Data BPJS Kesehatan Diduga Bocor, Anggota Komisi I: Alarm Bagi Indonesia!
Dugaan kebocoran data pribadi kembali terulang. Kali ini diduga menimpa 279 juta data peserta BPJS Kesehatan.
Penulis: Vincentius Jyestha Candraditya
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dugaan kebocoran data pribadi kembali terulang. Kali ini diduga menimpa 279 juta data peserta BPJS Kesehatan.
Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PKS Sukamta menyatakan kebocoran data pribadi di internet sudah sangat sering terjadi.
Baik itu data pribadi di ranah swasta seperti data di Tokopedia, Bukalapak, Lazada, dst, juga data di instansi publik seperti bocornya data pasien Covid-19, data Pemilu di KPU, dan dugaan yang terbaru data BPJS Kesehatan.
"Demikian lemahnya ketahanan siber kita meskipun BPJS selalu maintenance agar keamanan data peserta terjamin kerahasiaannya, ditambah para hacker dan cracker cukup memiliki keahlian yang terus diasah dengan teknologi yang terus diupdate. Data BPJS Kesehatan ini sangat besar, 279 juta, termasuk data peserta yang sudah meninggal. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah total penduduk Indonesia. Ini alarm bagi Indonesia!" ujar Sukamta, kepada wartawan, Jumat (21/5/2021).
Wakil Ketua Fraksi PKS ini menambahkan bahwa pemerintah harus segera menginvestigasi kasus ini.
Sehingga menjadi clear apa sumber kebocoran tersebut dan apakah benar website BPJS Kesehatan yang berhasil dibobol atau sistem informasi lain yang diretas.
Menurutnya, langkah-langkah mitigasi harus dilakukan agar data yang sudah terlanjur bocor tadi disetop penyebarannya dan dimusnahkan. Pemerintah juga harus memiliki antisipasi efek dari bocornya data ini, apakah setelah ini akan ada 'serangan' lain di dunia maya yang bisa mengguncang ketahanan siber kita.
Dan harus ada langkah-langkah ke depannya agar hal seperti ini tidak terjadi lagi. Ini penting untuk digarisbawahi karena sepertinya akan ada lagi kasus-kasus kebocoran data yang lebih parah dari sebelumnya.
Baca juga: Kemendagri Bantah Kebocoran Data Penduduk di Sosial Media dari Dukcapil
"Salah satu langkah yang urgen untuk dilakukan adalah penyelesaian pembahasan RUU Pelindungan Data Pribadi (PDP). Pembahasannya memang sedang stagnan karena ada perbedaan pandangan dalam hal penentuan bentuk otoritas Pelindungan data pribadi, apakah lembaga independen atau dikelola oleh Kementerian Kominfo. Pembahasan sangat alot di situ," kata Sukamta.
"Seharusnya, kasus dugaan bocornya data BPJS Kesehatan ini menjadi tamparan bagi kita semua, bahwa bentuk otoritas yang paling tepat adalah lembaga independen. Bagaimana jadinya jika badan publik yang karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya kegagalan Pelindungan data pribadi. Aneh rasanya kemudian badan publik menghukum sesama badan publik. Bab ini harus segera ketemu kesepakatannya, agar upaya pelindungan data pribadi bisa segera memiliki payung hukum yang kuat terhadap badan private, masyarakat termasuk juga badan publik," tandasnya.