Demokrat: Moeldoko Janjikan Para Kader Uang Senilai Rp 100 Juta untuk Muluskan Jalan Jadi Ketua Umum
Demokrat menilai ada perbedaan besar antara ngopi-ngopi dengan Moeldoko dan Luhut. Moeldoko janjikan uang.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
Sebelumnya diberitakan, Sekretaris Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng menentang keras upaya Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Moeldoko yang ingin mendongkel kepemimpinan Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Andi menegaskan, Moeldoko tidak akan bisa menjadi Ketua Umum di Partai Demokrat karena bukan anggota.
"Dia (Moeldoko) ingin menjadi ketua umum, tapi nggak bisa karena bukan kader."
"Ketua umum itu harus punya kartu anggota," kata Andi, dikutip dari kanal Youtube Radio Smart FM, Sabtu (6/2/2021).
Baca juga: Andi Mallarangeng Jawab Bantahan Moeldoko soal Ngopi dengan Para Kader: Sudah Kartu Merah, Harus Out
Baca juga: Info Jokowi Restui Moeldoko, KIB Nilai Informasi Itu Menyesatkan
Menurut informasi yang diperoleh Andi, Moeldoko ingin menunggangi Demokrat untuk melancarkan aksinya menjadi bakal calon presiden di Pilpres 2024 mendatang.
Namun, Andi menyebut upaya yang dilakukan oleh mantan Panglima TNI itu salah besar.
Seharusnya, lanjut Andi, Moeldoko bisa datang secara baik-baik kepada Susilo Bambang Yudhoyono tanpa perlu upaya kudeta.
"Kalau memang mau (didukung jadi Capres di Pilpres 2024) datang baik-baik ke Pak SBY."
"(Bilang) mau didukung untuk (Pilpres) 2024 kan begitu."
"Bahkan boleh datang ke partai mana saja minta didukung. Kalau melakukan begini (kudeta) kan pasti kita lawan," ungkap Andi.
Kendati tidak mungkin menjadi Ketua Umum, Andi menyebut kudeta yang dilakukan oleh Moeldoko tidak dibenarkan.
Baca juga: Bantah Dukung Moeldoko jadi Capres 2024, Politisi Nasdem: Dari List Siapa yang Pantas Belum Termasuk
Baca juga: Demokrat Sebut Moeldoko Klaim Didukung PKB, Daniel Johan: Ngaco
Sebab, kudeta itu merupakan bentuk peninggalan politik masa lalu yang seharusnya dikubur dalam-dalam.
"Persoalannya ini ada elemen kekuasaan, dia pikir dengan kekuasaan dan uang dia mau merecoki partai orang lain."
"Lalu terjadi pergolakan dan dia mau masuk ke situ, ini kan mekanisme orde baru dulu."
"Apakah kita mau kembali ke era seperti itu?" ungkap Andi.
(Tribunnews.com/Maliana, Kompas.com/Ardito Ramadhan)