Draf RUU Pemilu Sebut Mantan HTI Dilarang Ikut Pemilihan, Bagaimana dengan FPI?
Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu memasukan mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dilarang mengikuti Pemilu. Bagaimana dengan FPI?
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Malvyandie Haryadi
Menurutnya, tujuan politik HTI sama persis dengan komunisme, yakni menciptakan kekuasaan politik internasional yang akan merobohkan bangunan negara.
Apalagi, HTI kerap terkait dengan aksi terorisme yang terjadi di Tanah Air.
"Meski HTI tidak secara terang menggunakan pendekatan kekerasan dan senjata, tapi memiliki benang merah yang kuat dengan beberapa aksi terorisme, sejak peristiwa pengeboman beberapa gereja di Jakarta tahun 2000, Bom Bali, hingga aksi-aksi terorisme akhir-akhir ini," tutur Luqman, Jakarta, Rabu (27/1/2021).
Ia menyebut, pemerintah juga telah resmi membubarkan dan melarang HTI karena ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara.
Sehingga, sebagai organisasi terlarang, posisi HTI sama dengan PKI, yang juga telah dibubarkan dan dilarang beraktivitas di Indonesia.
"Karena itu, eks HTI harus dilarang maju pada Pileg, Pilpres, Pilkada, menjadi PNS, TNI, Polri, dan lain-lain, sama persis perlakuan negara ini terhadap eks PKI. Kalau eks organisasi terlarang, tentu anggota-anggotanya harus menanggung konsekuensi politik dan hukum," tutur politikus PKB itu.
Kesepahaman bersama
Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa menyebut larangan mantan anggota maupun pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ikut Pemilu di dalam draf RUU Pemilu, merupakan hasil pemikiran bersama.
Menurut Saan, setiap warga negara Indonesia harus patuh dengan konstitusi dan mengakui Pancasila sebagai ideologi negara.
"Bagi mereka yang tidak mau mengakui itu, bahkan ingin mengubah ya tentu itu tidak bisa beri kesempatan mencalonkan, baik di eksekutif maupun legislatif. Jadi itu sudah menjadi kesepahaman bersama," papar Saan di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (26/1/2021).
Saat menyebut, aturan lengkap terkait larangan eks HTI ikut Pemilu, akan diterjemahkan dalam Peraturan KPU (PKPU) jika draf RUU Pemilu sudah disahkan menjadi undang-undang.
"Seperti eks napi lah, dia tidak boleh mencalonkan legislatif walaupun diuji di Mahkamah Konstitusi kalah," ucap politikus NasDem itu.
"Tapi tetap nanti dia PKPU-nya diatur secara teknis, dia harus mengumumkan ke publik dan sebagainya," sambung Saan.