Dubes RI Ungkap Kedekatan RI – Korsel: Mas Lee Gi Dong Lebih Suka Dipanggil Jaka
Umar Hadi mengungkapkan fakta, bahwa komunitas Korea yang ada di Indonesia juga termasuk yang paling besar.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRBUNNEWS.COM, JAKARTA – Duta Besar Indonesia (Dubes RI) untuk Korea Selatan (Korsel), Umar Hadi menceritakan soal kedekatan Indonesia dan Korea Selatan yang tercermin dari kedekatan warga di kedua negara.
Umar Hadi mengungkapkan fakta, bahwa komunitas Korea yang ada di Indonesia juga termasuk yang paling besar.
Korsel sendiri mencatat ada sekiranya 100 ribuan orang Korea yang hidup di Indonesia dan banyak dari mereka yang sudah puluhan tahun tinggal di Indonesia.
“Ada yang sudah 25 tahun, 30 tahun, sudah dari tahun 70an itu,” kata Dubes Umar Hadi saat bincang khusus dengan Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra pada Jumat (12/3/2021).
Salah satunya adalah Lee Gi Dong, yang diceritakan Umar Hadi memiliki resto yang tidak jauh dari kantor KBRI Seoul bernama Bali Bistro.
“Bali Bistro mi gorengnya enak betul, ada nasi goreng dan sate ayam,” lanjutnya.
Dubes Umar Hadi mengatakan pemuda itu lebih senang dipanggil Jaka, karena ia lahir di Bandung.
Kedua orang tuanya pun sudah sejak tahun 70an tinggal di Bandung, Indonesia dan membuka usaha barang-barang material untuk konstruksi.
“Si Jaka dari lahir sampai SMA tinggal di Bandung. Kuliah baru balik ke Korea, terus buka restoran Bali Bistro,” kata Umar Hadi.
Kisah lainnya, soal warga Korsel, laki-laki yang tinggal di Indonesia yang saat ini berusia sekitar 65 tahun.
Orang Korea yang tidak disebutkan namanya itu, diceritakan Umar Hadi, suka berjalan-jalan disekitar Bogor, hingga jatuh cinta dengan daerah CItereum dan membuat usaha alat musik dari kayu yang berasal dari Indonesia.
Baca juga: Dubes RI: Ekonomi Korsel Kini Berangsur Pulih Setelah Terdampak Pandemi
“Bikin piano, hingga maju usahanya. Mereknya Samick yang pabriknya ada di Bogor,” kata Dubes RI.
Penjualan Samick sukses dan terkenal di Korea Selatan hingga saat ini, bahkan penjualannya hingga di ekspor sampai ke China dan Jepang.
Hingga saat ini warga Korea itu menikmati hidupnya di Bogor sambil melakukan kegiatan sosial untuk warga sekitar.
“Dia bikin sekolah, bikin panti asuhan, masjid, hidupnya sekarang separuh di Indonesia, separuh di Korea,” kata Umar Hadi.
Dubes Umar Hadi mengatakan ada kesamaan kultur, sehingga cukup banyak orang Korea yang memahami Indonesia.
Kebanyakan pengusaha asal Korea enggan membuat pabrik di kawasan industri, contohnya beberapa pabrik garmen yang dimiliki pengusaha Korea lebih memilih dijalankan di kampung.
Bahkan mereka bersosialisasi dengan masyarakat setempat dengan menggunakan Bahasa daerah.
“Ngomongnya yang di Jawa Barat pakai Bahasa Sunda, yang di Semarang pakai Bahasa Jawa. Jadi mereka itu yang menjadi agen informasi. Banyak bisnis korea yang tertarik dengan Indonesia, karena diceritain orang itu,” ujar Dubes RI.
Bagi Korsel, Indonesia penting karena memiliki kesamaan sejarah, yakni pernah dikuasai negara lain.
Nilai-nilai sosial yang dianut kedua negara juga memiliki kesamaan, contohnya seperti dalam urusan demokrasi dan hak asasi manusai (HAM).
Dubes RI mengatakan 70 persen ekonomi Korsel bergantung pada perdagangan internasional, sehingga pasar Indonesia menjadi sangat penting bagi Korsel.
Korea Selatan sangat memperhatikan perubahan-perubahan yang ada di Indonesia, termasuk pasar anak muda Indonesia.
Sedangkan bagi Indonesia Korea penting dari segi teknologi dan inovasinya.
Oleh karena itu, yang saat ini sedang KBRI siapkan adalah menyiapkan anak-anak muda Indonesia dan Korea yang siap bekerja diperusahaan gabungan RI-Korsel.
Sehingga ketika ada perusahaan korea masuk Indonesia, sudah ada tenaga yang siap untuk kerja di perusahaan itu.
“Kami membuat Korea - Indonesia management, ada di Indonesia dan Korea, yang masing-masing memberikan pelatihan dan pendidikan pada level manager awal, junior manager mengenai bisnis di masing-masing negara,” ujarnya.