97.000 Data PNS Fiktif, Komisi II DPR Akan Panggil Mendagri dan Menkeu
Komisi II DPR RI akan memanggil Kepala BKN RI, Menteri PAN dan RB, Menteri Keuangan, termasuk Mendagri terkait keberadaan ASN daerah
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Munculnya temuan data PNS fiktif mencapai 97.000 orang seperti dikemukakan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) RI Bima Haria Wibisana, membuat kalangan DPR prihatin.
Rifqinizamy Karsayuda, anggota Komisi II DPR RI, Rabu (26/5/2021) mengatakan, temuan itu merupakan 'musibah penataan kepegawaian'.
Legislator Fraksi PDI Perjuangan DPR RI ini menegaskan, perlu penjelasan komprehensif dari berbagai pihak terkait hal ini.
"Komisi II DPR RI akan memanggil Kepala BKN RI, Menteri PAN dan RB, Menteri Keuangan, termasuk Mendagri terkait keberadaan ASN daerah," ujarnya.
"Bahkan jika indikasi pelanggaran hukumnya amat kuat, Komisi II DPR RI atas seizin pimpinan DPR RI dapat memanggil Kapolri, Jaksa Agung dan Pimpinan KPK untuk mengusut hal ini," ungkap Rifqi.
Baca juga: BKN Luruskan Informasi 97.000 PNS Fiktif yang Masih Terima Gaji
Dia mengatakan, data fiktif ASN ini membuat negara telah 'dirampok' triliunan rupia.
Hitung-hitungannya, dengan asumsi 1 orang ASN berpangkat III/A menerima gaji Rp 2 juta/bulan, maka potensi kerugian negara setara hampir Rp 2.5 triliun per tahun.
Baca juga: DPR: Pemerintah Perlu Bentuk Tim Khusus Usut Tuntas 97 Ribu Data ASN Fiktif
"Jika ini telah berlangsung puluhan tahun, maka nilainya tentu sangat fantastis dan miris ditengah krisis APBN kita akibat pandemi Civid-19 ini," ujar anggota DPR RI Dapil Kalsel I ini.
Di sisi lain, pihaknya juga mengapresiasi temuan BKN RI tersebut. Ia juga memberikan pandangan positif atas ikhtiar BKN menata data Kepegawaian secara nasional, terpadu dan berbasis online dalam beberapa waktu terakhir ini.
Soal database selalu menjadi persoalan di banyak tempat di Indonesia, termasuk di dunia birokrasi.
Rifqi menegaskan, ikhtiar melakukan sentralisasi data, pembaharuan data yang kontinyu, serta akses data yang terbuka oleh publik adalah kebutuhan pengelolaan data kepegawaian. Ia berjanji akan memberikan perhatian serius terkait hal ini dalam pembahasan RUU ASN di Komisi II DPR RI.
Kerawanan penyalahgunaan data ASN fiktif bukan hanya terjadi pada data yang disinyalir aspal (asli, tapi paslu). Ada nama, padahal orangnya fiktif. Ada nama orangnya, padahal statusnya bukan ASN.
Yang juga rawan adalah data para pensiunan dan ahli warisnya.
"Ada pensiunan yang telah meninggal puluhan tahun, namun tetap ada nama ahli warisnya, misalnya janda istrinya. Di lapangan, ketika si janda pun telah meninggal, datanya tak kunjung di update. Sementara dana pensiunnya terus mengalir," ujarnya.