Eks Sekretaris MA Nurhadi Hadapi Sidang Tuntutan Hari Ini
Eks Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono jalani sidang tuntutan pada Selasa (2/3/2021) hari ini di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono akan menjalani sidang tuntutan pada Selasa (2/3/2021) hari ini.
Sidang tuntutan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) Takdir Suhan mengatakan sidang akan dimulai pukul 16.00 WIB.
Nurhadi dan menantunya bakal dituntut atas kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan perkara di Mahkamah Agung tahun 2011-2016.
"Sidang dengan agenda pembacaan tuntutan rencananya digelar sore hari, jam 4," kata Takdir saat dikonfirmasi, Selasa (2/3/2021).
Sebelumnya, tim jaksa meyakini Nurhadi dan Rezky Herbiyono menerima suap serta gratifikasi sesuai dengan surat dakwaan.
Kata Takdir, tim JPU optimis telah membuktikan perbuatan suap dan gratifikasi keduanya di persidangan.
"Kami selaku tim JPU sangat yakin dan optimis untuk membuktikan semua uraian dakwaan yang kami dakwakan pada kedua terdakwa," kata Takdir.
Menurut Takdir, pihaknya telah membuktikan penerimaan suap serta gratifikasi Nurhadi dan Rezky Herbiyono berdasarkan alat bukti yang dihadirkan di persidangan.
Alat bukti yang dihadirkan tim Jaksa, dinilai Takdir, telah cukup untuk meyakinkan majelis hakim.
"Bahwa semua alat bukti yang kami hadirkan di depan persidangan hingga sidang hari ini telah sangat cukup untuk bisa menyakinkan Majelis Hakim," kata Takdir.
"Nantinya dalam surat tuntutan, tim JPU akan secara detail menguraikan semua unsur perbuatan para terdakwa sebagaimana surat dakwaan," imbuhnya.
Nurhadi bersama menantunya Rezky Herbiyono sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi senilai total Rp83 miliar terkait dengan pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.
Untuk suap, Nurhadi dan Rezky menerima uang sebesar Rp45.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Hiendra sendiri merupakan tersangka KPK dalam kasus yang sama dengan para terdakwa.
Uang Rp45 miliar lebih itu diberikan agar kedua terdakwa mengupayakan pengurusan perkara antara PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan 26.800 meter persegi.
Awal mula gugatan, pada 27 Agustus 2010 Hiendra melalui kuasa hukumnya Mahdi Yasin dan rekan mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang didasarkan pada pemutusan secara sepihak atas perjanjian sewa-menyewa depo container milik PT KBN. Hal itu sebagaimana register perkara nomor: 314/Pdt.G/2010/PN Jkt.Ut.
PN Jakarta Utara mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa perjanjian sewa-menyewa depo container tetap sah dan mengikat. Serta menghukum PT KBN membayar ganti rugi materiel kepada PT MIT sebesar Rp81.778.334.544.
Tak terima, PT KBN mengajukan banding. Namun lagi-lagi upaya hukum mereka kandas di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Namun di tingkat kasasi, MA dalam putusannya nomor 2570 K/Pdt/2012 menyatakan bahwa pemutusan perjanjian sewa-menyewa depo container adalah sah dan menghukum PT MIT membayar ganti rugi sebesar Rp6.805.741.317 secara tunai dan seketika kepada PT KBN.
PT KBN lantas bermohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dilakukan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dengan aanmaning/teguran.
Mengetahui akan dieksekusi, Hiendra meminta bantuan kakaknya Hengky Soenjoto untuk dikenalkan dengan advokat Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar Nurhadi atau paman Rezky.
Baca juga: Kuasa Hukum Tegaskan Nurhadi Tak Pernah Terima Aliran Uang Rp35,8 Miliar dari Bos PT MIT
Dalam pertemuan di cafe Vin+ Jalan Kemang Raya, Jakarta Selatan, Hiendra meminta Rahmat menjadi kuasanya dalam permohonan PK perkara gugatan dengan PT KBN sekaligus mengurus penangguhan eksekusi.
Satu bulan usai pertemuan, tepatnya tanggal 20 Agustus 2014, Hiendra memberi surat kuasa kepada Rahmat sekaligus memberi uang Rp300 juta dan cek OCBC NISP atas nama PT MIT nomor NNP 218650 sejumlah Rp5 miliar yang bisa dicairkan setelah permohonan PK didaftarkan ke MA. Pada 25 Agustus 2014, Rahmat mendaftarkan permohonan PK dan permohonan penangguhan eksekusi.
Beberapa hari kemudian, tutur Jaksa, Hiendra mencabut kuasa yang telah diberikan dan melarang Rahmat mencairkan cek Rp5 miliar.
Baca juga: Reaksi ICW Hingga Kriminolog saat Koruptor Tahanan KPK Divaksin Duluan
"Namun pada kenyataannya Hiendra meminta terdakwa II (Rezky) yang merupakan menantu sekaligus orang kepercayaan terdakwa I (Nurhadi) untuk pengurusan perkara tersebut, padahal diketahui pada saat itu, terdakwa II bukanlah advokat," ucap Jaksa sebagaimana surat dakwaan.
Lebih lanjut, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp37.287.000.000. Nurhadi disebut memerintahkan Rezky untuk menerima uang dari para pihak yang memiliki perkara baik di tingkat pertama, banding, kasasi dan peninjauan kembali secara bertahap sejak 2014-2017.
Penerimaan uang di antaranya dari Handoko Sutjitro (Rp2,4 miliar); Renny Susetyo Wardani (Rp2,7 miliar); Donny Gunawan (Rp7 miliar); Freddy Setiawan (Rp23,5 miliar); dan Riadi Waluyo (Rp1.687.000.000).