Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Status DPO Djoko Tjandra Terhapus Imigrasi, Saksi Ahli: Divhubinter Bertanggung Jawab

Saksi ahli mengatakan pihak yang bertanggung jawab atas buah dari kekeliruan adalah sumber pertama. Pernyataan ini ia sampaikan menjawab pertanyaan

Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Status DPO Djoko Tjandra Terhapus Imigrasi, Saksi Ahli: Divhubinter Bertanggung Jawab
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra, Irjen Pol Napoleon Bonaparte menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (25/1/2021). Sidang mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri itu beragendakan pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara suap penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra, dengan terdakwa eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte, pada Senin (1/2/2021).

Dalam sidang ini, kubu Napoleon menghadirkan saksi yang meringankan (a de charge) dakwaan, yaitu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, Profesor Doktor Basuki.

Saksi ahli mengatakan pihak yang bertanggung jawab atas buah dari kekeliruan adalah sumber pertama. Pernyataan ini ia sampaikan menjawab pertanyaan dari kubu Napoleon. 

Mulanya kuasa hukum Napoleon, Gunawan Raka bertanya ke ahli terkait surat pemberitahuan delete permanen red notice Interpol atas nama Joko Soegiarto Tjandra (JST) alias Djoko Tjandra di Lyon, Prancis yang ditandatangani Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo. Surat itu diberikan kepada pihak Ditjen Imigrasi.

"Ada satu surat yang ditunjukan ke keimigrasian yang ditandangani Sekretaris NCB, isi surat itu bersifat informatif yaitu memberitahukan red notice terdaftar di Lyon. Kemudian Divhubinter mengetahui itu sudah delete permanen. Divhubinter melalui Sekretaris NCB itu kirim surat pemberitahuan kepada imigrasi yang isinya menyampaikan bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra sudah delete permanen," kata Gunawan.

Baca juga: Irjen Napoleon Sempat Minta Anak Buah Urus Perpanjangan Red Notice Djoko Tjandra

Namun pemberitahuan itu diartikan berbeda oleh pihak Ditjen Imigrasi. Ditjen Imigrasi justru menghapus nama Djoko Tjandra dari daftar DPO. Penghapusan itu berdasarkan surat pemberitahuan Ses NCB Interpol terkait red notice Djoko Tjandra yang isinya sudah delete permanen. 

"Tapi pemberitahuan itu diartikan berbeda oleh pihak imigrasi, karena imigrasi memberikan keterangan dasar penetapan sistem itu karena adanya red notice, sehingga mereka menghapus nama JST dari daftar nama tersebut," lanjut dia.

Berita Rekomendasi

Berkenaan dengan kondisi itu, kubu Napoleon bertanya siapa pihak yang bertanggung jawab atas kausalitas tersebut.

"Pertanyaan saya, rangkaian kegiatan itu, siapa yang bertanggung jawab dari sistem kausalitas (sebab akibat)?," tanya Gunawan. 

Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara suap penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra, dengan terdakwa eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte, pada Senin (1/2/2021).
Pengadilan Tipikor Jakarta menggelar sidang lanjutan perkara suap penghapusan red notice Interpol Djoko Tjandra, dengan terdakwa eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte, pada Senin (1/2/2021). (tribunnews.com, Danang Triatmojo)

Saksi ahli kemudian menjelaskan bahwa jika ada suatu permohonan yang ditujukan ke instansi, namun instansi itu menerjemahkan berbeda dan berakibat terjemahan itu menimbulkan kondisi kausalitas, maka yang bertanggung jawab adalah pihak pertama yang membuat permohonan.

"Kalau di dalam surat tadi itu hanya sifatnya informatif, tidak melakukan suatu permohonan yang ditujukan ke instansi. Akan tetapi kemudian, instansi lain menerjemahkan berbeda, maka apabila terjemahan berbeda ini menimbulkan suatu akibat, maka yang bersangkutan beliaulah yang harus bertanggung jawab," jawab Basuki.

Lantaran kata Basuki, ada sebuah istilah dalam hukum yang berbunyi "Jangan sampai ada pihak lain yang berbuat, tapi orang lain yang bertanggung jawab,".

Sehingga menurutnya, bila sebuah surat dianggap keliru, seharusnya pihak pertama menindaklanjuti dengan segera membatalkan surat permohonan tersebut.

Dalam perkara ini, pihak yang bertanggung jawab yaitu Sekretaris NCB Interpol yang berada di bawah naungan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri, pimpinan Irjen Napoleon Bonaparte.

"Makanya mestinya kalau itu dianggap keliru, maka harusnya itu dibatalkan oleh pejabat yang membuat. Pejabat itu harus bertanggung jawab membatalkan," tegasnya lagi.

Diketahui Mantan Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadiv Hubinter) Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte didakwa menerima suap sebesar 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS dari Djoko Tjandra.

Duit tersebut diterima lewat perantara Tommy Sumardi. Uang tersebut diberikan oleh Djoko Tjandra agar namanya dihapus dari daftar DPO atau red notice. Napoleon didakwa menerima duit itu bersama-sama Brigjen Pol Prasetijo Utomo. Adapun, Prasetijo menerima 150 ribu dolar AS.

Dalam dakwaan disebutkan Irjen Napoleon Bonaparte memerintahkan Kabag Jatinter Set NCB Interpol Divhubinter Polri Kombes Pol Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat kepada pihak Imigrasi pada tanggal 29 April 2020 yang ditandatangani oleh Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Isi surat tersebut menginformasikan bahwa Sekretariat NCB Interpol Indonesia Divhubinter Polri sedang melakukan pembaharuan sistem database DPO yang terdaftar dalam Interpol Red Notice melalui jaringan I-24/7 dan diinformasikan bahwa data DPO yang diajukan oleh Divhubinter Polri kepada Ditjen Imigrasi sudah tidak dibutuhkan lagi.

Selain itu, Napoleon juga memerintahkan Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat pada tanggal 4 Mei 2020 perihal pembaharuan data Interpol Notices yang ditandatangani Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo untuk Ditjen Imigrasi yang isinya menyampaikan penghapusan Interpol Red Notice.

Selanjutnya, pada tanggal 5 Mei 2020, Irjen Pol Napoleon Bonaparte memerintahkan Kombes Pol Tommy Aria Dwianto untuk membuat surat soal penghapusan red notice yang ditujukan kepada Ditjen Imigrasi Kemenkumham dan ditandatangnai Brigjen Pol Nugroho Slamet Wibowo.

Isi surat tersebut menginformasikan bahwa red notice Djoko Tjandra telah terhapus dari sistem basis data Interpol sejak 2014 setelah 5 tahun.
 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas