Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

SP3 Kasus BLBI, BW: Dampak Paling Negatif Revisi UU KPK

Ia heran mengapa pimpinan KPK saat ini terkesan tak melakukan apa pun, padahal kasus BLBI terindikasi merugikan negara Rp4,5 triliun.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in SP3 Kasus BLBI, BW: Dampak Paling Negatif Revisi UU KPK
Tribunnews.com/ Chaerul Umam
Pimpinan KPK periode 2011-2015 Bambang Widjojanto. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto (BW) menyatakan terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) merupakan dampak negatif pengesahan revisi UU KPK.

"SP3 dari pimpinan KPK (era Firli Bahuri) dapat menjadi bukti tak terbantahkan dampak paling negatif dari revisi UU KPK yang disahkan di periode Presiden Jokowi," kata BW dalam keterangannya, Jumat (2/4/2021).

BW menyangka, dengan revisi UU KPK yang berujung pada penyetopan kasus BLBI dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan istri, Itjih Sjamsul Nursalim ini, untuk menutup-nutupi sesuatu.

Baca juga: Respons KPK Sikapi Rencana MAKI Gugat SP3 Kasus BLBI

"Secara tidak langsung, SP3 ini bisa muncul sinyalemen, apakah revisi UU KPK salah satu tujuan utamanya adalah utk 'menutup' kasus BLBI sehingga dapat 'membebaskan' pelaku yang harusnya bertanggung jawab?" katanya.

"Ada pertanyaan dan perdebatan reflektif bisa diajukan, apakah tanggung jawab hukum KPK dibidang penindakan dengan segala kewenangan yang melekat padanya menjadi berhenti bila salah satu penyelenggara negara dinyatakan lepas dari MA (Mahkamah Agung)?" imbuhnya.

BW lantas mempertanyakan usaha KPK untuk terus mengusut kasus BLBI.

Berita Rekomendasi

Ia heran mengapa pimpinan KPK saat ini terkesan tak melakukan apa pun, padahal kasus BLBI terindikasi merugikan negara Rp4,5 triliun.

Baca juga: KPK SP3 Kasus BLBI, Busyro Muqqodas Singgung Presiden Jokowi dan Revisi UU

"Ada kerugian negara sebanyak Rp4,56 triliun akibat tindakan Sjamsul Nursalin tapi KPK belum lakukan 'the best thing' yang seharusnya dilakukan, bahkan terkesan 'to do nothing' dengan kerugian sebesar itu," kata BW.

"Janji pimpinan KPK terdahulu, untuk lakukan upaya hukum biasa dan luar biasa serta terus mengusut kerugian keuangan negara, seolah digadaikan oleh pimpinan KPK saat ini," tukasnya.

BW mengungkit janji pimpinan KPK sebelumnya yang akan melakukan upaya hukum luar biasa untuk mengusut kasus ini.

Menurut dia, upaya itu dihentikan oleh Firli Bahuri dkk.

Baca juga: Ini Alasan KPK Terbitkan SP3 Kasus BLBI

"Padahal Temenggung dinyatakan bersalah di PN dan PT, tapi dilepas karena adanya perbedaan tafsir hukum di antara para hakim agung kasus dimaksud," kata BW.

Sebagai informasi, Sjamsul dan Itjih ditetapkan KPK sebagai tersangka pada Senin (10/6/2019).

Saat itu, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, total kerugian negara akibat perbuatan Sjamsul Nursalim dan istri diduga mencapai Rp4,58 triliun.

KPK mengatakan penyelidikan kasus ini dilakukan sejak Agustus 2013.

Saut juga mengatakan telah mengirim surat untuk penyidikan lebih lanjut, tapi keduanya tidak pernah datang untuk memenuhi panggilan KPK.

Sjamsul Nursalim dan istri disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

BLBI merupakan skema pinjaman yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter 1998.

Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis.

Pada Desember 1998, BI menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank.

Salah satu bank yang mendapat suntikan dana adalah Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Sjamsul adalah pemegang saham pengendali BDNI.

Kini kasus tersebut telah disetop oleh KPK. Salah satu alasannya adalah agar ada kepastian hukum setelah penyelenggara negara dalam kasus ini, Syafruddin Arsyad Temenggung, divonis lepas oleh Mahkamah Agung. Syafruddin sendiri merupakan mantan Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas