Anak Muda NU Punya Harapan di Konferensi Wilayah PWNU DKI Jakarta
ada 4 hal penting yang harus dimiliki calon ketua PWNU DKI Jakarta, yaitu Kader murni yang lahir dari NU, Munazzhim, Muharrik dan Mutamawwil
Editor: Husein Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang Konferensi Wilayah (Konferwil) PWNU DKI Jakarta, Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta H. Saiful Rahmat Dasuki membayangkan calon pemimpin NU DKI Jakarta ke depan. Ia menyebutkan beberapa karakter ideal yang mesti dimiliki calon pemimpin di lingkungan PWNU DKI Jakarta.
Ji pul sapaan akrabnya menjelaskan ada 4 hal penting yang harus dimiliki calon ketua PWNU DKI Jakarta, yaitu Kader murni yang lahir dari NU, Munazzhim, Muharrik dan Mutamawwil.
"Yang pertama Ketua PWNU harus dipimpin oleh kader yang memang terseleksi secara alami, dengan proses internalisasi yang ditempuh seorang kader di jam’iyah NU secara tuntas maka akan lahir personal pemimpin yang betul-betul berjuang untuk membesarkan NU dan merawat nya. Bukan personal yang bermimpi menjadi ketua NU hanya untuk kepentingan pribadi mengejar kekuasaan ataupun jabatan-jabatan publik lainnya. “Hal ini berkaca dari pengalaman ditahun sebelum-sebelumnya," kata Ketua PW GP Ansor DKI.
"Kedua Harus seorang munazzhim, ahli organisasi. Karena bagaimana pun juga NU adalah organisasi besar, yang bergerak dibidang keagamaan sehingga harus berlatar belakang santri dan keilmuan agama yang mumpuni. Ketiga Calon pemimpin NU DKI Jakarta harus memiliki sifat muharrik, seorang penggerak. PWNU membutuhkan pemimpin yang mampu membangkitkan semangat pergerakan kepada para pengurus yang lain," Ujar Ji pul
Menurut Ketua PW GP Ansor DKI Jakarta, pemimpin NU DKI Jakarta ke depan mesti ahli terutama di bidang ilmu agama dan profesional yang tidak menjadikan NU hanya sebatas batu pijakan kepentingan pribadi. Kemampuan ini sangat mendukung penataan organisasi. Kendati demikian, ia harus memiliki karakter kewara’an dan berakhlak mulia. Bagaimana pun NU adalah Organisasi ulama. Karenanya pengurus NU mesti memiliki akhlak ulama, yang tidak punya rekam jejak masa lalu yang buruk.
"Terakhir mutamawwil, orang yang memiliki harta. Karena masalah klasik dalam melaksanakan program dan kegiatan-kegiatan NU biasanya terbentur dana. Kalau tidak, ia memiliki alternatif lain dalam mendanai gerakan organisasi," tutupnya.