Anggota Komisi IX DPR Minta Pemerintah Tunda Pemangkasan Insentif Tenaga Kesehatan
Anggota Komisi IX DPR Nurhadi meminta pemerintah menunda pemangkasan insentif untuk tenaga kesehatan.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR Nurhadi meminta pemerintah menunda pemangkasan insentif untuk tenaga kesehatan (nakes), di tengah pandemi Covid-19 yang belum melambat.
"Sebagai anggota Komisi IX DPR RI akan kami tanyakan pada Menteri Kesehatan, Menteri Keuangan agar ditunda kebijakan pengurangan insentif para nakes ini," ujar Nurhadi saat dihubungi, Jakarta, Kamis (4/2/2021).
Nurhadi menyebut, pengurangan insentif bagi tenaga kesehatan merupakan kebijakan yang tidak tepat, karena mereka berada di garda terdepan dalam penanganan pandemi.
Baca juga: lnsentif Tenaga Kesehatan Dipangkas, IDI: Beban Makin Berat
"Jika pengurangan itu atas dasar alasan kondisi keuangan negara, maka kondisi kesehatan negara akibat pandemi ini mestinya menjadi perhatian utama," ujar Nurhadi.
"Dan kesehatan negara bertumpu pada bagaimana para nakes bekerja, maka pengurangan insentif menjadi salah satu faktor terhambatnya akselerasi kesehatan masyarakat," sambungnya.
Menurutnya, pengurangan insentif akan menimbulkan kegaduhan di lapangan, selama tidak memiliki legal standing dan alasan yang logis.
Baca juga: Politikus PDIP Kecewa Insentif Tenaga Kesehatan Dikurangi Saat Covid-19 Belum Terkendali
"Perlu diingat anggaran yang bersumber keuangan negara, harus dan wajib diaudit biar tidak sampai dikorupsi. Kita berharap kebijakan ini bisa diterima oleh nakes yang terlibat di penanganan Covi-19," ucap politikus NasDem itu.
Karena itu, kata Nurhadi, Komisi IX DPR akan melakukan monitoring terkait kebijakan tersebut, agar tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi dengan merebut hak nakes.
"Hak yang diterima harus sebanding dengan kewajibannya. Itulah yang pasti kami perjuangkan, karena nakes ini garda terdepan dalam penanganan pandemi Covid-19," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Slamet Budiarto memprotes kebijakan pemotongan insentif untuk tenaga kesehatan.
Baca juga: 646.02 Tenaga Kesehatan Telah Disuntik Vaksin Covid-19 hingga 3 Februari
Menurutnya, kebijakan yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani itu tidak tepat.
Mengingat, tenaga kesehatan sedang berjuang di tengah pandemi Covid-19 yang belum terkendali di Tanah Air.
"Pemerintah agar tidak mengurangi (insentif nakes). Tenaga kesehatan semua sedang berjuang, semakin berat tugasnya," kata Slamet saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (4/2/2021).
Menurutnya, pemerintah kurang sensitif dalam mengambil kebijakan pemangkasan insentif.
Untuk itu, ia berharap pemerintah yakni Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan dapat duduk bersama IDI serta organisasi profesi guna membahas hal ini.
Jika belum menemukan jalan tengah diharapkan, insentif bagi tenaga kesehatan tidak dicairkan.
"Saya kira kemenkeu, Kemenkes dan Organisasi profesi harus duduk bersama. Sampai pandemi selesai insentif jangan diturunkan," ungkap dia.
Diketahui, pemerintah memutuskan untuk mengurangi insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani pandemi Covid-19 di tahun 2021 ini.
Dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan No. S-65/MK.02/2021 tentang besaran insentif tenaga kesehatan ini, tenaga kesehatan dan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) ditetapkan insetuf bagi dokter spesialis Rp 7,5 juta, peserta PPDS Rp 6,25 juta, dokter umum dan gigi Rp 5 juta bidan dan perawat Rp 3,75 juta dan tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp 2,5 juta.
Sementara santunan kematian yang diberikan sebesar Rp 300 juta. Besaran insentif ini berlaku mulai Januari 2021 sampai Desember 2021 dan dapat diperpanjang.
Jika dibandingkan dengan insentif sebelumnya, besaran insentif ini berkurang cukup besar yaitu tinggal separuhnya atau 50 persen.