Pilkada Berbarengan dengan Pilpres 2024, Rugikan Capres dari Kepala Daerah
Kepala daerah yang saat ini elektabilitasnya tinggi sebagai calon presiden, akan dirugikan jika Pilkada dan Pilpres digelar berbarengan pada 2024.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala daerah yang saat ini elektabilitasnya tinggi sebagai calon presiden, akan dirugikan jika Pilkada dan Pilpres digelar berbarengan pada 2024.
Hal tersebut disampaikan Pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin saat dihubungi, Jakarta, Kamis (28/1/2021).
"Pemilu dan Pilkada dilaksanakan secara serentak di 2024, itu kerugian bagi para kepala daerah yang elektabiltasnya tinggi sebagai capres," ujar Ujang.
Ujang menyebut, kerugian tersebut terjadi karena beberapa gubernur yang dijagokan menjadi capres di 2024, satu di antaranya Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan berakhir jabatannya pada 2022.
"Ia tak menjabat lagi sebagai gubernur di 2022. Ada jeda waktu dua tahun para kepala daerah itu nganggur," ucapnya.
Menurutnya, tidak menjabat lagi sebagai kepala daerah, maka hal ini dapat melunturkan popularitas dan elektabilitasnya sebagai Capres di 2024.
"Tokoh yang tak punya jabatan akan sulit meraih popularitas dan elektabilitas sebagai capres maupun cawapres. Seperti Jokowi saja, dia jadi presiden karena waktu itu dia menjabat gubernur," papar Ujang.
Baca juga: Demokrat : Tak Terbayang Kacaunya Jika Pilkada Berbarengan dengan Pilpres 2024
Diketahui, revisi RUU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2021 yang akan dibahas DPR.
RUU tersebut menggabungkan UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 dan UU Pilkada Nomor 10 tahun 2016.
Naskah revisi UU pemilu salah satunya mengatur pelaksanaan Pilkada pada 2022 dan 2023. DKI Jakarta turut menjadi daerah yang menggelar Pilkada tersebut.
Dalam UU Pemilu sebelumnya, Pilkada serentak di seluruh provinsi, kabupaten dan kota digelar pada 2024 bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD, DPD dan presiden.