TP3 Siapkan Fakta Lain Bukti Pelanggaran HAM Berat Kematian 6 Laskar FPI
Amien Rais bersama Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) menyambangi Istana Negara Jakarta siang tadi untuk bertemu Presiden Joko Widodo.
Penulis: Reza Deni
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Amien Rais bersama Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) menyambangi Istana Negara Jakarta siang tadi untuk bertemu Presiden Joko Widodo.
Pertemuan tersebut untuk menjelaskan bahwa pembunuhan 6 laskar FPI merupakan pelanggatan HAM berat.
Loyalis Amien yang juga Anggota TP3, Agung Mozin mengatakan pihaknya telah mempersiapkan sejumlah fakta dan bukti lain yang diberikan kepada Presiden Jokowi sejak jauh-jauh hari.
"Kalau kita tidak persiapkan tentu kita malu. Kita punya fakta lain agar Presiden mendapatkan fakta yang berbeda dari yang lain," kata Agung saat dihubungi, Selasa (9/3/2021).
Baca juga: Fakta di Balik Pertemuan Amien Rais Cs dengan Jokowi di Istana, Cuma 15 Menit dan Serius
Sejumlah fakta itu, dikatakan Agung, antara lain soal peristiwa tembak-menembak.
Pihaknya berani mengatakan bahwa KM 50 yang menewaskan 6 laskar FPI itu bukanlah tembak-menembak.
"Katakan bahwa ada bukti ini, ya itu salah satunya," tambahnya.
Agung bahkan mengatakan keluarga sudah mengajak polisi untuk sumpah mubahalah soal kematian anggota keluarga mereka.
"Walaupun tak dikenal dalam hukum negara kita, sebagai orang beriman, kita minta mereka mubahalah" tambahnya.
"Mereka (polisi) enggak ada yang mau datang," pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Polhukam Mahfud Md mengatakan bahwa pemerintah meminta bukti bahwa kasus tewasnya 6 laskar Rizieq Shihab tergolong pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan Mahfud usai mendampingi Presiden Jokowi menerima kedatangan Rombongan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar Pembela Rizieq Shihab di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (9/3/2021).
"Saya katakan pemerintah terbuka kalau ada bukti pelanggaran HAM berat nya itu mana? sampaikan sekarang atau kalau ndak nanti sampaikan menyusul kepada Presiden. Bukti bukan keyakinan, karena kalau keyakinan kita juga punya keyakinan sendiri sendiri bahwa peristiwa itu dalangnya si a, si b, si c, kalau keyakinan," kata Mahfud.
Menurut Mahfud, tudingan bahwa tewasnya 6 laskar tersebut merupakan pelanggaran HAM berat tidak bisa hanya dilandasi keyakinan saja. Karena, pemerintah juga memiliki keyakinan tersendiri atas peristiwa tersebut.
"Nah kalau yakin tidak boleh, karena kita punya keyakinan juga banyak pelakunya, ini pelakunya, itu otaknya itu, dan sebagainya yang membiayai itu, itu juga yakin kita tapi kan tidak ada buktinya," kata Mahfud.
Mahfud mengatakan Komnas HAM sudah menyelidiki tewasnya 6 Laskar di KM 50 tol Jakarta-Cikampek 7 Desember lalu. Terdapat tiga kriteria yang harus dipenuhi bahwa suatu peristiwa dapat digolongkan pelanggaran HAM berat.
Pertama dilakukan secara terstruktur. Artinya dilakukan oleh aparat secara resmi dengan cara berjenjang, dan memiliki target.
"Misalnya targetnya bunuh 6 orang, yang melakukan ini, taktiknya begini, alatnya ini, kalau terjadi ini larinya ke sini, itu terstruktur," kata Mahfud.
Kedua yakni sistematis, yakni adanya tahapan tahapan serta perintah pembunuhan laskar tersebut. ketiga yakni masif, menimbulkan korban yang meluas.
"Kalau ada bukti itu, ada bukti itu mari bawa, kita adili secara terbuka, kita adili para pelakunya berdasarkan undang-undang nomor 26 tahun 2000," pungkasnya.
Sebelumnya Rombongan Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam Laskar Pembela Rizieq Shihab, pimpinan Amien Rais menemui Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (9/3/2021).
Mereka meminta Presiden membawa kasus tewasnya enam laskar Rizieq Shihab di KM 50 Tol Jakarta- Cikampek, 7 Desember 2020 lalu, ke pengadilan HAM. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud Md, yang mendampingi presiden menerima kedatangan rombongan TP3.
"Tujuh orang yang diwakili oleh Pak Amien Rais dan Pak Marwan Batubara tadi menyatakan, mereka menyatakan keyakinan telah terjadi pembunuhan terhadap enam laskar FPI, dan mereka meminta agar Ini dibawa ke pengadilan HAM," kata Mahfud.
Mereka menilai peristiwa tewasnya enam laskar tersebut tergolong pelanggaran HAM berat. Sehingga, tidak bisa diadili di pengadilan biasa, harus pengadilan HAM.
"Mereka yakin telah terjadi pembunuhan yang dilakukan dengan cara melanggar HAM berat. bukan pelanggaran HAM biasa, sehingga enam laskar FPI itu meninggal," kata Mahfud.
Mendengar permintaan tersebut, Presiden kata Mahfud mengatakan telah meminta Komnas HAM bekerja dengan penuh independen. Presiden meminta Komnas HAM menyampaikan kronologis kejadian tersebut serta rekomendasi kepada pemerintah.
"Apa yang sebenarnya terjadi dan apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah. Komnas HAM itu sudah memberikan laporan dan 4 rekomendasi, empat rekomendasi itu sepenuhnya sudah disampaikan kepada Presiden agar diproses secara transparan, adil dan bisa dinilai oleh publik bahwa temuan Komnas HAM, yang terjadi di Tol Cikampek KM 50 itu adalah pelanggaran HAM biasa," kata Mahfud.