Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

India Embargo Ekspor Vaksin, PKS: Target 1 Juta Dosis Perhari Semakin Sulit Dicapai

Pemerintah diminta lakukan langkah taktis demi menjamin ketersediaan vaksin nasional imbas India embargo ekspor vaksin.

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in India Embargo Ekspor Vaksin, PKS: Target 1 Juta Dosis Perhari Semakin Sulit Dicapai
Sergei SUPINSKY / AFP
Seorang pekerja medis menyusun dosis vaksin Oxford / AstraZeneca untuk melawan penyakit virus corona, yang dipasarkan dengan nama Covishield dan diproduksi di India, dalam jarum suntik selama vaksinasi para imam di Kiev pada 16 Maret 2021. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah India melakukan embargo ekspor vaksin Covid-19 AstraZeneca menyusul kasus Covid-19 melonjak di negara tersebut.

Akibatnya, negara ini tidak akan mengirim vaksin AstraZeneca ke WHO dan GAVI.

Embargo ekspor vaksin Covid-19 oleh India berdampak pada menurunnya jumlah ketersediaan vaksin nasional.

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah segera melakukan langkah taktis demi menjamin ketersediaan vaksin nasional.

"Saya meminta pemerintah segera mengambil langkah taktis agar dapat segera memenuhi jumlah kebutuhan vaksin nasional. Kalau pemerintah lambat, maka tujuan herd immunity sulit untuk kita capai. Jika pabrik India tidak memungkinkan, maka pemerintah harus melakukan negosiasi ke pabrik-pabrik AstraZeneca lainnya, seperti pabrik yang ada di Thailand," kata Netty melalui keterangannya, Rabu (7/4/2021).

Baca juga: Panglima TNI Tinjau Vaksinasi Covid-19 AstraZeneca Untuk Prajurit TNI-Polri di Natuna

Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS ini khawatir Indonesia mengalami kekosongan vaksin usai adanya embargo tersebut.

"Kalau vaksinnya saja kosong, bagaimana mewujudkan target 1 juta dosis suntikan per hari yang ditargetkan Presiden? Pastinya ini akan berdampak pada tidak tuntasnya vaksinasi dalam waktu 15 bulan sebagaimana target dari pemerintah," ucapnya.

Berita Rekomendasi

Tidak hanya itu saja, potensi kekosongan vaksin ini kata Netty juga akan merembet ke hal-hal lain, seperti penerapan kebijakan Pembelajaran tatap Muka (PTM).

"Kalau vaksin kita kosong, maka proses vaksinasi tidak bisa dilanjutkan. Lalu bagaimana dengan wacana PTM bulan Juli? Apakah guru-guru bisa dijamin sudah divaksin semua? Apalagi saat stok vaksin masih ada saja, vaksinasi terhadap tenaga pendidik masih berjalan lambat," ujarnya.

Baca juga: Belanda Tangguhkan Vaksin AstraZeneca untuk Orang Usia di Bawah 60 Tahun

Sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan vaksinasi Covid-19 bakal kembali meningkat pada bulan Mei 2021 karena ada produksi vaksin secara masal dari Bio Farma.

Sementara itu, PT Bio Farma memastikan sebanyak 30 juta dosis vaksin dalam bentuk bulk akan tiba pada April ini.

"Sampai saat ini berapa bulk Sinovac yang bisa diolah? Seperti apa kapasitas produksi dari Bio Farma? Perlu dilakukan percepatan agar produksi vaksin COVID-19 dalam negeri bisa lebih banyak lagi. Jangan sampai, kita mendatangkan Sinovac bulk yang begitu banyak (140 juta dosis) tapi kemampuan produksi kita rendah, ini akan menjadi sia-sia"  katanya.

Baca juga: Kasus Pembekuan Darah Terkait Vaksin AstraZeneca Belum Ditemukan di Indonesia

Terakhir Netty mengingatkan bahwa Covid-19 adalah virus yang bisa menyerang siapa saja tanpa memandang bentuk maupun kondisi ekonomi sebuah negara.

“Pemerintah Indonesia harus mendorong lahirnya kesamaan sikap di tingkat global soal keadilan dalam mengakses vaksin. Jangan sampai vaksin dimonopoli oleh negara-negara maju yang memiliki teknologi yang memadai," ucapnya.

"Kejadian embargo ini juga harus menjadi kesadaran bagi pemerintah dalam mempercepat pengembangan vaksin nasional seperti Merah Putih dan vaksin nusantara. Jika kita mampu berdikari dalam produksi vaksin, kita tidak hanya mencukupi kebutuhan vaksin dalam negeri tetapi juga bisa membantu negara-negara lainnya," pungkas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas