Tangis Doni Monardo Pecah Saat Orasi Ilmiah di Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa IPB
Doni Monardo mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa untuk rekam jejaknya di bidang lingkungan.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, BOGOR - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo tak bisa menahan tangisnya saat menerima gelar Doktor Kehormatan atau Doktor Honoris Causa dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Doni Monardo menitikkan air matanya saat diberi kesempatan membacakan orasi ilmiah.
Dia mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa untuk rekam jejaknya di bidang lingkungan.
Rektor IPB Arif Satria dalam sidang terbuka menyebut Doni berkontribusi besar di sektor lingkungan, salah satunya terkait program yang diusungnya di sektor sumberdaya alam dan lingkungan yang berhasil meredam konflik di Maluku.
”Sumber daya alam dan lingkungan juga memiliki peran yang sama dalam proses perdamaian. Ini teoritik yang bisa jelaskan sumberdaya alam lingkungan dengan perdamaian, bahwa proses governance yang baik dalam pengelolaan lingkungan dan alam akan meredakan konflik," kata Arif.
Program yang dimaksud Arif adalah gagasan emas biru dan emas hijau yang digagas Doni Monardo saat menjabat sebagai Pangdam XVI/Pattimura.
Baca juga: Doktor HC Doni Monardo, Selarik Kisah yang Terpendam
Gagasan ini dinilai berhasil meredam konflik dengan mengajak kelompok mantan separatis, bahkan kelompok-kelompok antar-desa yang bertikai untuk bisa bergotong royong membangun dan memanfaatkan sumber daya alam.
Gagasan Emas Biru merupakan program budidaya perikanan dengan mengajak peran serta masyarakat.
Baca juga: Pidato Orasi Doktor HC Doni Monardo di IPB
Sedangkan Emas Hijau adalah program mengembalikan kejayaan rempah rempah Maluku dalam bentuk budidaya lahan oleh masyarakat.
"Apa yang dilakukan oleh Letjen Doni Monardo dengan gagasan emas biru, emas hijau, telah sukses menjadi peredam konflik di Kepulauan Maluku, dan ini merupakan langkah yang baik sekali dalam menciptakan stabilitas sosial dengan pengelolaan lingkungan dan SDA secara adil," kata Arif.
Baca juga: Doni Monardo Raih Gelar Doktor Honoris Causa dari IPB
Arif juga menyinggung soal pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang adil. Menurutnya, diperlukan komitmen tinggi untuk menegakan kedaulatan di bidang pangan, energi, dan kesehatan dalam tujuan prinsip keberlanjutan di sektor lingkungan.
"Maka juga diperlukan sebuah proses dari mulai yang sifatnya kultural pendidikan lingkungan dan pelatihan, bagaimana kita mampu mobilisasi sumberdaya dengan membangun kolaborasi antara pemerintah perguruan tinggi, LSM, masyarkat, industri, kita juga perlu memulihkan keanekaragaman hayati, spesies, dan ekosistem, serta membangun kolaborasi di bidang hukum serta advokasi kebijakan," kata Arif.
Semua itu, kata dia, bisa dilakukan apabila memperkuat environmental leadership. Kepemimpinan lingkungan, kata dia, merupakan konsep penting dalam upaya prinsip-prinsip keberlanjutan di sektor lingkungan dan sumberdaya alam. Dan ini, telah dilakukan oleh Doni Monardo.
"Di sinilah letak argumen mengapa IPB memberikan Doktor Kehormatan, Doktor Honoris Causa kepada Letjen Doni Monardo berkaitan dengan isu-isu yang tadi saya sampaikan," kata dia.
Doni Monardo saat sedang membacakan orasi ilmiahnya terlihat menitikkan air mata, disertai suara parau menahan tangis.
Ruangan pun tiba-tiba hening beberapa detik, sebelum akhirnya suara tepuk tangan tamu undangan memecah hening.
”Saya akan mempertanggungjawabkan penghargaan dan kepercayaan yang diberikan IPB kepada saya. Gelar Doktor Kehormatan ini menjadi energi baru bagi saya untuk terus konsisten menyelamatkan lingkungan dan sumber daya alam,” kata Doni dikutip dari Youtube IPB, Sabtu (27/3/2021).
Dalam orasi ilmiahnya, Doni sempat menceritakan pertemuannya dengan sejumlah ahli hukum. Ia bergurau mengenai posisi TNI yang kerap diidentikkan dengan pelanggaran HAM masa lalu. Dari situ ia berefleksi kondisi saat ini terkait lingkungan.
"Satu ketika, saya pernah dikunjungi beberapa ahli hukum untuk silaturahmi. Pada kesempatan itu sambil bergurau saya mengatakan, 'TNI kerap diidentikkan dengan pelanggaran HAM masa lalu."
"Lantas saya bertanya jika terjadi pelanggaran hak asasi pohon, hak asasi sungai, siapa yang bertanggung jawab?'," kata Doni.
Menurut Doni, dalam kehidupan berbangsa tak cukup dengan mengedepankan prinsip demokrasi. Tetapi juga kedaulatan lingkungan.
"Dalam pemikiran saya, merawat bangsa tidak hanya mengedepankan prinsip democracy (Kedaulatan Rakyat), tetapi juga harus mengedepankan prinsip ecocracy (kedaulatan lingkungan)," kata dia.
Mantan Komandan Paspampres itu kemudian menceritakan komitmennya di sektor sumberdaya alam dan lingkungan, mulai dari pembibitan lahan tandus di Asrama Brigif Para Raider III/Tri Budi Sakti Kostrad yang tandus, di Kariango, cerita ketika ia memperbaiki ekosistem sungai Citarum saat menjabat Pangdam III Siliwangi, hingga gagasan emas biru emas hijau di Maluku.
"Pengalaman bertahun-tahun berlatih di hutan dan penugasan operasi militer di beberapa daerah membuat saya mengenali banyak jenis tanaman. Sehingga saya berkomitmen menanam, merawat dan melestarikan tanaman di mana pun saya berada," kata Doni.
Saat berada di Brigif Para Raider III/Tri Budi Sakti Kostrad, Kariango, Sulsel, Doni melihat di kawasan asramanya sangat tandus.
Melihat kondisi itu Ia kemudian menanam bibit pohon Trembesi.
"Dilanjutkan dengan pembibitan trembesi, serta menanamnya di banyak tempat di Sulawesi Selatan termasuk di Lapangan Karebosi dan Bandara Sultan Hasanuddin," kata Doni.
Ia berkomitmen melanjutkan program itu dengan mencanangkan slogan yang terpampang di kebun Bibit Brigif Para Raider III/Tri Budi Sakti Kostrad Kariango pada tahun 2008 'Dari Kariango Ikut Hijaukan Indonesia'.
Komitmen yang sama ia bawa dalam bertugas di korps baret merah dengan membuat kebun bibit trembesi di Cikeas akhir November 2008.
Lalu pada 17 Agustus 2009, bibit trembesi itu dibagikan di Istana Negara.
"Selanjutnya, tahun 2010 saya mengembangkan kebun bibit di Rancamaya. 100.000 bibit trembesi ditanam di wilayah Bogor, Cianjur dan Sukabumi, dan DKI Jakarta termasuk di sepanjang Kota Kudus, Jawa Tengah," kata Doni.
Doni juga pernah membagikan 100.000 bibit Sengon kepada warga yang terdampak erupsi Gunung Merapi di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Dari situ, ia juga mendirikan Paguyuban Budiasi di Sentul.
"Budiasi kependekan dari Budidaya Trembesi, nama pemberian Bapak SBY, Presiden Republik Indonesia saat itu."
"Sampai hari ini Paguyuban Budiasi telah memproduksi lebih dari 20 juta pohon, terdiri dari 150 jenis pohon termasuk tanaman langka, yang dibagikan ke berbagai daerah termasuk Timor Leste," kata Doni.
Pengalaman lain yang diingat Doni adalah saat ia memperbaiki ekosistem sungai Citarum. Dalam perjalanan karier militernya, Doni sempat dilantik menjadi Pangdam III/Siliwangi pada 16 November 2017.
Saat itu, ia banyak mendapatkan laporan perihal kondisi Sungai Citarum yang kotor. "Saya menerima banyak laporan tentang Citarum sebagai sungai terkotor di dunia," kata Doni.
Doni kemudian mengupayakan 'membersihkan' Sungai Citarum. Ia bercerita, pertama kali memberikan pengarahan kepada staf di Makodam III/Siliwangi ia menyinggung soal nama besar 'Siliwangi' dalam berbagai penugasan baik di dalam maupun luar negeri.
"Sayang jika nama besar itu hilang karena kita saat ini tidak peduli atas persoalan yang ada di depan mata, yaitu Citarum sebagai sungai terkotor di dunia. Saya katakan bahwa pada seragam yang dikenakan prajurit Siliwangi ada simbol Harimau atau Maung."
"Jangan sampai karena kita tidak berbuat sesuatu, Maung Siliwangi berubah menjadi Meong Siliwangi," sambungnya.
Dari situ, kata dia, semangat prajurit terbakar untuk membantu rakyat di Jawa Barat melalui 'pembersihan' Sungai Citarum.
Niatan itu terealisasi dengan kerja sama antara Kodam III/Siliwangi dengan tim Kemenko Marvest dan Pemprov Jabar, serta Polda Jabar.
Segenap komponen masyarakat, tokoh agama, budayawan, relawan, pegiat lingkungan, hingga media dikumpulkan. Ia mengatakan, tiada hari libur. Setiap hari, mereka memikirkan strategi menuntaskan masalah kerusakan ekosistem Citarum.
Saat itu Doni juga melaporkan kondisi Citarum kepada Presiden Jokowi tentang kondisi di Sungai Citarum.
Saat itu Doni menyampaikan butuh payung hukum agar TNI bisa ikut membantu memulihkan ekosistem di Citarum.
"Akhirnya konsep regulasi yang dimotori oleh Dr. Dini Dewi yang didukung penuh oleh tim hukum Sekretariat Negara terbit melalui Perpres Nomor 15 Tahun 2018, tanggal 15 Maret 2018, kurang dari sebulan setelah Presiden Jokowi mendeklarasikan program Citarum Harum pada tanggal 22 Februari 2018 di Situ Cisanti, salah satu mata air purba di Jabar," ungkapnya.
Atas penghargaan yang ia terima ini, Doni menyampaikan terima kasih pada tim promotor yang telah mengusulkan dirinya mendapat penghargaan tersebut.
Ia juga mengucapkan terima kasih pada istri dan anak-anaknya yang selalu mendukungnya.
"Terimakasih pada istri tercinta Santi Arfiani, anak-anak yang terus mendukung saya di mana saya berada," tuturnya.(tribun network/yud/dod)