Jokowi Gabungkan Kemendikbud-Ristek, Analis Politik: Dua Kementerian Ini Tidak Bisa Dipisah
Analis Politik, Adi Prayitno mengatakan kedua kementerian ini, Kemendikbud dan Kemenristek seyogyanya memang tidak bisa dipisahkan
Penulis: Galuh Widya Wardani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Keputusan Presiden Jokowi terkait penggabungan antar dua kementerian, Kementerian Pendiikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) dirasa cukup efektif.
Dikutip dari tayangan live Kompas Tv pada Senin (12/4/2021), menurut Analis Politik, Adi Prayitno mengatakan kedua kementerian ini seyogyanya memang tidak bisa dipisahkan.
"Bahwa ternyata memisahkan antara Kementerian Pendidikan (Kemendikbud) dan Riset (Kemenristek) itu bukan perkara yang bisa menyelesaikan banyak persoalan."
"Karena dalam prinsipnya, pendidikan dengan riset itu adalah satu senyawa yang tidak bisa dipisahkan," jelas Adi .
Hal ini mengacu pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yang mana berisi yakni, pertama tentang pendidikan dan pengajaran.
Baca juga: Legislator PAN: Kementerian Investasi Harus Bisa Mendorong Akselerasi Ekonomi Indonesia
Baca juga: Kemenristek Dilebur ke Kemendikbud, Sosok Menteri Sebaiknya yang Paham Pendidikan
Sementara yang kedua tentang penelitian dan pengembangan, serta yang ketiga tentang pengabdian kepada masyarakat.
Diketahui Tri Dharma yang pertama jelas merupakan kewenangan Kemendikbud, sedangkan yang kedua dan ketiga merupakan kewenangan Kemenristek.
"Kalau kita baca Undang-undangnya Perguruan Tinggi ada yang disebut denga Tri Dharma, yang isinya satu ada pendidikan, ada riset, dan pengabdian."
"Nah pada saat ini, riset dan pengabdian diberikan kepada Kemeristek, dan dalam banyak hal akselerasinya tidak terlampau kelihatan, karenannya di tengah keefektivan itu maka kedua kementerian ini dikembalikan khittahnya (garis dan langkahnya), karena dua kementerian ini tidak dipisah," terang Adi.
Sebagai analis dalam dunia politik, Adi telah membaca langkah kedepan Presiden Jokowi dalam pengawinan dua kementerian dilakukan demi keefektivan di tengah keterbatasan.
Baca juga: Penggabungan Kemenristek ke Kemendikbud, PKS: Jokowi Inkonsistensi
"Beberapa tahun kedepan, Pak Jokowi sudah ingin melihat kementerian yang bisa dikawinkan harus bisa disatukan sebagai upaya ini secara cepat, di tengah keterbatasan," ujar Adi.
Adi mengatakan, masyarakat berharap dengan formula yang baru ini mestinya dapat mempercepat cita-cita dari penggabungan kedua kementerian ini.
"Maka publik berharap, penyatuan dua kementerian ini dapat mempercepat akselerasi itu terkait kementerian pendidikan dan riset sesuai dengan apa yang dicita-citakan banyak pihak, terutama sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi," tambahnya
Diketahui sebelumnya, penggabungan kementerian baru yakni Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Rapat Paripurna pada Jumat (9/4/2021).
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, diketahui sebelumnya merupakan dua kementerian yakni kemenristek dikti dan kemendikbud.
Baca juga: Kemenristek dan Kemendikbud Digabung, Beban Kerja Nadiem Diperkirakan Bertambah
Tak hanya itu, DPR juga menyampaikan pembentukan kementerian baru, yakni Kementerian Investasi.
Pembentukan dua kementerian itu sesuai dengan hasil keputusan Badan Musyawarah yang membahas surat dari Presiden Joko Widodo mengenai pertimbangan pengubahan kementerian.
"Kami selaku pimpinan rapat akan menanyakan kepada sidang dewan yang terhormat, apakah hasil keputusan rapat Badan Musyawarah pengganti rapat konsultasi terhadap pertimbangan penggabungan dan pembentukan kementerian dapat disetujui?" kata Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad dalam rapat.
Sontak, keputusan itu dijawab dengan kata setuju oleh peserta rapat.
Dasco lantas terlihat mengetukkan palu sebagai tanda persetujuan.
Adapun persetujuan DPR ini sesuai dengan ketentuan pada UU Nomor 39 Tahun 2019 tentang Kementerian Negara yang mengatur bahwa pengubahan sebagai akibat pemisahan atau penggabungan kementerian dilakukan dengan pertimbangan DPR.
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani)