya, Pungki mengaku sering diberi uang oleh sang kakak dan bahkan pernah dibelikan mobil mewah bermerk Mercedes-Benz pada 2017 silam oleh Pinangki yang kala itu masih bertugas sebagai Jaksa di Kejaksaan Agung.
”Apakah saudara pernah diberikan sesuatu oleh Pinangki?" tanya Hakim Ketua Muhammad Damis kepada Pungki di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (7/1/2021).
"Mobil pernah, saat 2017 mobil Mercy (Mercedes-Benz)," jawab Pungki.
Pungki mengatakan dirinya juga mengaku kerap diberi uang oleh Pinangki. Namun dia mengatakan hal itu wajar karena Pinangki adalah kakaknya.
Baca juga: Saksi Mengaku Ponsel Miliknya Diminta Jaksa Pinangki agar Tak Disita Kejaksaan
"Uang jajan. Sewajarnya kakak-beradik," ujar Pungki. Tak hanya itu, Pungki juga mengaku sering diajak oleh Pinangki ke luar negeri.
Dia pernah diajak ke Amerika Serikat dan Singapura. "Pernah (ke luar negeri bersama) ke Singapura dan Amerika," ucap Pungki.
Baca juga: Suami Jaksa Pinangki Mengaku Tak Tahu Soal Foto-foto Uang Asing di Laptop Pribadinya
Sebagai adik, Pungki ternyata ikut membantu mengurusi keuangan Pinangki ketika yang bersangkutan memiliki seorang anak.
Pungki mengaku dirinya diminta tolong untuk mengurus keuangan rumah tangga kakaknya sejak 2016.
Karena ikut mengurusi keuangan, Pungki pun tahu pengeluaran untuk biaya hidup rumah tangga sang kakak.
Baca juga: Duga Pinangki dan Andi Irfan Jaya Beri Kesaksian Palsu, Hakim: Kami Duduk di Sini Bukan Baru Kemarin
Dalam periode 2019-2020, Pungki menyebut pengeluaran Pinangki per bulan mencapai Rp 80 juta.
Pengeluaran tersebut termasuk untuk membayar gaji bulanan pembantu rumah tangga Pinangki yang bekerja di rumah Sentul serta di dua apartemen Jakarta.
"BAP [Berita Acara Pemeriksaan] saudara menerangkan juga ikut bantu mengurus keuangan Pinangki Sirna Malasari. Bisa dijelaskan?" tanya Jaksa.
"Dimulai ketika kakak saya sudah punya putra tahun 2016, saya diminta bantu urus gaji karyawan dan tagihan rumah tangga," jawab Pungki.
"Di Sentul ada dua, di apartemen ada lima atau enam (karyawan). Kurang lebih Rp70 juta sampai Rp80 juta (per bulan)," terang Pungki.
Sebelumnya dalam persidangan 30 November 2020 lalu, Pungki menyebut kakaknya mempunyai asisten rumah tangga, sopir, babysitter (pengasuh bayi) hingga perawat orang tua yang digaji Rp3 juta sampai Rp7,5 juta.
Pungki mengaku tidak mengetahui asal-usul sumber uang tersebut dan tidak mengetahui besaran gaji Pinangki sebagai seorang jaksa.
Foto Uang Dolar
Selain Pungki, sidang kemarin juga menghadirkan suami Pinangki, AKBP Napitupulu Yogi Yusuf sebagai saksi.
Jaksa penuntut umum mengonfirmasi kebenaran foto uang dolar yang berada di laptop Yogi Yusuf. Jaksa mengonfirmasi apakah uang di foto tersebut milik Pinangki.
Awalnya Yogi membenarkan jika Macbook miliknya disita oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus Pinangki dalam upaya pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra.
Yogi mengatakan Macbook itu miliknya dan dia pakai jika ada pekerjaan di kantor.
"Laptop itu bukan laptop bagus. Bukan laptop utama, karena saya pakai PC. Laptop itu saya gunakan kalau buat slide, saya gunakan itu bagus untuk slide," ujar Yogi.
Jaksa lantas mengonfirmasi soal file berisi foto uang dolar yang ada di dalam laptop Yogi. Yogi mengaku tidak tahu. Menurut Yogi, Pinangki tidak pernah memakai laptop itu.
"Dalam laptop Saudara yang disita ada foto-foto uang dolar, apa Saudara tahu foto di Macbook Apple Saudara?" tanya jaksa.
"Itu juga ditanyakan pada saat penyidikan. Maka saya katakan saya nggak tahu foto itu, saya tahu baru saat diberitahu jaksa penyidik," kata Yogi.
"Apa Pinangki pernah pakai laptop itu?" tanya jaksa lagi. "Saya nggak pernah lihat Pinangki pakai itu," jawab Yogi.
Selain dikonfirmasi mengenai foto uang dolar, Yogi juga dikonfirmasi soal foto-foto Pinangki bertemu Rahmat dan Djoko Tjandra.
Yogi mengaku tahu foto itu setelah viral di media sosial. "Saya tahu masalah ini viral foto Pinangki sama Pak Djoko Tjandra, sama Pak Rahmat, dan Bu Anita. Saya nggak tahu ada itu," ucap Yogi.
Dalam perkara ini, Djoko Tjandra didakwa menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA).
Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.
Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu (Rp7,35 miliar).
Jaksa menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko Tjandra. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.
Jaksa menyebut Djoko Tjandra melakukan pemufakatan jahat bersama Pinangki Sirna Malasari dan Andi Irfan Jaya.
Jaksa mengatakan Djoko Tjandra melakukan pemufakatan jahat karena menjanjikan pemberian uang USD 10 juta ke pejabat Mahkamah Agung (MA) dan Kejaksaan Agung (Kejagung) berkaitan fatwa MA.
Selain menyuap Pinangki, Djoko juga didakwa menyuap dua jenderal polisi senilai Rp8,31 miliar guna membantu menghapus namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO).
Dua jenderal polisi yang dimaksud yaitu mantan Kepala Divisi Hubungan International Polri, Irjen Napoleon Bonaparte dan mantan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.
Djoko Tjandra didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP dan pasal 15 Jo Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(tribun network/dng/dod)