Divonis Penjara 8 Bulan, Rizieq Shihab Dinilai Masih Berpengaruh di Pilpres 2024
Muhammad Rizieq Shihab dan lima orang lainnya divonis hukuman delapan bulan penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Editor: Hasanudin Aco
"Apabila denda tidak dibayar, maka akan diganti pidana kurungan selama lima bulan," kata salah-seorang majelis hakim.
Atas vonis kasus kerumunan di Megamendung, Rizieq dan kuasa hukumnya menyatakan "pikir-pikir". Tanggapan serupa juga dilontarkan jaksa penuntut umum.
Dalam berbagai kesempatan, Rizieq berkukuh dirinya tidak pernah mengajak massa untuk menghadiri acara di Megamendung dan Petamburan.
Apa dampak putusan ini bagi masa depan 'politik' Rizieq Shihab?
Pengamat politik dari Netfid (Network for Indonesia Democratic Society), Dahliah Umar, menganggap, pimpinan FPI itu masih punya pengaruh politik, terutama menyangkut kepentingan politik identitas, menjelang tahun Pemilu 2024.
Namun Dahliah melihat besar kecilnya pengaruh Rizieq juga tergantung pada isu yang bisa mengerahkan massa dalam jumlah banyak, mengingat FPI berbasis kekuatan massa.
"Selama tidak ada pengumpulan massa dan tidak ada isu yang kemudian mampu untuk menggerakkan massa, menurut saya akan semakin mengecil pengaruhnya."
Sementara Rizieq Shihab, menurut pengacaranya, berkukuh tetap akan berpolitik dan bersikap oposisi terhadap pemerintah.
"Sikap politik itu dilindungi undang-undang, jadi tidak ada yang berhak menghalangi. Sikap politik dia akan dicarikan momentum yang tepat, ketika dia sudah di luar (penjara)," ujar Sugito Atmo Prawiro, pengacara Rizieq.
Sedangkan politisi Partai Golkar, Dave Laksono mengatakan, walaupun sulit menghilangkan isu politik identitas, namun menurutnya pengaruh Rizieq Shihab sudah melemah sejak dua kubu yang berseteru dalam Pemilu 2019 telah bergabung dalam koalisi pemerintah.
"Karena waktu pilpres yang lalu, calonnya [kubu Rizieq Shihab] Pak Prabowo. [Dan] Pak Prabowo sekarang sudah gabung ke pemerintah," kata Dave kepada BBC News Indonesia, Rabu (26/05).
Pada November lalu, Rizieq ditetapkan sebagai tersangka kasus kerumunan massa yang melanggar protokol kesehatan Covid-19, setelah dia pulang dari Arab Saudi.
Tiga bulan kemudian, pemerintah melarang kegiatan FPI karena dianggap melakukan aktivitas melanggar ketertiban, keamanan dan bertentangan dengan hukum.