TB Hasanuddin Desak Tindakan Tegas Untuk KKB di Papua
Gusti Putu setelah terlibat kontak tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kampung Dambet, Distrik Beoga
Penulis: Chaerul Umam
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gugurnya Kepala Badan Intelejen Nasional (BIN) Daerah (Kabinda) Papua Brigjen TNI I Gusti Putu Danny Nugraha Karya menghentak publik.
Gusti Putu setelah terlibat kontak tembak dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Kampung Dambet, Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Minggu (25/4).
"Saya menyampaikan duka cita mendalam atas gugurnya Kabinda Papua Brigjen TNI I Gusti Danny Nugraha Karya. Beliau adalah salah satu putra terbaik bangsa Indonesia," kata anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin, Rabu (28/4/2021).
Bila ditarik kebelakang, tutur Hasanuddin, ada 4 poin sejarah awal kemelut di Papua berdasarkan penelitian sejumlah lembaga survei termasuk LIPI.
Baca juga: Helikopter Sempat Ditembaki KKB Saat Proses Evakuasi Bharada Komang Wiranata di Ilaga Papua
Pertama, kata dia, soal persepsi terkait referendum Papua tahun 1960an. Sebagian masyarakat Papua, imbuhnya, meyakini bahwa referendum masih belum selesai.
"Padahal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menolak rencana referendum Papua, dan memutuskan Papua merupakan bagian dari Indonesia yang tidak bisa diganggu gugat. Jadi permasalahannya adalah persepsi masyarakat," ujarnya.
Kemudian yang kedua, masih ada diskriminasi terhadap masyarakat Papua, meski kondisi sekarang jauh lebih baik dibanding 25 tahun lalu.
Ketiga, adanya traumatis sebagian masyarakat Papua akibat diterapkannya belasan kali Operasi Militer di zaman orde baru.
Baca juga: TNI-Polri Serbu Markas KKB di Kampung Maki, 5 KKB Tewas dan Sisanya Kabur
"Keempat adalah kegagalan otonomi khusus (otsus) di Papua. Triliunan rupiah bahkan puluhan triliun digelontorkan dari Jakarta, tapi hanya dinikmati elit.
Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat Papua masih seperti itu saja," ucap politikus PDI Perjuangan ini.
Setelah itu, kata Hasanuddin, munculah Organisasi Papua Merdeka (OPM). OPM ini sebenarnya adalah separatis atau pemberontak bersenjata.
Baca juga: Kabinda Papua Gugur Dalam Tugas, Jazilul Fawaid: Tumpas KKB Sampai Tuntas
Menurutnya, ketika status OPM diturunkan menjadi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) ternyata juga tak mendapat tindakan yang seharusnya.
"Saya tegaskan lagi, ketika statusnya diturunkan dari OPM menjadi KKB, ternyata tidak mendapat tindakan yang efektif. Malahan setelah dinyatakan KKB korban dari TNI/Polri justru lebih banyak.
Baca juga: 5 Simpatisan KKB Wilayah Kepulauan Yapen Papua Serahkan Diri dan Janji Setia ke NKRI
Bahkan terbukti justru dalam status KKB itulah senjatanya semakin banyak, pengikutnya semakin bertambah.
Kalau disepakati KKB ini kriminal murni meski tak ada bukti, tapi nyatanya mereka adalah separatis yang ingin keluar dari NKRI. Kenapa tidak dilakukan penegakan hukum secara masif. Ini harus menjadi perhatian," ujarnya.
Hasanuddin juga mengkritisi peran BIN. Ia mengingatkan agar BIN tidak masuk terlibat operasi tempur tapi cukup di ranah intelejen.
Selain itu, imbuh dia, BIN juga harus melakukan penggalangan terhadap 4 poin permasalahan dasar itu.
"BIN jangan masuk ke ranah operasi tempur, seharusnya di ranah intelejen saja dengan melakukan operasi intelejen baik strategis maupun taktis," katanya.
Hasanuddin juga menyebut ada beberapa solusi untuk mengatasi permasalahan di Papua.
"Solusi yang dapat dilakukan untuk soal Papua ini dapat dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.
Pendekatan kesejahteraan sudah dilakukan oleh Presiden Joko Widodo sudah secara masif, pembangunan sekolah, infrastruktur jalan, jalan tol, sarana komunikasi fasilitas lainnya dan pasar-pasar," ujarnya.
Lalu soal pendekatan keamanan, ungkap Hasanuddin, harus ada kompilasi antara penegakan hukum dengan operasi tempur secara terbatas.
Bentuk operasinya, bebernya, ada 3 jenis yakni penggalangan, intelejen dan operasi tempur terpilih.
"Operasi penggalangan untuk menggalang dan meluruskan persepsi yang terlanjur ada di masyarakat soal referendum, penggalangan bahwa di Papua tidak terjadi marjinalisasi, penggalangan trauma healing atau penyembuhan trauma akibat Operasi Militer selama puluha tahun di Papua," tegasnya.
Hasanuddin menambahkan, operasi intelejen dilakukan untuk memisahkan masy dengan gerombolan KKB kemudian menggiring untuk di dislokasinya.
"Setelah dipisahkan barulah dilakukan operasi tempur terpilih untuk yang bertujuan untuk menghancurkan KKB.
Yang tidak bersenjata disadarkan agar kembali ke masyarakat, yang bersenjata bila menyerah dilakukan penegakan hukum.
Bila masih melawan harus ditindak keras sesuai ketentuan yang berlaku. Intinya harus benar-benar dipisahkan mana yang bersenjata mana yang tidak bersenjata," pungkasnya.