Alternatif Tes Deteksi Covid-19, Menristek Kembangkan Pemeriksaan Sampel Air Liur
Pengambilan sampel menggunakan air liur ini dinilai akan lebih banyak dipilih dibandingkan pengambilan sampel melalui swab.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Kemenristek/BRIN) terus berupaya menghasilkan teknologi inovasi yang mampu menangani dan mendeteksi virus corona (Covid-19).
Sebelumnya, Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 yang berada di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN telah menghasilkan sejumlah inovasi terkait Covid-19, yang terbaru adalah alat screening Covid-19 'GeNose C19' yang dikembangkan tim pengembang dari Universitas Gadjah Mada (UGM).
Saat ini, konsorsium yang mengusung konsep triple helix ini berupaya menghasilkan inovasi alat tes berbasis air liur (saliva).
Baca juga: Kemenristek Siapkan Inovasi Pencegahan Bencana
Menristek/BRIN Bambang Brodjonegoro mengatakan konsorsium tengah mencoba menciptakan inovasi alat tes Covid-19 yang tidak menggunakan pemeriksaan swab (usap).
"Kami sedang berupaya untuk mencoba mencari alternatif pemeriksaan usap, yaitu pemeriksaan dengan menggunakan air liur atau saliva," ujar Bambang, dalam Rapat Koordinasi Riset dan Inovasi 2021 di Puspiptek Serpong dan ditayangkan melalui kanal Youtube resmi, Rabu (27/1/2021).
Menurut Bambang, pengambilan sampel menggunakan air liur ini dinilai akan lebih banyak dipilih dibandingkan pengambilan sampel melalui swab.
"Tentunya, ini lebih nyaman bagi orang yang diambil sampelnya," kata Bambang.
Sebelumnya, pemerintah terus mendorong kemandirian dalam berbagai sektor, termasuk Alat Kesehatan (Alkes) melalui inovasi teknologi.
Di masa pandemi virus corona (Covid-19) ini, sejumlah alkes karya anak bangsa pun telah 'dilahirkan'.
Satu inovasi terbaru yang dihasilkan Konsorsium Riset dan Inovasi Covid-19 adalah alat screening buatan tim pengembang dari Universitas Gadjah Mada (UGM) yang disebut GeNose C19.
Baca juga: Menristek Perkirakan Maret 2021 Bibit Vaksin Merah Putih Diberikan ke Bio Farma
Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan inovasi ini merupakan harapan baru Indonesia dalam upaya mengurangi ketergantungan pada produk impor.
"GeNose itu bagi kami adalah suatu inovasi untuk bisa mengurangi ketergantungan kita terhadap alat screening yang berasal dari luar negeri," ujar Bambang, dalam Webinar bertajuk 'Inovasi Teknologi Kemandirian Alat Kesehatan Anak Bangsa', Jumat (15/1/2021) sore.
Ia menjelaskan bahwa saat memasuki awal pandemi, Indonesia banyak mengimpor alat rapid test dari banyak negara, bahkan alat-alat tersebut tidak memiliki standard yang sesuai, sehingga hasil screening yang keluar pun dinilai kurang akurat.
"Kita ingat di masa awal pandemi, Indonesia dibanjiri dengan rapid test antibodi yang diimpor dari berbagai negara dan tanpa standard yang jelas, akhirnya terjadi kesalahan di lapangan karena kurang akuratnya tes tersebut," jelas Bambang.
Hal itu yang akhirnya mendorong pembentukan Konsorsium Inovasi Covid-19 di bawah koordinasi Kemenristek/BRIN.
Pada akhirnya konsorsium ini menghasilkan rapid test antibodi yang diinisiasi oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
"Tentunya kita berupaya membuat alat tes ini, sehingga melalui Konsorsium Inovasi Covid-19, berhasil melahirkan alat rapid test antibodi yang diinisiasi oleh BPPT," kata Bambang.
Selanjutnya, lahir pula rapid test antigen yang dikembangkan tim peneliti dari Universitas Padjadjaran (Unpad) yang disebut rapid test antigen CePAD.
"Dan kemudian muncul pula rapid test antigen yang diinisiasi oleh Universitas Padjadjaran," papar Bambang.
Kemudian muncul juga GeNose C19 yang dinilai sebagai terobosan karena proses screeningnya menggunakan hembusan nafas, bukan antibodi maupun antigen.
"Namun tentunya GeNose adalah produk terobosan, karena sifat screeningnya tidak berbasis antibodi atau antigen tetapi berbasis pada hembusan nafas," tutur Bambang.
Bambang menyebut dalam alat screening ini, terdapat senyawa yang mampu membedakan mana orang yang terpapar maupun tidak terpapar Covid-19.
"Di mana dalam hembusan nafas tersebut, ada senyawa yang bisa membedakan mana orang yang terpapar virus Covid-19 dan mana yang tidak, atau mana yang positif, mana yang negatif," pungkas Bambang.
Saat alat screening ini diproduksi massal, maka strategi pemerintah untuk menerapkan konsep triple helix yang melibatkan sinergi pemerintah, akademisi serta pebisnis tentunya akan berjalan sukses.
Sebelumnya, Bambang menyebut ada 5 perusahaan yang akan memproduksi massal alat screening virus corona (Covid-19) yang disebut GeNose.
GeNose merupakan alat screening Covid-19 yang dikembangkan oleh pars peneliti dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan telah memperoleh izin edar dari Kementerian Kesehatan pada 24 Desember 2020.
"GeNose ini sudah mendapat izin edar 24 Desember kemarin, dan rencananya dengan konsorsium yang terdiri dari 5 perusahaan, mereka akan melakukan produksi massal," ujar Bambang, dalam konferensi pers virtual, Kamis (7/1/2021) siang.
Ia menambahkan, untuk produksi massal tahap awal ini ditargetkan menghasilkan 5.000 unit pada Februari mendatang.
"Targetnya bulan Februari sudah 5.000 dan nantinya juga akan bisa menjadi lebih besar," jelas Bambang.
Selain 5 perusahaan yang siap memproduksi massal alat screening ini, kata Bambang, kementeriannya juga akan membantu mencari mitra industri lainnya agar produksi GeNose bisa terus ditingkatkan jumlahnya.
"Kami dari Kemenristek/BRIN juga akan membantu GeNose UGM untuk bisa menemukan atau mencari mitra industri yang bisa memproduksi dengan jumlah lebih banyak lagi, dengan standard tentunya yang terjaga," tegas Bambang.
Bambang menyampaikan bahwa hingga saat ini, sudah banyak pihak yang melakukan pemesanan terhadap produk karya anak bangsa ini.
Ia pun berharap mitra industri yang telsh digandeng, bisa menyelesaikan produksi sesuai dengan target waktu yang ditentukan.
"Saat ini yang kami ketahui, pesanan sudah sangat banyak dan mudah-mudahan segera bisa dipenuhi denggan schedule dari industri tersebut," kata Bambang.
Sebelumnya, Bambang juga mengatakan GeNose sudah bisa diproduksi massal, karena inovasi ini telah mengantongi izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada 24 Desember 2020, dengan nomor AKD 20401022883.
"Artinya, mulai saat ini GeNose sudah bisa diproduksi massal dan didistribusikan atau dipakai untuk kepentingan masyarakat, terutama tentunya untuk screening Covid-19," ujar Bambang, dalam konferensi pers virtual 'GeNose UGM dan CePAD UnPAD', Senin (28/12/2020) sore.
Menurutnya, GeNose bisa menjadi alat screening yang menjangkau seluruh masyarakat karena harganya yang terjangkau.
"Alat ini bisa dianggap sebagai alat yang akurat, cepat, aman dan terjangkau. Dengan teknologi dan desain lokal, serta yang masih impor adalah komponen elektroniknya," jelas Bambang.
Pendeteksian keberadaan Covid-19 dalam tubuh seseorang menggunakan alat ini, kata dia, dapat dilihat dari hembusan napas.
"Untuk GeNose, dilakukan dengan melihat hembusan nafas. Di mana dalam hembusan nafas ada senyawa yang akan bisa mendeteksi apakah orang bersangkutan yang menghembuskan nafas tersebut terinfeksi Covid-19 atau tidak," kata Bambang.
Terkait tingkat sensitivitas alat screening Covid-19 ini mencapai angka 92 persen, sedangkan tingkat spesivitasnya mencapai 95 persen.
GeNose pun disebut mulai mendapatkan 'pesanan' dari luar negeri.
Inovasi satu ini memang telah mengantongi izin edar, sehingga sudah bisa diproduksi massal dan didistribusikan kepada masyarakat.
Salah satu anggota Tim Pengembang GeNose, Dian Kesumapramudya Nurputra mengatakan bahwa setelah mendapatkan izin edar, banyak yang mulai memesan alat screening ini.
"Kalau untuk pemesanan saat ini sudah bisa dan sudah ada yang memesan," ujar Dian, dalam konferensi pers virtual 'GeNose UGM dan CePAD UnPAD', Senin (28/12/2020) sore.
Bahkan ada pula pemesan dari perusahaan yang memiliki basis di Singapura.
"Secara spesifik sudah ada, dari Singapura, dari salah satu perusahaan besar yang basisnya di Singapura," kata Dian.
Namun ia menekankan, saat ini target pendistribusian GeNose masih berfokus pada kebutuhan nasional.
"Hanya memang kita masih memprioritaskan permintaan dalam negeri dulu, karena memang kapasitas kita masih terbatas," jelas Dian.
Pihaknya pun masih mengupayakan peningkatan kapasitas produksi alat screening ini.
Karena saat ini, kapasitas produksi masih berada pada angka 100 unit.