Pengamat Soroti AD/ART Demokrat 2020 Yang Dinilai Ada Cacat Prosedur dan Substansi
Ilal Ferhard menyatakan bahwa AD/ART Partai Demokrat hasil kongres 2020 tidak diakui, sebab AD/ART tersebut dibuat di luar kongres
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Indonesia Publik Institut (IPI) Karyono Wibowo berpendapat jika terbukti benar, perubahan dan penetapan AD/ART Parta Demokrat 2020 dibuat diluar mekanisme forum kongres maka bisa dianggap catat prosedur dan subtansi.
Hal itu sebagai respon dari pernyataan Sekjen Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara Jhoni Allen Marbun yang menuding AHY telah memanipulasi mukadimah anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
Selain itu, salah satu pendiri Partai Demokrat Ilal Ferhard menyatakan bahwa AD/ART Partai Demokrat hasil kongres 2020 tidak diakui, sebab AD/ART tersebut dibuat di luar kongres.
Baca juga: Kemenkumham Masih Teliti Berkas Hasil KLB Demokrat
“Artinya kalau informasi itu benar, kalau itu bisa dibuktikan maka ya itu bisa catat prosedur dan catat subtansi, maka itu rawan untuk digugat, nah ini itu kelemahan bagi kubu AHY itu bisa menjadi dasar pertimbangan bagi Kumham atau pun pengadilan,” kata Karyono saat dikonformasi Tribunnews, Rabu (17/3/2021).
Karyono berpandangan, hal itu bisa menjadi celah bagi kubu Moeldoko untuk menggugat kepengurusan Demokrat dibawah kepemimpinan AHY. Karena dinilai bertentangan dengan UU No 2 tahun 2011 tentang partai politik.
“Dan hal itu bisa menjadi kelemahan bagi kubu AHY, tapi ini tentu sajakan karena ada SK Kumham yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada kubu AHY sudah dibuat, sudah mendapatkan SK, oleh karena itu SK itu juga harus digugat, artinya kemungkinan pengadilan membatalkan kepengurusan AHY cukup besar,” ungkapnya.
Baca juga: Balas Doa Kader Demokrat, Yasonna Laoly: Yang Sebelah Sana Berdoa Juga, Mana yang Didengar Nanti
Karyono menyoroti, terkait AD/ART tahun 2020 dari pasal yang mengatur kewenangan Majelis Tinggi partai yang dijabat SBY.
Yakni, dalam hal Ketua Umum tidak menjalankan tugas kewajibannya dan/atau berhalangan tetap, Majelis Tinggi Partai mengangkat dan menetapkan salah satu Wakil Ketua Umum sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum sampai dengan Ketua Umum definitif terpilih dan ditetapkan dalam Kongres atau Kongres Luar Biasa.
Sedangkan, wakil ketua umum Partai dijabat oleh Putra SBY, Ibas Yudhoyono.
Dalam AD/ART itu dibuatkan skenario untuk menutup ruang bagi kelompok yang tidak puas terhadap kepemimpinan AHY untuk melaksanakan KLB.
“Karena apa, untuk menyelenggarakan KLB kan harus mendapatkan persetujuan atau usulan dari Majelis Tinggi nah sementera ketua Majelis Tingginya kan Pak SBY,” bebernya.
Lanjut Karyono, dalam AD/ART juga disebutkan pasal untuk melakukan KLB mensyaratkan ada usulan dari 2/3 DPD, dan 50 persen DPC, namun dikunci harus berdasarkan persetujuan dari Majelis Tinggi, dengan begitu, kata Karyono semangat demokrasi di Partai Demokrat menjadi mati.
“Nah itukan terlihat sekali bahwa ada upaya secara sistematis untuk mengamankan AHY sebagai ketua Umum, jadi ya mau demokratis tidak jadi demokratis, padahalkan yang memiliki suarakan DPD dan DPC,” jelas Karyono.
Selain itu, menurut Karyono yang menjadi janggal adalah dalam susunan Majelis Tinggi, AHY selaku Ketua Umum Partai juga merangkap sebagai Wakil Ketua Majelis Tinggi, disusul Andi Mallarangeng menjadi sekretaris majelis tinggi dan beberapa orang lain yang dikenal sebagai loyalis SBY.
“Masa misalnya AHY sebagai ketua umum, masa dia juga sebagai Majelis Tinggi itukan menjadi lucu, jadi AD/ART tahun 2020 itu terkait dengan yang mengatur kewenangan Majelis tinggi ya itu tidak demokratis, mematikan demokrasi di tubuh Demokrat,” tuntasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.