Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Survei LSI: Tingkat Korupsi dalam 2 Tahun Terakhir Semakin Meningkat, Kinerja KPK Dinilai Negatif

Persepsi masyarakat terhadap upaya pencegahan dan penegakan hukum bagi pelaku korupsi semakin negatif.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Survei LSI: Tingkat Korupsi dalam 2 Tahun Terakhir Semakin Meningkat, Kinerja KPK Dinilai Negatif
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ilustrasi korupsi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Survei Indonesia (LSI) menggelar survei terhadap masyarakat, yakni kalangan pelaku usaha dan pemuka opini, terkait korupsi di Indonesia.

Dari survei tersebut, hasilnya diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap upaya pencegahan dan penegakan hukum bagi pelaku korupsi semakin negatif.

Mayoritas masyarakat merasakan tingkat korupsi dalam dua tahun terakhir semakin meningkat.

"Secara umum beberapa survei yang kita lihat di sini, bisa kita simpulkan bahwa baik pemuka opini maupun para pelaku bisnis atau pelaku usaha itu sama-sama mayoritas memandang tingkat korupsi terus meningkat di akhir-akhir ini, 2 tahun terakhir," kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan, dalam diskusi daring rilis temuan LSI, Minggu (7/2/2021).

Djayadi menjelaskan, responden survei berasal dari dua kalangan, yakni pelaku usaha dan pemuka opini.

Pelaku usaha disurvei pada 17 Desember 2020 hingga 7 Januari 2021, sementara pemuka opini disurvei pada 20 Desember 2020 hingga 25 Januari 2021.

Pelaku usaha diambil berdasarkan data BPS tahun 2016 yang kemudian dipilih secara acak sebagai sampel sebanyak 800 perusahaan dengan tambahan 200 perusahaan dari subpopulasi skala usaha menengah besar.

Berita Rekomendasi

Sementara pemuka opini ada 1.008 orang yang diwawancara.

Mereka terdiri dari akademisi, pegiat LSM atau ormas, dan media massa. Mereka dipilih secara proporsional berdasarkan seringnya mengemukakan opini di media nasional maupun lokal.

Dari data survei LSI itu diketahui bahwa sebanyak 58 persen dari pemuka opini dan pelaku usaha menilai dalam dua tahun terakhir korupsi di Indonesia meningkat.

Lalu yang menilai tidak mengalami perubahan sebanyak 25 persen, dari pelaku usaha dan 34 persen dari pemuka opini.

Sedangkan yang menilai ada penurunan korupsi dalam dua tahun hanya 9 persen dari pelaku usaha dan 8 persen dari pemuka opini.

Sisanya yang tidak tahu atau tidak menjawab sebanyak 8 persen dari pelaku usaha dan 0 persen dari pemuka opini.

"Secara keseluruhan kita lihat di sini bahwa persepsi terhadap peningkatan korupsi atau situasi korupsi itu masih negatif. Artinya, masih banyak masyarakat yang menilai bahwa korupsi meningkat dibandingkan yang menurun," ujarnya.

"Penurunan itu tajam. Ini bisa menjadi sinyal bagi kita untuk melihat bahwa masyarakat melihat korupsi makin parah dalam konteks upaya pencegahan dan penegakan hukum," kata Djayadi.

Baca juga: Kinerja Presiden Jokowi Cegah Korupsi Dikritik, Dinilai Malah Semakin Memburuk

Baca juga: Survei LSI: Kejagung, Polri, Pemda dan DPR Masih Dinilai Tak Efektif Soal Pemberantasan Korupsi

Seiring dengan persepsi adanya peningkatan korupsi itu, sebagai besar responden, terutama para pemuka opini, menilai kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam upaya mencegah praktik tindak pidana korupsi juga semakin buruk dibandingkan sebelumnya.

Berdasarkan hasil survei LSI, upaya presiden Jokowi dalam mencegah praktik korupsi lebih banyak dipersepsikan negatif oleh kalangan pemuka opini.

Sementara kalangan masyarakat umum cenderung terbelah dengan penilaian seimbang.

"Evaluasi negatif di kalangan pemuka opini yang menyatakan bahwa kinerja presiden dalam mencegah korupsi itu semakin buruk itu lebih banyak dibandingkan yang menyatakan kinerja presiden mencegah korupsi itu semakin baik," kata Djayadi.

Rinciannya, kinerja Presiden Jokowi dalam pencegahan korupsi dinilai semakin buruk oleh pemuka opini sebanyak 32,8 persen.

Sementara itu, yang menjawab semakin baik hanya sebesar 25,8 persen.

Di sisi lain, para pemuka opini lainnya menjawab tidak ada perubahan sebanyak 41,1 persen dan tidak menjawab 0,3 persen.

Sedangkan, masyarakat yang menilai presiden Jokowi semakin buruk dalam pencegahan korupsi sebanyak 26,2 persen.

Berbanding tipis dengan yang menyatakan kinerja semakin baik sebesar 28,3 persen.

Kemudian masyarakat yang menjawab tidak ada perubahan sebanyak 37,5 persen dan tidak menjawab 8 persen.

"Jadi penilaian di mata pemuka opini jauh lebih buruk ketimbang penilaian di masyarakat umum. Dan kita tahu bahwa pemuka umum itu lebih cenderung memiliki informasi yang banyak terkait hal-hal seperti ini," kata Djayadi.

Selain adanya persepsi terjadi peningkatan korupsi, hasil survei itu juga mengungkap cukup banyak pelaku usaha yang menilai positif praktik nepotisme.

Sekitar 21,1 peren menganggap nepotisme sebagai tindakan yang normal dan 13,6 persen menilai sebagai tindakan yang perlu untuk memperlancar urusan bisnis.

"Meskipun lebih banyak yang menilainya negatif, 50,9 persen menganggap tidak etis dan 10 persen menilai sebagai kejahatan, namun penilaian positif terhadap nepotisme cukup tinggi," kata Djayadi.

Djayadi melanjutkan persepsi pelaku usaha yang menilai negatif terhadap aparat pemerintah juga masih tergolong tinggi.

Baca juga: Buron Sejak 2013, Terpidana Korupsi Ervan Fajar Mandala Ditangkap di Daerah Bintaro

Baca juga: Jaksa Agung Pastikan Sikat Pelindung Pelaku Korupsi Asabri

Terdapat 31,7 persen yang menilai aparat negara/pemerintah hanya mau bekerja jika diberi hadiah.

Kemudian, ada 24,7 persen yang menilai aparat negara/pemerintah bekerja seenaknya tidak sesuai dengan prosedur resmi.

"Pada umumnya, pelaku usaha menilai positif aparat pemerintah terkait soal integritas namun cukup banyak yang menilai negatif, yakni menilai bahwa aparat negara hanya mau bekerja jika diberi uang. Kemudian penilaian aparat negara bekerja seenaknya tidak sesuai dengan prosedur resmi," katanya.

DPR Tak Efektif

Dari survei yang sama, masyarakat juga menilai beberapa lembaga seperti Kejaksaan Agung RI, Polri, Pemerintah Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih dipersepsikan tidak efektif terkait pemberantasan korupsi dalam setahun terakhir.

Keempat lembaga itu masih menempati urutan paling buncit untuk lembaga yang dianggap tidak efektif dalam pemberantasan korupsi.

Di antara empat lembaga itu, DPR RI masih menjadi lembaga yang memiliki efektifitas terburuk di mata masyarakat.

"Ada 4 lembaga yang masih dinilai negatif yaitu Kejaksaan Agung RI, Polisi, pemerintah daerah dan DPR dianggap negatif efektivitas mereka dalam pemberantasan korupsi," kata Djayadi.

Data LSI memang menunjukkan DPR RI masih menempati posisi paling terakhir.

Mereka hanya dipersepsikan cukup efektif pemberantasan korupsi oleh 20,5 persen dan sangat efektif 0,2 persen.

Sisanya, DPR RI dipersepsikan tidak efektif sebanyak 53,9 persen dan sangat tidak efektif 25,1 persen. Data itu hanya berbanding tipis dengan pemerintah daerah.

Pemda masih dipersepsikan tidak efektif dalam pemberantasan korupsi sebanyak 57,6 persen dan sangat tidak efektif 8,4 persen.

Responden yang berpersepsi efektif hanya 31,3 persen dan sangat efektif 2,3 persen. Berikutnya,

lembaga yang dipersepsikan tidak efektif dalam pemberantasan korupsi adalah Kepolisian RI. Yakni, responden menjawab 52,5 persen tidak efektif dan 11,2 persen sangat tidak efektif.

Polri hanya dipersepsikan efektif sebesar 34,1 persen dan sangat efektif 1,8 persen.

Sementara itu, koleganya dalam penuntutan, Kejaksaan Agung RI juga memiliki persepsi buruk.

Lembaga besutan ST Burhanuddin tersebut dipersepsikan tidak efektif 52, persen dan sangat tidak efektif 5,7 persen.

Sedangkan yang mempersepsikan efektif hanya 39,1 persen dan sangat efektif 2,2 persen.

"Yang dinilai masih efektif adalah KPK nomor 1 69 persen menyatakan upaya KPK dinilai masih efektif. Diikuti Ombudsman, BPK lalu Presiden dan BPKP serta Mahkamah Agung," ujarnya.

Namun meski KPK dinilai masih yang paling efektif, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja lembaga antirasuah itu mulai menurun drastis.

Lembaga yang kini dipimpin Komjen Pol Firli Bahuri tersebut kini dipersepsikan ke arah negatif.

Baca juga: 51,1 Persen Responden LSI Tak Percaya KPK, Jubir: Pemberantasan Korupsi Tanggung Jawab Bersama

Baca juga: Sejumlah Saksi Diperiksa Terkait Dugaan Korupsi PLTG Namlea yang Menjerat Pengusaha Ferry Tanaya

Bahkan kalangan pemuka opini mempersepsikan kinerja KPK negatif.

Dengan kata lain, responden lebih banyak yang tidak puas dibandingkan puas dengan kinerja lembaga anti rasuah.

"Nilainya negatif dari pemuka opini tidak puas dengan kinerja KPK. Tapi ini catatan KPK bahwa biasanya kan tingkat kepuasan publik terhadap KPK itu kan tinggi. Kalau ini malah negatif," kata Djayadi.

Data tersebut menunjukkan pemuka opini yang menyatakan tidak puas sebanyak 46,6 persen dan sangat tidak puas 4,5 persen.

Sementara itu, yang menyatakan puas hanya 43,7 persen, sangat puas 4,2 persen dan tidak tahu 0,9 persen.

Sedangkan, masyarakat yang menyatakan tidak puas sebanyak 37,5 persen dan sangat tidak puas 1,3 persen.

Selanjutnya, masyarakat yang merasa puas 50,2 persen, sangat puas 4,5 persen dan tidak tahu 6,5 persen.

Menurut Djayadi, KPK memang masih memiliki trend positif di mata masyarakat umum.

Tapi secara kuantitas, angka tingkat kepuasan masyarakat dinilai sangat turun dibandingkan kepemimpinan KPK sebelumnya.

"Di kalangan masyarakat umum masih positif di angkat 54,7 persen, meskipun itu masih rendah dibandingkan dengan yang sebelum-sebelumnya yang umumnya mendapati tingkat kepuasan kinerja KPK tinggi," ungkap dia.

Djayadi juga mengungkapkan masyarakat yang paling banyak menilai buruk di kalangan organisasi masyarakat dan media massa.

"Yang paling menilai buruk itu dikalangan ormas dan media massa. Kalau akademisi masih menyatakan positif, 51,1 persen puas, 47,1 persen tidak puas. Kalau dibagi menjadi wilayah, paling tertinggi itu DKI Jakarta, Sumatera dan Jawa Timur ketidak puasanya terhadap KPK. Jadi umumnya hampir di semua daerah itu nilainya negatif juga tidak begitu baik," ujarnya.(tribun network/igm/dod)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas