Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jawab ICW, KPK Jelaskan Nama Ihsan Yunus Tak Ada dalam Dakwaan 2 Penyuap Juliari Batubara

KPK memberikan penjelasan terkait tidak adanya nama Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ihsan Yunus dalam dakwaan dua penyuap eks Menteri Sosial

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Jawab ICW, KPK Jelaskan Nama Ihsan Yunus Tak Ada dalam Dakwaan 2 Penyuap Juliari Batubara
Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan penjelasan terkait tidak adanya nama Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ihsan Yunus dalam dakwaan dua penyuap eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, Harry Van Siddanbuke dan Ardian Iskandar Maddanatja.

Hal ini sekaligus merespons Indonesia Corruption Watch (ICW) yang mempertanyakan raibnya nama Ihsan Yunus dari dakwaan dua terdakwa kasus suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 itu.

"Surat dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) KPK tentu disusun berdasarkan fakta-fakta rangkaian perbuatan para tersangka yang diperoleh dari keterangan pemeriksaan saksi-saksi pada proses penyidikan," jelas Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri melalui keterangannya, Jumat (26/2/2021).

Ali menerangkan, dalam berkas perkara terdakwa Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddanatja ini, Ihsan Yunus saat itu belum dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik.

Pemeriksaan saksi saat itu, lanjut Ali, tentu diprioritaskan dan fokus pada kebutuhan penyidikan dalam pembuktian unsur pasal sangkaan para tersangka pemberi suap yang telah ditetapkan dari hasil tangkap tangan.

Baca juga: Lewat Ihsan Yunus, KPK Selisik Bagi-bagi Jatah Paket Bansos

Apalagi, katanya, keterbatasan waktu yang dibutuhkan sesuai ketentuan undang-undang dalam penyelesaian berkas perkara para tersangka selaku pemberi suap hanya 60 hari.

Berita Rekomendasi

"Tentu juga menjadi pertimbangan tim penyidik dalam mengumpulkan bukti sangkaan terhadap para tersangka tersebut," kata Ali.

KPK, ujar Ali, mengajak ICW dan masyarakat untuk mengikuti, mencermati, dan mengawasi setiap proses persidangan yang terbuka untuk umum ini, sehingga dapat memahami kontruksi perkara tersebut secara utuh dan lengkap.

Ali juga menegaskan bahwa KPK sebagai penegak hukum bekerja berdasarkan aturan hukum, bukan atas dasar asumsi dan persepsi, apalagi desakan pihak lain.

Baca juga: 8 Jam Diperiksa KPK Terkait Kasus Bansos, Politikus PDIP Ihsan Yunus Irit Bicara

"Kami memastikan, sejauh ditemukan fakta hukum keterlibatan pihak lain tentu akan dikembangkan dan ditindaklanjuti dengan menetapkan pihak lain tersebut sebagai tersangka baik dalam pengembangan pasal-pasal suap-menyuap maupun pasal lainnya," kata Ali.

Sebelumnya, ICW sempat mempertanyakan hilangnya nama Ihsan Yunus dalam dakwaan dua penyuap Juliari Peter Batubara yang telah dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (24/2/2021).

Dalam dakwaan Harry Van Siddanbuke dan Ardian Iskandar Maddanatja tidak disebutkan nama Ihsan Yunus, padahal dalam rekonstruksi perkara yang digelar KPK nama tersebut sudah muncul.

Baca juga: Penyidik KPK Obok-obok 4 Ruangan di Kediaman Anggota DPR Ihsan Yunus, Lalu Bawa Barbuk Ini

"Setelah mengamati dakwaan yang dibacakan oleh jaksa penuntut umum KPK dalam perkara dugaan suap pengadaan paket bantuan sosial sembako di Kementerian Sosial, ICW mempertanyakan hilangnya nama Ihsan Yunus. Hal ini janggal, sebab, dalam rekonstruksi yang dilakukan oleh KPK, nama tersebut sudah muncul," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangannya, Kamis (25/2/2021).

Bahkan, dalam salah satu bagian rekonstruksi yang lalu dijelaskan Harry Van Sidabukke menyerahkan uang dengan total Rp6,7 miliar dan dua sepeda merek Brompton kepada Agustri Yogasmara yang merupakan operator dari Ihsan Yunus.

Selain itu, penuntut umum juga tidak menjelaskan perihal siapa Agustri Yogasmara yang ada dalam surat dakwaan.

"Padahal, masih dalam konteks yang sama, rekonstruksi KPK secara gamblang menyebutkan bahwa Agustri Yogasmara adalah operator dari Ihsan Yunus," kata Kurnia.

Dakwaan yang baru saja dibacakan tersebut, lanjut Kurnia, sudah barang tentu menyasar pada tindak pidana yang dilakukan oleh Harry Van Sidabukke.

Ia pun mempertanyakan apakah memberikan uang miliaran dan sejumlah barang kepada yang diduga sebagai perantara seorang penyelenggara negara tidak dianggap sebagai perbuatan pidana.

"Penting pula ditegaskan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP disebutkan bahwa surat dakwaan mesti ditulis secara cermat, jelas, dan lengkap," katanya.

Untuk itu, sambungnya, ICW mengingatkan kembali kepada jajaran pimpinan, deputi, maupun direktur di KPK agar tidak melakukan tindakan melanggar hukum.

"Misalnya melindungi atau menghalang-halangi kerja penyidik untuk membongkar tuntas perkara ini," kata Kurnia.

Sekaligus, tambah Kurnia, ICW juga meminta agar dewan pengawas KPK mencermati proses alih perkara dari penyidikan ke penuntutan serta pembuatan surat dakwaan untuk terdakwa Harry Van Sidabukke.

Pemerintah pun dinilai perlu serius dalam mengawasi penanganan perkara ini, karena pada dasarnya berkaitan langsung dengan hajat hidup masyarakat korban pandemi Covid-19 yang telah dirusak serta diciderai oleh beberapa oknum pelaku korupsi.

"Maka dari itu, harapan publik tersebut mesti dijawab oleh KPK dengan tidak melakukan tebang pilih dalam menangani perkara ini, " kata Kurnia.

Dalam perkara ini Harry Van Sidabukke yang berprofesi sebagai konsultan hukum didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso sebesar Rp1,28 miliar karena membantu penunjukan PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude (MHS) sebagai penyedia bansos sembako Covid-19 sebanyak 1.519.256 paket.

Sedangkan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama Ardian Iskandar Maddanatja didakwa menyuap Juliari Batubara, Adi Wahyono, dan Matheus Joko Santoso senilai Rp1,95 miliar karena menunjuk Ardian melalui PT Tigapilar Agro Utama sebagai penyedia bansos sembako tahap 9, 10, tahap komunitas dan tahap 12 sebanyak 115.000 paket.

Atas perbuatannya, Harry dan Ardian dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf b atau pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas