Memaknai Pandangan Presiden Jokowi terkait Hasil TWK Pegawai KPK
Merujuk pada dua pandangan Presiden tersebut, Emrus mengatakan dapat dengan mudah menangkap hakekat makna jernihnya dari dua kalimat bijak tersebut.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komunikolog Indonesia, Emrus Sihombing angkat bicara mengenai dua pernyataan yang dilontarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan polemik hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pertama, Jokowi menyebut hasil tes tidak serta merta menjadi dasar pemberhentian pegawai KPK yang tidak lolos tes.
Kedua, pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus menjadi bagian untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.
Merujuk pada dua pandangan Presiden tersebut, Emrus mengatakan dapat dengan mudah menangkap hakekat makna jernihnya dari dua kalimat bijak tersebut.
"Pada kalimat pertama, menurut saya, dapat dimaknai bahwa hasil tes wawasan kebangsaan tidak menjadikan para pegawai yang tidak lolos diberhentikan. Mereka tetap berstatus pegawai KPK sampai ada suatu hal tertentu. Misalnya, mengundurkan diri," ujar Emrus, kepada wartawan, Selasa (18/5/2021).
Pada kalimat kedua, Emrus melihat pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN merupakan hal formal dan menjadikan pemberantasan korupsi di tanah air lebih sistematis (tertata) daripada sebelumnya.
Jadi, diksi 'lebih sistematis' merupakan kata kunci dalam kasus ini.
Baca juga: Sikap Novel Baswedan ketika Jokowi Tolak 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK Diberhentikan
Untuk itu, lanjut Emrus, dalam rangka menjaga keberlangsungan pelaksanaan tugas-tugas pencegahan dan pemberantasan korupsi, baik yang berstatus ASN dan yang bukan ASN di KPK, harus bekerja dan bertindak sesuai UU, aturan internal, kebijakan, program dan arahan pimpinan KPK.
"Oleh karena itu, saya menyarankan jika ke depan para pihak melihat dan atau merasa tidak sesuai aturan (UU), sebagai pegawai yang bekerja di institusi penegak hukum, sebaiknya mereka selesaikan dengan mengedepankan jalur tahapan hukum daripada berwacana di ruang publik yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dan menggaggu sistem kerja di KPK. Ini sekaligus memberikan pendidikan hukum kepada masyarakat," jelasnya.
Namun di sisi lain, disadari atau tidak, Emrus mengatakan akan ada dua organisasi kepegawaian di KPK ke depannya.
Satu organisasi formal yaitu Korpri unit KPK yang anggotanya 1000 orang lebih. Yang lain, bisa saja tetap bernaung dalam Wadah Pegawai KPK dengan jumlah anggota boleh jadi sangat tidak signifikan dibanding dengan Korpri unit KPK.
"Karena itu, dari aspek sosiologis, saya berhipotesa ke depan, antara dua kelompok ini akan terjadi interaksi yang 'dinamis'," tandasnya.