Dugaan Kronologi Sriwijaya Air SJ 182 Jatuh: Mesin Masih Hidup sebelum Hantam Laut, Elevator Copot
Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh di laut pada Sabtu (9/1/2021) lalu. Pesawat tersebut diduga tidak mengalami ledakan saat berada di udara.
Penulis: Daryono
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh di laut pada Sabtu (9/1/2021) lalu.
Pesawat tersebut diduga tidak mengalami ledakan saat berada di udara.
Sementara pengamat penerbangan menyebut kemungkinan elevator copot.
Hingga saat ini, bagaimana sebenarnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh ke laut masih menjadi misteri.
Kepastian akan kronologi jatuhnya Sriwijaya Air SJ 182 beserta penyebabnya diperkirakan akan terungkap saat Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) telah menyelesaikan investigasi melalui kotak hitam atau black box Sriwjaya Air SJ 182.
Meski demikian, sejumlah pendapat dan dugaan mengenai kronologi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182 disampaikan oleh sejumlah pihak.
Diduga mesin pesawat dalam kondisi hidup dan pesawat tidak meledak sebelum akhirnya terjun ke laut.
Berikut rangkumannya sebagaimana dihimpun Tribunnews.com, Selasa (12/1/2021).
1. Diduga Tidak Meledak, Mesin Masih Hidup
Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono menduga mesin pesawat Sriwijaya Air SJ 182 masih hidup sebelum akhirnya pesawat terjun ke laut.
Dugaan itu dikemukakan berdasar fakta pesawat tercatat berada pada ketinggian 250 kaki sebelum hilang kontak.
Baca juga: KNKT Perkirakan Butuh Waktu 2 Sampai 5 Hari Untuk Unduh Data FDR Pesawat Sriwijaya Air SJ-182
Hal itu terekam dalam data radar (ADS-B) dari Perum Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (Airnav Indonesia).
"Terekamnya data sampai dengan 250 kaki, mengindikasikan bahwa sistem pesawat masih berfungsi dan mampu mengirim data," kata Soerjanto dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (11/1/2021) sebagaimana diberitakan Kompas.com.
Berdasar data itu, lanjut Soerjanto, Sriwijaya Air take off pada pukul 14.36 WIB.
Pesawat kemudian terbang ke arah barat laut dan mencapai ketinggian 10.900 kaki pada pukul 14.40 WIB.
Namun, pesawat menurun dan data terakhir menunjukkan pesawat berada di ketinggian 250 kaki hingga akhirnya tak terpantau radar.
Soerjanto juga menduga pesawat tidak meledak sebelum terjun ke laut.
Baca juga: Kotak Hitam Sriwijaya Air SJ-182 yang Ditemukan Adalah FDR
Hal ini didasarkan pada adanya sebaran puing-puing pesawat dengan besaran lebar 100 meter dan panjang 300-400 meter yang didapat dari KRI Rigel.
"Luas sebaran ini konsisten dengan dugaan pesawat tidak mengalami ledakan sebelum membentur air," jelasnya.
Dugaan ini diperkuat dengan temuan Basarnas berupa mesin turbine disc dengan fan blade yang mengalami kerusakan.
"Kerusakan pada fan blade menunjukkan bahwa kondisi mesin masih bekerja saat mengalami benturan. Hal ini sejalan dengan dugaan sistem pesawat masih berfungsi sampai dengan pesawat pada ketinggian 250 kaki," ungkap dia.
Baca juga: Keluarga Kenang Permintaan Terakhir Pramugari Sriwijaya Air pada Orangtua : Ma, Mia Mau Berangkat
2. Pengamat Penerbangan Sebut Kemungkinan Elevator Copot
Dikutip dari TribunTimur, pengamat penerbangan Andi Isdar Yusuf menduga jatuhnya pesawat Sriwijaya Air disebabkan oleh elevator yang copot.
Lepasnya elevator itu mengakibatkan pesawat terjun bebas ke laut.
Menurut Andi, elevator adalah kompartemen penting dalam penerbangan.
Ketika elevator lepas, pilot tak bisa berbuat banyak.
“Dugaan saya, elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 copot. Ini kompartemen penting dalam pesawat."
"Kalau ini copot, pilot tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Andi Isdar Yusuf via telepon, Senin (11/1/2021) pagi.
Baca juga: 12 Tahun Jadi Penyelam, Ajie Pernah Evakuasi Rp 30 Miliar dari Laut Hingga Ikat Jenazah di Badan
Andi mengatakan, begitu elevator copot, pesawat terjun ke laut.
Ia menduga pesawat menghantam hingga ke dasar laut mengingat kedalaman laut yang dangkal sekira 23 meter.
Alumnus Universitas Hasanudin ini melanjutkan, elevator yang ia maksud terletak di bagian belakang pesawat.
“Letaknya itu di belakang, saya horisontal di ekor pesawat,” kata dia.
Elevator berbentuk sirip horizontal yang memiliki fungsi kontrol mengarahkan badan pesawat naik atau turun.
Baca juga: Mereka yang Selamat Meski Namanya Masuk di Manives dan Mereka yang Jadi Korban karena Pindah Pesawat
Selanjutnya mengangkat atau menurunkan ketinggian pesawat dengan mengubah sudut kontak sayap pesawat.
“Jadi elevator itu naik-turun. Dulu digerakkan pakai kabel, sekarang sudah nirkabel, otomatis," ujarnya.
"Saya menduga, elevatornya itu copot karena perawatan yang tidak maksimal.
"Itu kan semacam engsel yang bergerak naik-turun, bisa saja karatan, atau hal lain."
"Makanya faktor perawatan sangat penting,” jelas Andi Isdar Yusuf.
Baca juga: Tinggalkan Anak Istri untuk Misi Kemanusiaan, Cerita Penyelam Relawan Pencari Sriwijaya Air SJ 182
Bila elevator bergerak ke atas, kontak elevator dengan udara akan menekan turun bagian ekor pesawat, secara otomatis, hidung pesawat akan mengarah ke atas.
Ini akan menyebabkan sayap pesawat mengangkat ketinggian badan pesawat karena sudut kontak sayap pesawat dengan udara bertambah. Demikian pula sebaliknya.
“Coba bayangkan, di ketinggain ribuan meter, dengan kecepatan tinggi, elevator Sriwijaya Air SJ-182 yang begitu signifikan fungsinya copot atau tidak berfungsi,” kata Andi Isdar Yusuf.
Baca juga: 12 Tahun Jadi Penyelam, Ajie Pernah Evakuasi Rp 30 Miliar dari Laut Hingga Ikat Jenazah di Badan
Beda jika salah satu mesin yang rusak atau tidak berfungsi.
Jika kondisi ini yang terjadi, kata Andi Isdar Yusuf, maka pilot masih punya waktu untuk melakukan kontak dengan pihak luar..
“Dan pasti, jika salah satu mesin yang rusak, pilot akan kembali. Yang seperti ini sering kami alami dulu dan pilot pasti kembali.
"Tapi kalau elevator yang rusak, copot, tidak ada pilihan, langsung terjun bebas itu pesawat,” jelas Andi Isdar Yusuf.
Lebih lanjut, Andi Isdar Yusuf mengatakan, sebenarnya elevator Pesawat Sriwijaya Air SJ82 sudah berfungsi dan kondisi pesawat sudah melewati masa krusial penerbangan.
Baca juga: Keluarga Kenang Permintaan Terakhir Pramugari Sriwijaya Air pada Orangtua : Ma, Mia Mau Berangkat
Karena suDah mengangkasa. Sebab, masa krusial dan saat paling kritis dalam penerbangan adalah ketika pesawat akan naik. Dan ini hanya seper sekian detik.
“Begitu pesawat sudah... tek, naik, itu berarti elevator sudah berfungsi dan masa kritis berakhir."
"Tapi mungkin ini elevatornya copot saat sudah naik ribuan meter,” kata Andi Isdar Yusuf.
Baca juga: BREAKING NEWS: Tim DVI Kembali Berhasil Identifikasi 3 Korban Sriwijaya Air SJ-182, Ini Nama-namanya
Meski demikian, Andi Isdar Yusuf menegaskan, penyebab Sriwijaya Air SJ 182 jatuh belum bisa dipastikan.
Semua pihak harus menunggu hasil kajian KNKT, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sebagai pihak berwenang.
“Setelah itu dicari kotak hitam. Nah, setelah semuanya itu, barulah dilakukan pengkajian penyebab jatuhnya."
"Dan hasil kajian NKT itulah yang akan mengungkap penyebab sriwijaya air jatuh."
"Jadi kita tunggu hasil kajian KNKT tentang penyebab Swirijaya Air Jatuh,” kata Andi Isdar Yusuf.
(Tribunnews.com/Daryono) (Sumber: Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya, TribunTimur, AS Kambie)