Banyak Mutasi Virus Covid-19 di Indonesia, Pelaksanaan Vaksinasi Disarankan Dihentikan Sementara
Nidom menyarankan agar pelaksanaan vaksinasi di Indonesia dihentikan sementara, sambil melakukan evaluasi terhadap antibodi yang dihasilkan vaksin.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Varian mutasi virus covid-19 kini terus berkembang. Di Indonesia saja sudah ada tiga varian dimana dua di antaranya masuk kategori varian yang patut diwaspadai.
Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Prof Nidom Foundation (PNF), Prof dr Chairul Anwar Nidom mengatakan, mutasi virus covid-19 berkembang berdasarkan faktor kebiasaan masyarakat dan lingkungan.
Mutasi virus bisa berkembang berbeda antara satu wilayah atau negara.
"Kalau dilakukan di Indonesia saya yakin bahwa Indonesia akan lebih banyak mutasi," ujarnya saat dihubungi Tribun, Jumat (7/5/2021).
Menurutnya, tidak bisa dipungkiri mutasi virus sangat berpengaruh pada antibodi yang dihasilkan dari vaksinasi. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada vaksin-vaksin yang ada kini.
"Beberapa waktu yang lalu masih menganggap bahwa populasi virus Wuhan mendominasi ternyata hasilnya kurang memuaskan kemudian sekarang bergeser sudah berkurang variannya," terang Nidom.
Meski sulit diterapkan, ia pun menyarankan agar pelaksanaan vaksinasi di Indonesia dihentikan sementara, sambil melakukan evaluasi terhadap antibodi yang dihasilkan vaksin.
"Oleh karena itu lebih baik saya sarankan lebih baik dimoratorium saja vaksin. Artinya bahwa kita mengevaluasi pelaksanaan vaksinasi ini bukan mengejar hipotesis herd immunty, karena ternyata di India tidak terjadi," jelas Prof Nidom.
Baca juga: Vaksinasi Gotong Royong Akan Dimulai 17 Mei 2021, Biayanya Ditanggung Pengusaha
Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) telah mengklasifikasi jenis mutasi virus berdasarkan karakteristik yang ditimbulkan akibat mutasi.
Yaitu varian of concern ialah varian yang sudah ditetapkan sebagai varian yang mengalami perubahan karakteristik dari karakteristik semula yang berupa angka dan huruf seperti B117, B1357 B11281 atau P1.
Ada juga varian of interest, yaitu virus yang mengalami perubahan genetik namun karakteristiknya masih belum bisa dipastikan yaitu varian yang belum disebutkan sebelumnya.
"Dan yang menjadi catatan ialah perubahan karakteristik di setiap varian berbeda-beda," ujar Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Prof Wiku Adisasmito.
Pada prinsipnya virus COVID-19 adalah salah satu bentuk virus RNA (ribonucleid acid) yang secara alamiah jumlah kejadian mutasinya lebih banyak daripada jenis virus DNA (deoxyribonucleid acid).
Karenanya bentuk virus COVID-19 sebagai virus RNA sangat wajar jika kemunculan variannya berkembang sangat cepat saat ini.
"Virus tidak mengenal batas teritorial dan setiap negara saling terhubung. Oleh karena itu salah satu upaya mengendalikan varian virus, khususnya yang sudah pasti meningkatkan pencegahan infeksi adalah dengan mengatur mobilitas luar negeri," jelasnya.
Jika mutasi virus dibiarkan, maka akan semakin banyak varian COVID-19 yang muncul dan berpotensi berdampak buruk dalam upaya pengendalian COVID-19.
Pembiaran terhadap mutasi virus, akan berdampak buruk pada meningkatnya laju penularan akibat terjadinya perubahan pada karakteristik virus dan akan juga merubah sifat biologisnya.
Baca juga: Bank Mantap-Dinkes Cirebon Vaksinasi Nasabah Pensiunan
Lalu, akan menurunkan efektifitas vaksin karena umumnya vaksin dikembangkan dengan jenis-jenis virus yang spesifik.
Juga dapat menurunkan akurasi testing karena lokasi-lokasi mutasi atau hotspot yang berbeda-beda pada setiap varian. Sehingga dapat menurunkan kualitas PCR yang memiliki target mutasi virus yang spesifik.
"Potensi efek negatif ini sedang dipelajari lebih lanjut, dan semua temuan hasilnya akan diberitahukan kepada masyarakat," kata Wiku. (Tribun Network/rin/wly)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.