Proses Pencarian CVR Sriwijaya Air SJ 182 Terkendala Matinya Sinyal dan Faktor Cuaca
Suryo mengatakan, proses pencarian tersebut terkendala karena CVR tersebut tidak lagi memancarkan sinyal.
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga sepekan lebih hilangnya pesawat Sriwijaya Air rute Jakarta-Pontianak di kawasan perairan Pulau Seribu, Cockpit voice recorder (CVR) atau perekam suara kokpit black box pesawat dengan nomor penerbangan SJ182 itu belum juga ditemukan.
Sampai kemarin tim SAR gabungan terus melakukan pencarian CVR di titik lokasi Pesawat Sriwijaya SJ-182 jatuh di perairan Kepulauan Seribu.
"Kemarin ada informasi CVR sudah ditemukan. Tapi itu kalau saya lihat dan saya konfirmasi dengan pihak KNKT merupakan casing-nya CVR tersebut, terlepas dari bagian utamanya," kata Deputi Bidang Operasi Pencarian dan Pertolongan dan Kesiapsiagaan Basarnas, Bambang Suryo Aji di Terminal JICT2, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Minggu (17/1/2021).
Meskipun casing CVR terlepas dari bagian utamanya, namun informasi dari KNKT bahan bagian terpenting dari CVR kuat, sehingga tidak mudah pecah meski sudah terpisah dari casing.
Baca juga: Hari Ke-9, RIB Basarnas Bawa 1 Kantung Serpihan Sriwijaya Air SJ 182 ke Posko JICT II
Suryo mengatakan, proses pencarian tersebut terkendala karena CVR tersebut tidak lagi memancarkan sinyal.
"Persoalannya sinyalnya yang ada di CVR itu sudah tidak memunculkan sinyal, sehingga pencarian dengan finder locator ini sudah tidak bisa seperti itu," kata Suryo.
Untuk diketahui, dalam CVR terdapat komponen underwater locator beacon (ULB) atau yang juga disebut underwater acoustic beacon.
ULB tersebut dapat memancarkan sinyal 'Ping' yang bisa dilacak apabila pesawat jatuh ke dalam air. Sinyal ini mampu bekerja di kedalaman 6.000 meter selama tiga bulan.
Dalam kasus CVR Sriwijaya Air SJ182, ULB ditemukan terpisah dari CVR.
Dengan demikian, CVR tak lagi bisa dilacak melalui sinyal dari ULB tersebut dan harus dilakukan secara manual.
Selain sinyal yang mati, kendala lain terkait proses pencarian CVR adalah faktor cuaca yang membuat arus di bawah laut sangat kencang.
"Cuaca yang menjadi persoalan sekarang adalah memang cuaca, karena di tempat lokasi itu selain angin dan arus bawah itu yang cukup kencang mempengaruhi kita untuk melaksanakan pencarian khususnya untuk pencarian CVR maupun bagian body part," kata dia.
Menurut Suryo, pencarian terhadap CVR saat ini yang paling efektif adalah menggunakan robot bawah laut (ROV) milik Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Masalahnya, ROV bisa maksimal digunakan ketika dipakai pada malam hari.
Baca juga: Lima Lagi Korban Sriwijaya Air SJ 182 Teridentifikasi, Salah Satunya Bayi Berusia 11 Bulan
"Yang terbaik adalah pada saat malam hari ketika tim penyelam sudah berkurang. Dia membutuhkan suasana di kedalaman itu yang jernih, sehingga bisa maksimal melihat barang-barang yang ada di bawah," jelasnya.
Sebelumnya TNI AL telah menemukan beberapa bagian dari CVR. Bagian tersebut adalah casing CVR dan underwater locator beacon (ULB).
Sementara itu, bagian memori yang menjadi komponen utama CVR belum ditemukan.
Adapun untuk FDR atau flight data recorder black box SJ182 sudah lebih dulu ditemukan dan sudah diunduh datanya.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Kerja (KNKT) Soerjanto Tjahjono mengatakan hasil unduhan tersebut tengah dianalisis.
Tim SAR gabunhan sendiri saat ini masih terus melakukan pencarian.
Pada Sabtu (16/1/2021) ROV milik BPPT telah dikerahkan untuk mencari CVR, tapi belum membuahkan hasil.
Proses pencarian serpihan dan korban pesawat Sriwijaya Air SJ 182 akan berakhir Senin (18/1/2021) ini.
Suryo mengatakan, Basarnas akan melihat hasil pencarian hari ini sebelum melakukan evaluasi.
Setelah dilakukan evaluasi, akan ditentukan apakah operasi pencarian bakal dilakukan atau tidak.
"Kita lihat hasil nanti karena kan perpanjangan pertama itu kan sampai dengan hari Senin. Nanti akan kita evaluasi bagaimana, apakah mau diperpanjang atau tidak. Menunggu hasil evaluasi besok," katanya.(tribun network/sat/dod)