KPK Periksa Tiga Saksi Terkait Kasus Gubernur Nonaktif Sulsel Nurdin Abdullah
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK disebut peran Agung sebagai pemberi suap kepada Nurdin Abdullah.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga saksi dalam penyidikan perkara dugaan suap dan gratifikasi pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2020-2021.
Tiga saksi tersebut yaitu Aminuddin selaku Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan dua orang wiraswasta masing-masing Suardi Daeng Nojeng dan Saenuddin.
Pemeriksaan dilakukan di Polres Maros, Sulawesi Selatan.
"Hari ini, pemeriksaan saksi tindak pidana korupsi suap perizinan dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (20/5/2021).
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Perkara Penyuap Nurdin Abdullah ke Pengadilan Tipikor Makassar
Untuk diketahui, KPK saat ini masih melakukan penyidikan terhadap dua tersangka penerima suap kasus tersebut yaitu Gubernur Sulawesi Selatan nonaktif Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel atau orang kepercayaan Nurdin.
Sementara pemberi suap adalah kontraktor/Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Makassar.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK disebut peran Agung sebagai pemberi suap kepada Nurdin Abdullah.
Bahkan terdakwa sudah dua kali memberikan uang kepada yang bersangkutan sejak awal tahun 2019 hingga awal Februari 2021.
Jumlah dana suap yang diterima, pertama dengan nilai 150 ribu dolar Singapura diberikan di Rumah Jabatan Gubernur Jalan Sungai Tangka awal tahun 2019, sedangkan untuk dana kedua, saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) tim KPK senilai Rp2 miliar pada awal Februari 2021.
Dana tersebut diduga sebagai uang pelicin dalam hal pemenangan tender hingga pengerjaan proyek pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan pada beberapa kabupaten.