Anemia Pada Remaja Putri Berisiko Tingkatkan Stunting
Menko PMK Muhadjir Effendy mengatakan anemia pada remaja juga perlu mendapat perhatian.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah menaruh perhatian penting terhadap upaya pembangunan sumber daya manusia (SDM) terkait masalah stunting dan pemenuhan gizi bagi generasi muda Indonesia untuk mencegah anemia.
Kendati masih dalam situasi pandemi Covid-19, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan anemia pada remaja juga perlu mendapat perhatian.
Alasannya, remaja yang mengalami anemia cenderung akan merasa lemah dan lemas sehingga malas dan lambat beraktivitas, termasuk dalam menyelesaikan masalah.
Baca juga: Peran Pos Yandu Menurunkan Stunting di Masa Pandemi Covid-19
“Kalau saat masa remaja sudah memiliki anemia, maka berpeluang menderita anemia saat hamil (setelah menikah). Kondisi ini akan semakin buruk sebab pada saat hamil dibutuhkan gizi yang lebih banyak,” kata Muhadjir dalam webinar Hari Gizi Nasional ke-61, Jumat (22/1/2021).
Disebutkan, anemia merupakan salah satu dari tiga beban masalah gizi di Indonesia selain malnutrisi dan obesitas.
Anemia terjadi akibat kondisi kekurangan zat besi (Fe) yang tidak hanya menjadi masalah bagi Indonesia tetapi juga banyak dialami negara-negara di Asia.
Baca juga: Lemhanas: Tahun Depan Pemerintah Perlu Antisipasi Stunting dan Kurang Gizi pada Anak-anak
Muhadjir mengatakan jika masalah anemia pada remaja putri tidak segera diatasi akan berpotensi melahirkan bayi-bayi stunting saat mereka dewasa.
“Jika tidak ditangani akan berisiko terjadinya pendarahan saat persalinan, bayi berat badan lahir rendah, dan akhirnya melahirkan bayi stunting,” katanya.
Sebagaimana diketahui, angka stunting pada tahun 2019 masih berada di angka 27,67%.
Sementara berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dari tahun 2013 sampai 2018 terdapat kenaikan prevalensi anemia pada kelompok usia 15-24 tahun yaitu 18,4% menjadi 32% atau 14,7 juta jiwa.
Baca juga: Pemerintah Siapkan Langkah Penanganan Stunting di Provinsi NTT
Menurut Muhadjir, perlu semangat dan dukungan dari semua pihak untuk mengatasi persoalan stunting dan juga masalah kekurangan gizi termasuk anemia.
Intervensi melalui sosialisasi dari tingkat sekolah harus dilakukan agar remaja Indonesia, khususnya remaja putri, memahami pentingnya menjaga asupan gizi untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik.
Saat ini banyak remaja putri yang menjalani diet berlebih tanpa mereka tahu hal itu bisa berdampak fatal dan dampaknya bisa terbawa sampai mereka hamil nanti.
“Ini yang sebetulnya perlu kita cegah dengan memberikan mereka pemahaman dan penekanan agar mereka mengubah perilaku diet sehingga tidak berdampak pada jangka panjang,” katanya.
Menko PMK menekankan bahwa hal itu sangat penting karena ke depan Indonesia mampu meraih bonus demografi.
Bukan hanya jumlah angkatan kerja yang tinggi tetapi produktivitas dan kualitasnya juga mampu bersaing karena memiliki tingkat kecerdasan yang mumpuni untuk menjadi generasi emas Indonesia di tahun 2045 mendatang.