Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pengamat Militer: Perlu Ada Evaluasi Soal Pemeliharaan dan Perawatan Armada Laut

Pengamat Militer Khairul Fahmi menilai perlu ada evaluasi dalam pemeliharaan dan perawatan armada laut milik Indonesia.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Pengamat Militer: Perlu Ada Evaluasi Soal Pemeliharaan dan Perawatan Armada Laut
KOMPAS.com CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
Kapal selam KRI Nanggala-402 berlayar mendekati dermaga Indah Kiat di Kota Cilegon, Banten, beberapa waktu lalu. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat Militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai perlu ada evaluasi dalam pemeliharaan dan perawatan armada laut milik Indonesia.

Hal tersebut menyikapi insiden hilang kontaknya kapal selam KRI Nanggala-402 saat latihan di Perairan Bali, Rabu (22/4/2021),

Hilangnya KRI Nanggala-402, kata dia, merupakan insiden serius ketiga pada armada TNI AL dalam tiga tahun terakhir yang semuanya melibatkan kapal berusia 40 tahunan.

Wilayah perairan Indonesia yang luas dengan tiga alur laut yang harus dijaga dan sebagian diantaranya merupakan perairan dalam membuat Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan patroli permukaan.

Menurutnya kawasan perairan Indonesia juga ramai kegiatan di bawah permukaan.

Baca juga: Peneliti LIPI: Terindikasi Kuat Kapal Selam KRI Nanggala-402 Alami Masalah pada Sistem Kelistrikan

Untuk kepentingan pertahanan bawah laut, kata Fahmi, Indonesia setidaknya memerlukan 12 kapal selam.

Berita Rekomendasi

Sayangnya, kata dia, sampai hari ini Indoneisa baru punya lima kapal termasuk KRI Nanggala-402 yang hilang dan KRI Cakra yang seusia.

Menurutnya, hal itu berarti kapal produksi Jerman tahun 1977 yang bergabung dengan jajaran TNI AL tahun 1981 tersebut belum bisa digantikan perannya dan masih harus terus beroperasi.

Baca juga: Ketika Moeldoko dan Jonan Mengenang Saat-saat di Kapal Selam KRI Nanggala-402

Fahmi mengatakan nyaris tak ada kesempatan berleha-leha bagi armada-armada laut Indonesia tak peduli tua atau muda, semua harus bekerja keras.

"Masalahnya kemudian, apakah itu sudah dibarengi dengan upaya pemeliharaan dan perawatan yang maksimal? Itulah yang harus dievaluasi, termasuk juga menjawab apakah alokasi anggaran sudah cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut," kata Fahmi ketika dihubungi Tribunnews.com, Kamis (22/4/2021).

Secara kekuatan, kata dia, dibandingkan negara-negara tetangga armada laut Indonesia memang bisa dibilang tangguh.

Tapi dari segi kemampuan menangkal ancaman dan penegakan keamanan, kata dia, armada milik Indonesia masih jauh dari cukup.

"Persoalannya, anggaran kita belum bisa diandalkan untuk menjawab kebutuhan itu," kata dia.

Soal alutsista, lanjut dia, Indonesia memang tidak bisa hanya bicara belanja alatnya saja melainkan juga harus bicara logistiknya, pemeliharaan alatnya, juga perawatan personelnya.

Baca juga: Apa Itu Nanggala? Senjata Milik Tokoh Wayang Baladewa yang Dijadikan Nama Kapal Selam RI

Namun yang terpenting dari semua itu, kata dia, adalah adanya perencanaan yang komprehensif dan berkelanjutan.

Menurutnya hal tersebutlah yang seringkali tidak disiplin terutama ketika pemerintahan berganti dan orientasi kebijakan sektor pertahanan berubah.

Menurutnya pemerintah juga harus terus diingatkan untuk mempertimbangkan porsi anggaran yang lebih proporsional dan disiplin pada prioritas.

Jika tidak, kata Fahmi, cita-cita mulia memperkuat jati diri sebagai negara maritim seperti yang tercantum sebagai program pertama Nawacita hanyalah omong kosong belaka.

Baca juga: 46 Menit setelah Izin Menyelam, Kapal Selam KRI Nanggala-402 Tak Terlihat, Dipanggil Tak Ada Respons

"Artinya, slogan 'kerja kerja kerja' dalam upaya menunjukkan negara hadir melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, tetap saja tak boleh mengabaikan keselamatan dan kondisi alutsista itu sendiri. Kita sedang ingin tegak berwibawa, bukan menghadirkan tragedi kan?" kata Fahmi.

Fahmi sendiri mengaku belum pernah membaca riset yang menyatakan adanya korelasi antara usia alutsista di Indonesia dengan tingkat kecelakaan atau mal fungsi.

Namun demikian, ia pernah membaca informasi yang menyatakan rata-rata kapal didesain untuk beroperasi 25-30 tahun yang tentunya juga berlaku bagi kapal-kapal untuk kepentingan militer.

Setidaknya sejak 2018, kata dia, sudah tiga kali armada laut Indonesia mengalami kecelakaan.

Pertama, kata dia, terbakarnya KRI Rencong di perairan Sorong pada September 2018 dan tenggelamnya KRI Teluk Jakarta pada Juli 2020.

"Memang ini kapal (KRI Nanggala 402) sudah tua. Tapi karena kebutuhan dan belum tergantikan, dia harus tetap dipakai. Nah, saya kira TNI AL tidak akan konyol. Kapal ini dilibatkan dalam operasi, artinya sebelum itu soal kelaikan berlayar sudah dipastikan," kata dia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas