Limbah Batu Bara Dianggap Bernilai Ekonomi Tinggi
"Tapi untuk pemakaian masal memang belum karena masih harus ada clearence kan," ujar Hendra.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) atau limbah padat yang dihasilkan dari proses pembakaran batubara pada pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Pemerintah menilai limbah itu memiliki nilai ekonomi tinggi.
Selama ini, beberapa perusahaan telah memanfaatkan limbah tersebut untuk penunjang infrastruktur seperti jalan, conblock, semen, hingga pupuk.
Baca juga: Pengamat: Pencabutan FABA dari Daftar Limbah B3 Tutup Celah Praktik Mafia
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan, pemerintah sudah tepat menghapus FABA dari daftar limbah berbahaya.
Menurutnya, Indonesia harus meniru negara maju dalam mengelola FABA.
"Ini bisa dimanfaatkan secara umum. Ini best practice banyak negara. China, Jepang, Vietnam. Sebagai bangunan semen dan jalanan. Di Jepang, bendungan fukushima itu bahan bakunya dari limbah batu bara. Jadi kenapa nggak kita belajar dari itu," ujar Hendra dalam keterangan, Selasa (23/3/2021).
Hendra menuturkan sejumlah perusahan batubara, termasuk perushaan PLTU telah melakukan kajian pemanfaatan FABA. Kajian menyatakan bahwa bahan baku dari FABA aman digunakan.
"Tapi untuk pemakaian masal memang belum karena masih harus ada clearence kan," ujar Hendra.
Di Indonesia, Hendra menilai pemanfataan FABA masih skala kecil. Padahal, produksi FABA dari PLTU yang ada mencapai belasan juta ton per tahun. Selama limbah itu hanya ditimbun tanpa pengelolaan.
"Timbunan yang serampangan ini malah yang membuat resiko buruk kepada lingkungan. Kalau bisa dimanfaatkan ini malah mempunyai nilai tambah," ujar Hendra.
Baca juga: PLN Optimalkan Pemanfaatan FABA untuk Infrastruktur dan Konstruksi
Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR Agung Murdifi menyatakan, PLN tidak akan membuang limbah batubara dan akan bekerja sama dengan banyak pihak untuk memanfaatkannya.
Sejak beberapa waktu belakangan, PLN diklaim telah melakukan berbagai uji coba dan mengembangkan FABA hasil pembakaran PLTU bisa dimanfaatkan.
Misalnya, menjadikan FABA untuk bahan penunjang infrastruktur seperti jalan, conblock, semen, hingga pupuk.
Di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, limbah FABA diolah menjadi batako, paving dan beton pracetak.
”Hasil olahan dari limbah FABA itu kami manfaatkan untuk merenovasi rumah di sekitar PLTU Tanjung Jati B," kata Agung.
Kemudian di PLTU Asam Asam memanfaatkan FABA sebagai road base (lapisan jalan) dalam pembuatan akses jalan.
PLTU Suralaya memanfaatkan FABA sebagai bahan baku batako dan bahan baku di industri semen. Sementara, PLTU Ombilin memanfaatkan FABA menjadi campuran pupuk silika.
Peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI, Nurul Taufiqu Rochman setuju dengan pemerintah. Ia menilai limbah batubara dan sawit memang tidak berbahaya.
“Kita tahu bahwa memang tidak ada yang berbahaya. Tidak ada yang B3. Kenapa harus dimasukkan ke B3. Bagaimana mengambil kebijakan waktu itu. Saya sayangkan sekali," katanya.
Nurul menuturkan tidak ada negara yang mengkategorikan limbat batubara dan sawit sebagai B3.
Sebagai pakar dan pimpinan peneliti di bidang metalurgi, ia mengaku heran mengapa pembuat kebijakan terdahulu membuat kebijakan itu.
“Komposisinya sudah kami analiasa dan sebagainya tidak ada yang berbahaya,” ujarnya.
Justru, ia menyatkan limbah batu bara dan sawit menjadi bahaya ketika tidak digunakan atau ditumpuk dalam jumlah banyak.
Padahal, Nurul mengatakan, limbah itu bisa digunakan untuk berbagai produk, seperti batako hingga bahan jalan.
“Kerugian besar jika limbah itu tidak digunakan,” ujar Nurul.
Sebelumnya, FABA dikategorikan menjadi Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) sesuai Peraturan Pemerintah (PP) 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Berdasarkan hasil uji laboratorium independen atas Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) dan Lethal Dose 50 (LD50) yang sampelnya berasal dari beberapa PLTU, FABA yang dihasilkan tidak mengandung unsur yang membahayakan lingkungan.