Tanggapi Tudingan AHY Terkait Kudeta Partai Demokrat, Moeldoko: Kenapa Mesti Takut Dia?
Moeldoko kembali beri tanggapan soal tudingan akan mengkudeta kepemimpinan Partai Demokrat. Moeldoko mempertanyakan, mengapa AHY merasa takut atas isu
Penulis: Shella Latifa A
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko kembali beri tanggapan soal tudingan akan mengkudeta kepemimpinan Partai Demokrat.
Tudingan adanya rencana merebut paksa kepemimpinan Partai Demokrat diungkapkan Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Moeldoko mempertanyakan, mengapa AHY merasa takut atas isu itu.
"Kenapa mesti takut dia? kenapa mesti menanggapi seperti itu? Saya biasa-biasa aja," ucap Moeldoko pada siaran langsung Kompas TV, Rabu (3/2/2021).
Baca juga: Jawab Isu Kudeta Demokrat, Moeldoko: Menurut Saya Ini Dagelan
Baca juga: DPD dan DPC Demokrat Kalbar Telah Teken Kesetiaan Terhadap AHY
Ia menganggap isu kudeta yang ditudingkan AHY hanya sebagai dagelan.
"Kayak dagelan aja, ya lucu-lucuan aja."
"Moeldoko mau kudeta, lah apane mau kudeta?" tutur Moeldoko.
Mantan Panglima TNI itu menuturkan semua ada aturan untuk mengambil alih kepemimpinan sebuah partai.
"Anggaplah begini, saya punya pasukan bersenjata. Anggaplah Panglima TNI mau jadi Ketua Demokrat."
"Emang saya bisa itu todong para DPC, eh dateng ke sini, saya todongin senjata."
"Semua kan ada aturan, ada ART dalam sebuah partai politik. Jangan lucu-lucuan begitu lah," terang Moeldoko.
Baca juga: Profil Darmizal Eks Demokrat Diduga Akan Kudeta Partai, Sempat jadi Ketua Relawan SBY hingga Jokowi
Baca juga: Tak Ada Ajakan Kudeta, DPD Demokrat Aceh Akan Habis-habisan Dukung AHY
Ia menyinggung sikap tudingan AHY dengan sebutan emotional capital.
"Kalau kita bicara human capital."
"Itu bukan intellectual capital yang pertama. Tapi emotional capital," katanya.
Baca juga: Ruhut Sitompul Ungkap Curhatan Kader Demokrat: Tim AHY Minta Akomodasi dan Lainnya Jika ke Daerah
Baca juga: Marzuki Alie Sebut AHY Cengeng dan Tak Punya Etika Terkait Tudingan Kudeta Demokrat
Moeldoko meminta AHY agar tenang dalam merespons sesuatu.
"Jadi, tenang merespons sesuatu, masa gue ngopi harus izin presiden."
"Gila apa? Ngopi-ngopi aja kok izin presiden. "
"Ini berlebihan. Jangan begitulah," kata dia.
Diberitakan sebelumnya, Moeldoko disebut sebagai pejabat negara yang ingin mengambil kepemimpinan Partai Demokrat dari tangan Ketua Umum Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Hal tersebut disampaikan Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief dalam akun Twitter miliknya @Andiarief_.
"Banyak yang bertanya siapa orang dekat Pak Jokowi yang mau mengambil alih kepemimpinan AHY di demokrat, jawaban saya KSP Moeldoko," tulis Andi yang dikutip Tribunnews, Senin (1/2/2021).
Menurutnya, alasan AHY berkirim surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait rencana pengambilalihan Demokrat secara paksa oleh Moeldoko, karena dikabarkan mendapat restu dari presiden.
"Kenapa AHY berkirim surat ke Pak Jokowi, karena saat mempersiapkan pengambilalihan menyatakan dapat restu Pak Jokowi," tulis Andi.
Sebelumnya, AHY mengungkap ada gerakan politik yang ingin mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa.
Hal itu didapatkannya setelah ada laporan dari pimpinan dan kader Demokrat, baik tingkat pusat maupun cabang.
"Adanya gerakan politik yang mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa, yang tentu mengancam kedaulatan dan eksistensi Partai Demokrat," kata AHY dalam konferensi pers secara virtual, Senin (1/2/2021).
Baca juga: AHY Diminta Buktikan Dugaannya, Pengamat: Jangan Sampai Publik Menilai Demokrat Sedang Pansos
Baca juga: AHY Kirim Surat ke Jokowi Dinilai Malah Rugikan Demokrat
AHY menyatakan, gerakan itu melibatkan pejabat penting pemerintahan, yang secara fungsional berada di dalam lingkar kekuasaan terdekat dengan Presiden Joko Widodo.
Gerakan tersebut terdiri dari kader secara fungsional, mantan kader dan non-kader.
Gabungan dari pelaku gerakan itu ada lima orang, terdiri dari 1 kader Demokrat aktif, 1 kader yang sudah 6 tahun tidak aktif, 1 mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan 1 mantan kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu.
Sedangkan yang non-kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan.
"Tentunya kami tidak mudah percaya dan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dalam permasalahan ini," ucap AHY.
Oleh karena itu, AHY sejak pagi tadi telah bersurat secara resmi kepada Presiden Jokowi untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi terkait gerakan politik yang disebut inkonstutional itu.
"Tadi pagi, saya telah mengirimkan surat secara resmi kepada Yang Terhormat Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan ini," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Shella/Seno Tri)