Ketua Komisi X: Kewajiban Memakai Jilbab Bagi Siswi Non-Muslim Berlebihan dan Mengancam Kebhinekaan
Huda mengatakan fenomena di Sumbar bukanlah kejadian pertama yang menunjukkan menguatnya sikap intoleransi di sekolah-sekolah negeri.
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi X DPR RI angkat bicara mengenai beredarnya informasi tentang dugaan kewajiban siswi nonmuslim mengenakan jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat (Sumbar).
Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda merasa prihatin karena kewajiban tersebut dinilai terlalu berlebihan dan mengancam kebhinekaan.
“Kami sangat prihatin dengan fenomena maraknya sikap intoleran di lembaga-lembaga pendidikan milik pemerintah. Banyak tenaga-tenaga pendidik yang tidak tepat dalam mengajarkan semangat keberagamaan di kalangan siswa,” kata Huda kepada wartawan, Sabtu (23/1/2020).
Huda mengatakan fenomena di Sumbar bukanlah kejadian pertama yang menunjukkan menguatnya sikap intoleransi di sekolah-sekolah negeri.
Sebelumnya juga ada kejadian seorang guru di Jakarta yang meminta siswa-siswanya memilih calon ketua OSIS dengan alasan SARA.
Kejadian serupa juga sempat terjadi di Depok, Jawa Barat.
"Kejadian-kejadian tersebut cukup memprihatinkan karena diduga dilakukan oleh tenaga kependidikan di sekolah negeri yang harusnya mengarusutamakan nilai-nilai Pancasila dengan inti penghormatan terhadap nilai kebhinekaan,” ucapnya.
Baca juga: Soal Siswi Nonmuslim Wajib Pakai Jilbab Kepala SMK Negeri 2 Padang Minta Maaf
Dia menjelaskan, di era otonomi daerah, penyelenggaraan SMA dan SMK negeri di bawah kewenangan dari Pemprov.
Mereka mempunyai otoritas untuk mengatur arah kebijakan sekolah, distribusi guru, hingga kebijakan anggaran.
Kendati demikian harusnya kebijakan-kebijakan tersebut tetap mengacu pada nilai-nilai dasar pilar bernegara yakni UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika.
"Tidak benar jika atas nama otonomi daerah, suatu wilayah mempunyai kebebasan termasuk unit penyelenggaraan Pendidikan membuat aturan yang secara prinsip bertentangan dengan nilai dasar-nilai dasar kita dalam berbangsa dan bernegara,” katanya.
Politikus PKB ini juga menyoroti kian mudahnya cara pandang keagamaan sempit dan kaku masuk Lembaga Pendidikan negeri.
Fenomena ini menurutnya harus menjadi konsen dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) agar menyiapkan kebijakan antisipatif baik melalui kurikulum maupun pembinaan SDM.
Sehingga lembaga-lembaga Pendidikan di tanah air tidak mudah terpapar cara pandang keagamaan yang intoleran.
"Dalam upaya merekrut tenaga dosen atau guru misalnya harus ada screening yang ketat mengenai rekam jejak mereka. Pun demikian, dalam aktivitas belajar mengajar maupun kegiatan ekstra kulikuler jangan sampai ada materi-materi yang disisipi nilai-nilai intoleran,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sebuah video adu argumen antara orangtua murid dengan Wakil Kepala SMKN 2 Padang, Sumatera Barat, viral di media sosial.
Video berdurasi 15 menit, 24 detik, yang dibagikan akun Facebook EH itu memperlihatkan adu argumen soal kewajiban siswi termasuk yang non-muslim untuk memakai jilbab di sekolah.
Dalam video itu, terdengar suara pria yang menjelaskan bahwa dirinya dan anaknya adalah non-muslim.
Pria yang merupakan orangtua murid itu mempertanyakan alasan sekolah negeri membuat aturan tersebut.
"Bagaimana rasanya kalau anak Bapak dipaksa ikut aturan yayasan. Kalau yayasan tidak apa, ini kan negeri," kata pria tersebut.
Sementara itu, pihak sekolah menyebutkan bahwa penggunakan jilbab bagi siswi merupakan aturan sekolah.