Eks Direktur Konflik BPN Ungkap Solusi Selesaikan Konflik Tanah PT TPL Dengan Masyarakat Adat
Tuntutan menutup PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) bisa menjadi pintu masuk target jangka pendek untuk mengakhiri konflik tanah
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tuntutan menutup PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) bisa menjadi pintu masuk target jangka pendek untuk mengakhiri konflik tanah antara masyarakat adat di Kawasan Danau Toba (KDT) dengan TPL.
Hal itu disampaikan mantan Direktur Konflik Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang juga Ketua Umum Forum Bangso Batak Indonesia (FBBI), Ronsen Pasaribu, dalam webinar bertajuk ”Reforma Agraria dan SDA di Kawasan Danau Toba, Jumat (28/5/2021).
“Tuntutan tutup TPL itu baru pintu masuk. Ini bersifat gradual. Kenapa?” ujar Ronsen Pasaribu.
Dia menjelaskan jika hanya menutup TPL, maka akan ada izin lainnya yang akan diberikan lagi kepada perusahaan-perusahaan lainnya.
Artinya konflik akan kembali terjadi setelah tuntutan itu dijalankan.
Baca juga: Komnas HAM Akan Komunikasi dengan Polisi dan Kementerian LHK Terkait Aduan Masyarakat Soal PT TPL
“Karena kalau misalnya ditutup TPL itu, tetapi nanti diberikan lagi kepada PT ABC, CD, EF dan sebagainya, dengan kegiatan yang sama, saya kita tidak merupakan sasaran akhir kita,” tegasnya.
“Jadi tuntutan tutup TPL itu hanya merupakan sasaran antara (middle target),” ujarnya.
Hal terpenting menurut dia, tertibkan tumpang tindih tanah kehutanan dengan masyarakat.
Baca juga: Bentrok Masyarakat Adat, Bamsoet Minta Pemerintah Cabut Izin Konsensi Lahan PT Toba Pulp Lestari
Artinya mendesak diselesaikannya konflik dengan cara mengeluarkan (enclove) lahan tanah adat dari kawasan hutan.
“Kita lebih tuntut yaitu tertibkan tumpang tindih tanah kehutanan dengan masyarakat. Tutup TPL itu adalah sasaran antara. Sasaran akhir adalah selesaikan konflik antara Kementerian Kehutanan dan LH dengan masyarakat adat kita di Kawasan Danau Toba (KDT),” katanya.
Komnas HAM Akan Komunikasi dengan Polisi dan Kementerian LHK
Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam mengatakan pihaknya akan berkomunikasi dengan kepolisian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) terkait aduan masyarakat soal PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang diterimanya pada Kamis (27/5/2021).
Anam mengatakan pihaknya akan meminta kepolisian untuk tidak semata-mata melihat tindakan masyarakat terkait PT TPL sebagai dalam konteks penegakan hukum semata.
Namun, lanjut dia, kepolisian harus melihat tindakan masyarakat dalam konteks keadilan restoratif.
Karena, kata Anam, bentrokan yang terjadi beberapa waktu lalu antara masyarakat setempat dengan pekerja PT TPL tidak sama dengan tindakan kriminal.
"Kami mengingatkan sekali lagi, dimensi kasus ini bukan kejahatan seperti orang mencuri ayam, merampok, dan sebagainya. Peristiwa ini terjadi karena mereka mempertahankan haknya. Oleh karenanya memang harus restoratif," kata Anam di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Kamis (27/5/2021).
Baca juga: Mengejutkan! Komnas HAM Dapat Keterangan yang Tak Muncul di Publik soal Alih Status Pegawai KPK
Selain itu, kata dia, pihaknya juga akan berkomunikasi dengan pihak kepolisian untuk menjamin perilaku yang adil bagi semua pihak untuk mencegah kekerasan.
"Kami akan berkomunikasi dengan Kepolisian untuk menjamin perilaku yang adil bagi semua pihak terutama untuk mencegah kekerasan," kata Anam.
Anam mengatakan pihaknya juga akan berkomunikasi dengan Kementerian LHK terkait permintaan masyarakat untuk meninjau ulang terkait izin hutan industri yang dikelola PT TPL.
Ia pun mengatakan pihaknya akan menyampaikan permintaan masyarakar untuk menutup operasi PT TPL.
"Kami mengingatkan kebijakan KLHK, khususunya, kalau memang ada hutan industri yang dikelola, batasannya mana? Karena call-nya teman-teman tadi, tutup operasi PT TPL," kata Anam.
Untuk itu, kata dia, pihaknya akan mengumpulkan semua fakta terkait hal tersebut.
"Tapi yang pasti dari informasi yang tadi kami dapatkan memang potensial bermasalah penetapan itu," kata Anam.
Anam mengatakan sejumlah masyarakat yang mewakili masyarakat sekitar PT TPL datang dengan didampingi Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) ke kantor Komnas HAM RI pada Kamis (27/5/2021).
Laporan yang disampaikan masyarakat tersebut, kata Anam, merupakan bagian dari berbagai kasus yang lahir dari satu kebijakan tata kelola hutan yang dikelola oleh PT TPL.
"Karena apa mereka datang ke sini? Salah satunya beberapa waktu lalu mereka mendapat kekerasan sampai luka, terus ada yang sempat dijadikan tersangka oleh Polisi," kata Anam.
Diberitakan sebelumnya bentrok masyarakat adat Natumingka versus pekerja PT Toba Pulp Lesatri (TPL) di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba pada Selasa (18/5/2021) lalu, berbuntut panjang.
Kini, seruan penutupan TPL didengungkan sejumlah elemen masyarakat di Kabupaten Toba.
Sejumlah aliansi bergabung mengadakan aksi pengumpulan tanda tangan masyarakat.
Sejumlah masyarakat yang melintas di Bundaran Balige terlihat memberikan tanda tangannya di spanduk yang telah disediakan.
Satu di antara elemen masyarakat yang menggelar aksi adalah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak.
Perwakilan AMAN Tano Batak, Wilson Nainggolan, menuturkan bahwa pihaknya mengumpulkan tanda tangan sejak siang hingga sore hari.
"Ini petisi untuk menutup PT TPL dari pihak masyarakat untuk meminta tanda tangan. Ini kita jadwalkan mulai pukul 13.30 WIB hingga pukul 17.00 WIB," ujar Wilson saat disambangi tribun-medan.com, Jumat.
Ia menyampaikan bahwa kekecewaan masyarakat Toba sudah memuncak dengan adanya bentrok antara masyarakat adat Desa Natumingka dengan pihak PT TPL.
"Sejauh ini hanya di Bundaran Balige, sebab ini tempat strategis. Hal ini berdasar pada banyaknya persengketaan dengan PT TPL dan memuncak pada kejadian yang ada di Desa Natumingka, Kecamatan Borbor, Kabupaten Toba," sambungnya.
"Ini merupakan akumulasi kekecewaan masyarakat kepada pihak PT TPL. Pihak TPL yang arogan dan bahkan merusak tatanan masyarakat serta merusak kehidupan masyarakat adat yang ratusan tahun mereka kelola," sambungnya.
Maka dengan melihat kondisi tersebut, AMAN pun menyerukan penutupan TPL. Ia mengklaim seruan itu mendapat dukungan dari masyarakat dengan bukti torehan tanda tangan pada spanduk yang sudah disediakan.
"Seruan kita, ya tutup TPL. Dan kepada pemerintah, kita inginkan agar mencabut izin TPL," tuturnya.
Diperoleh informasi bahwa pihak masyarakat adat Natumingka telah menyampaikan laporan adanya tindak kekerasan terhadap mereka pada Selasa (18/5/2021). Dengan demikian, ia berharap agar pihak kepolisian objektif menyelidiki kasus tersebut.
"Harapan kami kepada pihak kepolisian harus objektif melihat sumber dari persoalan itu adalah pihak TPL sendiri. Awalnya pihak TPL melempar dengan batu dan kayu. Sehingga masyarakat berupaya membela diri," lanjutnya.
"Masyarakat kalah jumlah dengan pihak TPL," ungkapnya.
Seorang warga sekitar Julis P Siahaan menyampaikan bahwa dirinya mengapresiasi seluruh aliansi yang memiliki sikap solidaritas kepada masyarakat adat Desa Natumingka.
"Sebagai organisasi ataupun aliansi, kita mengapresiasi apa yang dilakukan mereka. Berati mereka masih menaruh hati akan keadaan masyarakat Toba sekaitan dengan tindakan pihak PT TPL," ujar Julius P Siahaan.
"Inilah kita lihat, sejak pihak TPL datang pada tahun 1986 telah berulang aksi yang menimbulkan kekerasan pada masyarakat. Ini sudah berulang lagi ya kan," pungkasnya.